Beberapa waktu yang lalu dalam menanggapi polemik terhadap daya beli. Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, Ari Kuncoro mengatakan bahwa terjadi perubahan pola belanja masyarakat.
"Dan ketika kebutuhan untuk menunjukkan aktualisasi kelas menengah timbul, sedangkan pendapatan tidak meningkat dia harus memilih. Apa yang saya beli. Dan ternyata komoditi atau barang yang bisa menunjukkan eksistensinya mereka sebagai kelas menengah adalah jalan-jalan," ujar Ari di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (9/10). Sumber
Berarti prioritas masyarakat yang tadinya mungkin pada baju baru atau gawai baru berubah menjadi berwisata. Hal ini terbukti dari pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi pada kuartal kedua 2017 yang mencapai 10,88% dibanding periode yang sama tahun 2016.
Sebuah laporan  yang dikeluarkan oleh Cushman and Wakefield (sebuah perusahaan properti) yang dipublikasikan pada 27 Juni 2017, mengatakan bahwa peningkatan jumlah resto atau Food and Beverage outlet (F&B outlet) di pusat perbelanjaan didorong oleh cepatnya peningkatan jumlah pengeluaran untuk makan di resto.
Laporan ini juga mengatakan bahwa pengeluaran untuk F&B dunia akan bertumbuh sekitar 7,4% per tahun sampai dengan tahun 2026. Untuk itu perlu penyesuaian bagi pusat belanja untuk dapat memenuhi keinginan konsumen mendapatkan pengalaman belanja yang lengkap dengan tempat bersosialisasi dan bersenang-senang.
Keinginan ini bisa dipenuhi dengan penambahan restoran yang berkualitas dan kekinian.
Pengeluaran F&B Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 10,1% per tahun sampai dengan 2020. India akan tumbuh sebesar 13,1% dan Filipina akan tumbuh sekitar 9,6% sedangkan China diperkirakan tumbuh sebesar 10,7%
Temuan dalam laporan ini juga diperkuat oleh artikel di Theatlantic.com yang mengatakan bahwa generasi Milenial di Amerika Serikat, lebih banyak membelanjakan uangnya untuk makan di restoran dan hangout di bar.
Dua hal yang sangat menarik, adanya kemungkinan bahwa masyarakat Indonesia lebih mementingkan berwisata dan adanya peningkatan pengeluaran biaya makan di resto di masyarakat dunia, termasuk Indonesia.
Pertanyaannya adalah apakah ada hubungan antara keinginan eksis di media sosial dengan perubahan pola belanja?
Kemungkinan itu saya pikir ada. Saya pribadi terkadang heran dengan kebiasaan beberapa teman yang bukan hanya wanita tetapi juga pria yang langsung menghentikan saya untuk mulai makan. Pada saat kami berkunjung ke sebuah restoran.
Foto makanan!Â
Menjadi sebuah tradisi sebelum makan.
Perkembangan Facebook yang kemudian diikuti oleh Path, Snapchat dan terakhir Instagram saya pikir berpengaruh dengan perubahan pola belanja ini. Sehingga semua orang berlomba-lomba untuk memamerkan foto makanan, restoran dan tempat wisata. Â Kecuali saya, karena saya hanya punya Facebook hehehe (bisa jadi kudet).
Apakah memang begitu?
Referensi
- Shifting Consumer Habits Behind Growth in Global Eating Out Market (Cushman and Wakefield)
- Why do Millenials Hate Groceries?
Salam
Hanya sekadar berbagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H