Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama FEATURED

Polemik Transportasi Online: Pada Akhirnya Konsumen yang akan Memilih

20 Maret 2017   08:39 Diperbarui: 28 Maret 2018   11:27 5252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transportasi daring  mulai populer semenjak Uber berdiri. Banyak perusahaan transportasi daring yang muncul setelah itu. Didi Chuxing di China yang akhirnya malah mengakuisisi Uber China di tahun 2016. Grab dari Malaysia yang saya lihat cukup mampu bersaing dengan Uber khususnya di Asia Tenggara.

Indonesia juga tidak ketinggalan dengan munculnya Gojek, yang membuat saya bangga sebagai warga negara Indonesia. Konsep Gojek yang fokus pada transportasi daring berbasis motor, sekarang  juga ditiru oleh Uber dan Grab

Uber muncul dengan konsep ride sharing, yaitu membuat aplikasi untuk digunakan oleh pemilik kendaraan guna mencari penumpang yang mungkin searah dengan tujuan pemilik kendaraan.

Saat ini, menurut pendapat saya, konsep ini tidaklah lagi murni berjalan. Saya lebih suka mengklasifikan aplikasi transportasi ini sebagai solusi transportasi dengan metode  crowd sourcing . Mengapa?

Saya pernah membaca bahwa di Amerika, banyak supir transportasi daring yang menjadikan pekerjaan ini sebagai sumber pendapatan utama bukan lagi sambilan. Mereka memilih menjadi pekerja mandiri (self employed) dengan menggunakan aplikasi transportasi daring.

Hal ini juga terjadi di Indonesia, lebih banyak supir yang menjadikan pekerjaan menjadi supir transportasi daring sebagai sumber pendapatan utama. Untuk yang berbasis motor, mungkin lebih dari 90% sudah berhenti bekerja dan fokus ke transportasi daring. Hasil pengamatan dan diskusi dengan para supir Uber dan Grab mobil, banyak diantara mereka yang mantan supir taksi, pekerja yang akhirnya memutuskan keluar dari pekerjaaannya karena penghasilan lebih menjanjikan, mantan supir kantor, pensiunan dan lain sebagainya. Sangat sedikit atau jarang sekali supir Uber dan Grab yang saya temui yang hanya melakukan ini secara sambilan.

Sumber Inilah.Com
Sumber Inilah.Com
Yang menarik adalah,  semakin banyaknya supir memutuskan untuk menabung DP dan membeli mobil sendiri. Karena menurut mereka jika uang sewa dikumpulkan selama sebulan, sudah cukup untuk membayar cicilan mobil.

Para supir ini sudah menjadi pekerja mandiri. Mereka menyewa aplikasi transportasi daring untuk mendapatkan penghasilan secara mandiri.  Potongan yang dikenakan adalah sewa aplikasi.

Masih buruknya sistem transportasi di Indonesia, membuat banyak masyarakat yang menggunakan transportasi daring sebagai alternatif. Daripada harus gonta ganti kendaraan, mereka akhirnya naik ojek untuk langsung ke tujuan.

Menurut pengamatan saya dengan muncullnya transportasi daring pangsa pasar taksi juga meningkat.  Selain tarif yang relatif lebih murah dibanding taksi biasa. Banyak masyarakat juga merasa gengsinya naik.Karena dengan naik taksi daring, tidak ada yang tahu apakah mobil yang dinaiki taksi atau mobil pribadi.

Penolakan Transportasi Konvensional

Pemikiran saya mengenai transportasi konvensional didasarkan pada pengalaman di Jakarta.

Ojek pangkalan,sebelum munculnya transportasi daring, saya terkadang suka sakit hati. Karena tarif yang ditawarkan sangat tidak wajar menurut saya. Untuk jarak kurang lebih 3 km dan waktu tempuh 5 menit para ojek pangkalan bisa menawarkan tarif Rp. 20 rb. Maka cukup wajar jika akhirnya pengguna ojek pindah ke ojek daring.

Penolakan para ojek pangkalan membuat saya bertanya, mengapa mereka tidak bergabung ke ojek daring? Apakah karena biasanya santai di pangkalan, ngobrol, ngopi dan tinggal memberikan harga mahal ke pengguna untuk menutupi waktu santai tersebut?

Sekarang ini saya lihat sudah semakin berkurang jumlah ojek pangkalan. Mereka banyak yang ergabung ke ojek daring.  Beberapa yang saya pernah temui mengaku bahwa penghasilan lebih besar namun sedikit lebih capek.

Supir Angkot,beberapa kasus kecelakaan yang melibatkan angkot khususnya Metromini.  Pada saat disidik oleh polisi ditemukan bahwa yang mengemudikan angkot bukanlah supir utama, melainkan supir tembak. Dengan sistem setoran, memang dimungkinkan untuk membuat bisnis di dalam bisnis. Supir utama menyewakan kendaraannya kepada supir tembak.

Hal ini membuat saya bertanya, apakah para supir ini menolak karena sebelum ada transportasi daring penumpang cukup ramai. Sehingga dengan mudah mereka sewakan kendaraan ke supir tembak yang kebanyakan tidak punya SIM, sedangkan mereka bisa bersantai.

Menurut saya selain dari munculnya transportasi daring, menurunnya penumpang juga disebabkan oleh Transjakarta. Transjakarta memiliki bus yang cukup baik dan bertarif murah.

 Seharusnya para supir angkot dan pemilik angkot sadar, bahwa masyarakat membutuhkan pelayanan yang baik. Bus Metromini yang sudah digunakan sejak tahun 1970an sudah tidak layak digunakan. Jika para pemilik mengatakan tidak punya modal untuk mengganti, berarti ada yang salah dengan manajemen keuangan mereka.Sudah 40 tahun digunakan, masak tidak punya modal. Cara menyetir yang ugal-ugalan juga menjadi sebab pindahnya para penumpang.

Supir taksi, seperti yang saya sudah sebutkan, banyak supir taksi yang akhirnya pindah menjadi supir taksi daring. Alasan mereka adalah bisa menjadi pekerja mandiri, tidak harus mengikuti waktu kerja perusahaan dan bisa mengatur waktu mereka sendiri. Bonusnya menurut mereka, bisa menggunakan mobil untuk keperluan keluarga.

Tetapi banyak juga supir taksi yang bertahan, dengan alasan masa kerja mereka sudah cukup lama. Perusahaan taksi berlogo burung akan memberikan beberapa insentif untuk supir yang masa kerjanya cukup lama seperti bea siswa, bonus dan lainnya.

Penolakan para pekerja transportasi konvensional, menurut saya tidak ada gunanya. Hukum alam akan berlaku, konsumen yang akan menentukan pilihan. Mana yang lebih baik untuk mereka.

Bukti dari hukum alam ini adalah dengan majunya perdagangan daring. Retail tradisional akhirnya terpaksa masuk ke perdagangan daring karena tidak ingin pangsa pasarnya tergerus. Di Indonesia perusahaan retail seperti Alfamart, Indomaret, Hypermart, MAP dan Matahari sudah melakukan hal itu.

Aturan Pemerintah

Ada beberapa hal yang menurut pendapat saya akan menghambat perkembangan transportasi daring di Indonesia dan berpotensi merugikan konsumen.

STNK yang wajib diubah ke atas nama badan usaha. Menurut pendapat saya hal ini akan menyulitkan para supir daring. Dengan menjadi anggota koperasi sebenarnya sudah cukup, karena konsep koperasi adalah setiap anggota adalah pemilik atau boleh dibilang pemegang saham. Untuk apa STNK diubah ke atas nama badan usaha.

Tarif batas atas dan batas bawah. Hal ini akan merugikan konsumen karena pasti akan menyebabkan tarif akan naik bahkan sama dengan taksi konsvensional. Jika tujuannya untuk melindungi pengusaha taksi konvensional pemerintah bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan memberikan pengurangan pajak. Selain itu seharusnya pengusaha taksi konvensional melakukan terobosan dan inovasi untuk menghadapi transportasi daring bukan meminta perlindungan pemerintah. Seperti yang sudah dilakukan oleh pengusaha retail.

Pool,para supir daring adalah pekerja mandiri yang kebanyakan hanya memiliki 1 kendaraan untuk apa perlu pool.

Dalam melakukan uji publik terhadap aturan baru ini, saya tidak tahu apakah suara para supir daring sudah terwakili. Karena menurut pendapat saya persaingan taksi konvensional dan taksi daring bukan lagi persaingan pengusaha melawan pengusaha. Tetapi pengusaha melawan pekerja mandiri.

Grab, Uber, Gojek dan lainnya hanyalah penyedia aplikasi. Yang perlu dilakukan pemerintah adalah menjaga agar tarif sewa aplikasi atau potongan yang dikenakan tidak memberatkan para supir daring.

Adanya transportasi daring bisa menurunkan tingkat pengangguran, dengan semakin banyak masyarakat yang menjadi pekerja mandiri.

Sia-sia untuk melawan kemajuan. Bagaimana menyikapi kemajuan agar bisa menghasilkan hal yang positif adalah yang perlu dilakukan.

Rangkul kemajuan atau Anda akan terlindas

Salam

Sumber bacaan

Sebuah pemikiran untuk kemajuan Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun