"Sebagai tindak pidana sekarang, dia (korupsi) sudah mengalami pergeseran dari extraordinary menjadi ordinary crime. Tetapi yang menjadi extraordinary bukan kejahatannya, tetapi badan yang menegakkan hukum," ujar Benny K Harman (Fraksi Demokrat) Ketua Panitia Kerja RUU KUHP di gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis (6/7/2017).
"(Korupsi) semakin marak saja, kejahatan biasa. Dilakukan oleh orang-orang biasa, mulai kepala desa," sambungnya. Sumber
Apakah benar begitu?
Korupsi e-KTP yang diindikasikan melibatkan DPR , Kementerian Dalam Negeri serta swasta, memakan uang rakyat sebesar Rp2,3 Trilliun. Jika tidak terjadi sekarang ini Indonesia sudah memiliki sistem pencatatan kependudukan yang sangat canggih. Dengan satu kartu, mungkin kita tidak perlu lagi memiliki kartu SIM (surat izin mengemudi), kartu NPWP, kartu BPJS kesehatan dan mungkin masih banyak lagi kartu yang datanya bisa dimasukkan ke dalam chip e-KTP.
Pemilu tidak perlu repot lagi mendaftar, tinggal sediakan mesin pembaca kartu di TPS yang terhubung dengan internet. Sehingga orang bisa mencoblos di manapun juga, Â tanpa perlu repot ke TPS yang jauh. Atau jika uang tersebut digunakan untuk beasiswa,berapa banyak rakyat yang bisa memperoleh pendidikan. Investasi untuk membangun pos lintas batas hanya sekitar rata-rata Rp. 130an Milyar, berarti kurang lebih bisa dibangun lebih dari 100-200 pos lintas batas. Investasi terminal 3 bandara Soetta sekitar Rp. 5 Trilliun, berarti kurang lebih setengahnya sudah bisa dibiayai dengan uang yang dikorupsi ini.
Belum lagi, Ketua pansus hak angket KPK adalah Agun Gunandjar Sudarsa (Fraksi Golkar). Yang disebut menerima dana sebesar USD 1 Juta (satu juta dolar AS) dalam kasus mega korupsi e-KTP. Apakah semuanya ini mengindikasikan bahwa korupsi bukan lagi kejahatan luar biasa?
Luar biasa memang DPR Republik Indonesia
Contoh yang diberikan Benny adalah karena kepala desa sudah melakukan korupsi maka korupsi bukan kejahatan luar biasa, karena kepala desa adalah orang biasa. Mari kita berandai-andai, bayangkan sebuah desa mendapatkan dana desa Rp XXX yang sebenarnya bisa digunakan untuk membangun jalan ke desa tersebut agar petani mudah menjual hasil pertaniannya, pelajar mudah untuk mencapai sekolahnya. Dana tersebut dikorupsi 50 persennya, jalan tidak bisa terbangun. Desa ini yang seharusnya bisa berkembang dalam waktu 2 tahun dengan adanya jalan yang bagus. Karena dana desa dikorupsi butuh waktu 10 tahun. Warga desa harus menderita selama 8 tahun karena dana pembangunan dikorupsi.Â
Apakah ini hal yang biasa?
Sekali lagi,luar biasa DPR Republik Indonesia
Korupsi adalah kejahatan luar biasa, terlebih lagi jika yang melakukan korupsi adalah orang yang dipilih oleh rakyat untuk mewakilinya. Korupsi adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan yang diberikan oleh rakyat. Jika DPR masih mengakui dirinya adalah wakil rakyat, terus terang saya bingung rakyat mana yang diwakili?
Semakin masifnya korupsi yang sudah lengkap dilakukan di semua lembaga tinggi negara Eksekutif, Yudikatif, Legislatif dan juga lembaga pengawas BPK. Seharusnya menyadarkan semua orang bahwa Indonesia sudah dalam taraf darurat korupsi, bukan malah korupsi dianggap hal yang biasa.
KPK bukan hanya diperlukan di negara ini, tetapi sangat, sangat dan sangat diperlukan. Dengan banyaknya OTT dan penangkapan oleh KPK, korupsi bukannya berkurang malah semakin masif. Saya juga melihat adanya usaha DPR untuk melemahkan KPK dengan pembentukan Pansus Angket KPK.
Jika sebelumnya saya masih belum setuju dengan perlunya hukuman mati bagi koruptor. Â Melihat perkembangan sekarang ini, saya pikir Indonesia sudah perlu memberikan hukuman mati bagi koruptor dengan tingkat korupsi tertentu.
Apakah Korupsi hanya Kejahatan Biasa?
Â
Salam
Hanya sebuah pemikiran yang mungkin saja ngawur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H