Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akan segera membentuk Detasemen Khusus Tindak Pidana Tipikor (Densus Tipikor). Dalam rapat kerja bersama Polri (Senin, 17/7/2017) , komisi III DPR mendesak Tito Karnavian (Kapolri) untuk segera membentuk Densus Tipikor. Desakan ini menjadi salah satu kesimpulan resmi dalam forum rapat kerja antara komisi III dan Kapolri.
Tito mengatakan pembentukan Densus Tipikor akan membantu mencegah dan memberantas korupsi dalam skala besar maupun skala kecil. Sebab kepolisian memiliki jumlah personel dan jaringan yang lebih luas dari tingkat polres sampai dengan Mabes Polri.
"KPK memang kelebihan utamanya relatif sulit untuk diintervensi karena bukan bagian dari pemerintah. Tetapi kalau soal kemampuan, Polri pun mampu" kata Tito (Harian Kompas Selasa 18 Juli 2017)
Saya setuju dengan DPR bahwa Polri perlu membentuk Densus Tipikor. Karena walaupun KPK sudah banyak membongkar kasus korupsi namun korupsi tidaklah berkurang. Dengan pembentukan Densus Tipikor maka perlawanan terhadap tindak pidana korupsi akan semakin kuat dan dengan jaringan Polri maka korupsi sampai tingkat daerah kecil pun semoga bisa dibongkar.
Namun di sisi lain, DPR berusaha dengan keras untuk mencoba mengganggu kerja KPK, dengan pembentukan Pansus Angket KPK. Membuat saya bertanya, apakah motivasi DPR mendorong pembentukan Densus Tipikor, murni untuk memberantas korupsi?
Pada tanggal 3 Juli 2017, Fahri Hamzah mengatakan bahwa keberadaan Komnas HAM dan KPK tidak diperlukan. Fahri juga mengusulkan ke Presiden Joko Widodo agar kedua lembaga tersebut dibubarkan  "Gunanya apa buat kita? Ngabisin uang. Termasuk Komnas HAM, KPK. Karena ini fungsinya ada dalam negara. Makanya mereka disebut state auxiliary agency itu karena pada dasarnya fungsi ini ada dalam negara tapi dulu dianggap enggak efektif, ini dianggap diperlukan. Sekarang kalau fungsinya dianggap ada dalam negara ya ngapain? Ini bubarkan aja,"katanya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/7). Sumber
Desakan pembentukan Densus Tipikor sudah dilakukan DPR sejak bulan Mei 2017 dalam rapat kerja antara komisi III DPR dengan Kapolri Selasa 23 Mei 2017. Usulan ini muncul dari salah satu anggota Fraksi Partai Gerindra, Wenny Warouw pada saat rapat berlangsung. Wenny mengusulkan agar Polri segera mengambil alih tugas KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi. Dia pun yakin Polri memiliki kapasitas untuk mengambil alih peran tersebut.
Wenny menambahkan, tugas ini perlu didukung dengan pembenahan struktur melalui pembentukan organisasi yang mendapat jatah anggaran khusus. Dia juga mengklaim tidak takut disebut akan melemahkan KPK dengan usul ini. " Tidak, kalau polisi kuat kan balik dong, kan dulu polisi tidak kuat, itu ke KPK. Sekarang polisi sudah kuat, masa itu lembaga ad hoc mesti dipertahankan, gitu loh pemikirannya" kata Wenny. Sumber
Ketiga hal tersebut, membuat saya berpikir ulang. Pada saat ini saya mengambil kesimpulan bahwa motivasi DPR mendorong pembentukan Densus Tipikor adalah tidak murni untuk memberantas korupsi.
Kemungkinan pertama adalah DPR berharap ada tumpang tindih antara atau perang antara KPK dan Polri sehingga pemberantasan korupsi akan terganggu. Namun menurut Kepala Humas Polri Irjen Setyo Warsito, Densus Tipikor tidak akan tumpang tindih dengan KPK. Namun malah akan saling menguatkan. Kompas.com
Kemungkinan kedua, rakyat sampai saat ini sangat mendukung KPK. DPR yang melihat dukungan yang sangat kuat mungkin berpikir untuk menyiapkan suatu badan pengganti KPK yaitu Densus Tipikor. Sebelum mencoba membubarkan KPK, agar rakyat tidak terlalu marah.