Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah Matinya Perusahaan Taksi di Jakarta Disebabkan oleh Taksi "Online"?

11 Oktober 2017   09:54 Diperbarui: 11 Oktober 2017   14:07 2362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketua Umum Organda DKI, Safruan Sinungan mengatakan bahwa sejak munculnya taksi online banyak perusahaan taksi konvensional sudah banyak yang gugur. Menurut catatannya dari 32 perusahaan taksi tinggal 4 yang beroperasi. Blue Bird, Gamya, Express dan Taxiku. (Sumber)

Apakah memang demikian?

Saya kebetulan sejak lahir sampai sekarang tinggal di Jakarta. Sesuai dengan kebutuhan saya terkadang menggunakan taksi sebagai alat transportasi. Terutama pada saat bepergian bersama keluarga atau teman-teman.

Memang banyak sekali perusahaan taksi di Jakarta dulu. Presiden Taksi, Blue Bird, Kosti, Kotas, Ratax, Gading Taksi, Putera dan masih ada beberapa lagi yang saya tidak ingat namanya.

Dalam perkembangannya ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan taksi ini. Utamanya menurut saya adalah pelayanan.

Sempat ada isu argo kuda, dimana argo bisa cepat sekali bergerak. Artinya tidak sesuai dengan jumlah kilometer dan waktu tempuh, cenderung jauh lebih mahal.

Kebersihan taksi juga sering bermasalah, interior dan eksterior kotor. Belum lagi armada yang tidak pernah diremajakan.

Banyaknya oknum supir taksi yang menerapkan tarif borongan juga saya pikir mengganggu pelayanan. Jika menggunakan argo hanya Rp 50 ribu, borongan minta sampai Rp. 100 ribu. Belum lagi supir tembak, kartu taksi yang seharusnya sesuai foto dengan supirnya. Seringkali tidak, karena oknum menyewakan taksi ke supir yang lain.

Hal yang mengurangi rasa aman.

Blue Bird, Express dan Gamya menurut pengamatan saya adalah tiga perusahaan taksi yang mampu menjaga mutu pelayanan sehingga bisa bertahan.

Kosti dan Putera dengan skema kepemilikan juga sebenarnya punya suatu standar pelayanan yang sangat baik. Skema kepemilikan adalah dimana pengemudi mencicil taksi selama kurang lebih 5 tahun dan setelah lunas taksi bisa dijual.

Pengemudi taksi Kosti yang mencicil (dikenal dengan kode supir bravo atau batangan) sangat memperhatikan kondisi taksinya serta melayani dengan sepenuh hati. Selain itu supir charlie atau cadangan yang membawa taksi di saat bravo libur juga sangat diseleksi agar bisa memberikan pelayanan yang sesuai dengan baik.

Kesadaran ini timbul karena para supir ini ingin menjaga nama baik Kosti agar bisa dipercaya.  Usaha yang berhasil namun sayang karena manajemen tidak mampu melakukan peremajaan akhirnya Kosti juga tenggelam.

Keberhasilan Blue Bird dan Express dalam menjaga pelayanan. Membuat (dugaan saya) perusahaan taksi yang lain mengikuti. Tapi sayangnya hanya warna taksi yang diikuti, terbukti dengan banyaknya taksi yang berwarna biru mirip Blue Bird dan putih mirip Express.

Bukan standar pelayanan yang diperbaiki.

Saya pikir perusahaan - perusahaan taksi yang lain. Telah membunuh dirinya sendiri, karena tidak mau atau mampu memperbaiki pelayanan.  

Lihatlah di Bandara Soetta, berapa banyak orang yang mau naik taksi selain tiga nama di atas. Bahkan sampai beberapa tulisan tentang wisata ke Indonesia (media luar negeri) juga menyarankan agar naik taksi Blue Bird.

Tanpa munculnya taksi online.

Taksi konvensional akan tetap kalah bersaing dengan Blue Bird, Express dan Gamya dan tetap akan mati.

Salam

Hanya Sekadar Berpikir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun