Mohon tunggu...
Ronald Rofiandri
Ronald Rofiandri Mohon Tunggu... -

Agency & Researcher

Selanjutnya

Tutup

Politik

FAQ tentang Kinerja DPR Sepanjang 2010

30 Mei 2011   21:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:02 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PSHK menilai, anggota DPR masih berada dan terjebak pada pusaran masalah yang, lagi-lagi kami sampaikan, masih disebabkan oleh faktor yang sama. Kalaupun ada kita temukan terobosan-terobosan dan perbaikan, hal demikian hanya bertahan lama dan sebatas pada inisiatif individu-individu, belum melembaga atau tidak mampu menular kepada wajah DPR secara institusional.

Sebagai contoh, sikap tidak puas masyarakat tertuju pada kinerja legislasi DPR. Target Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2010 sebanyak 70 RUU ternyata tidak tercapai, bahkan separuhnya. Kenyataan ini kontras dengan fungsi pengawasan yang terlihat begitu masif. Tercatat, DPR sudah membentuk 32 panitia kerja (panja) untuk melaksanakan fungsi pengawasan. Sebenarnya tidak ada yang keliru. Semua fungsi DPR sama penting. Namun, sebagai konsekuensi lembaga legislatif, tentunya titik tekan ada pada fungsi pembentukan undang-undang. Persoalannya adalah fungsi pengawasan yang sedemikian kencang tapi tidak diikuti capaian kinerja legislasi secara signifikan. Atau dengan kata lain, dinamika dan determinasi fungsi pengawasan DPR pada tahun pertama tidak berimbang atau terwujudkan pula pada pelaksanaan fungsi legislasi, yang setidaknya bisa kita lihat pada tingkat kedisiplinan dan kontribusi yang diberikan.

Q: Apa faktor penyebab kinerja DPR khususnya di bidang legislasi belum memuaskan?

A: Dukungan teknis yang secara kualitas maupun kuantitas belum mencapai standar minimal yang mampu mendongkrak kinerja DPR, termasuk untuk fungsi legislasi. Dukungan teknis yang saya maksud adalah tersedianya tenaga ahli yang mumpuni dan dapat selalu diandalkan, yang efektif memenuhi kebutuhan dan mendukung kerja anggota DPR. Persoalan tenaga ahli cukup komplek, mulai dari tahap rekrutmen, pembinaan, hingga evaluasi. Hingga sekarang masih ditemukan anggota DPR yang belum tahu cara memaksimalkan peran tenaga ahli, atau bahkan keberadaan unit-unit pendukung seperti peneliti, perpustakaan, atau sumber-sumber data dan informasi yang berada di lembaga-lembaga penelitian, baik nasional maupun internasional.

Selain tenaga ahli, persoalan berikutnya ada pada (i) mekanisme pengolahan dan tindak lanjut aspirasi (yang diperoleh saat kunjungan kerja dan forum dengar pendapat) dan (ii) publikasi hasil-hasil rapat alat kelengkapan yang belum berjalan dan teruji efektif. Kalaulah sementara ini kita menganggap praktek publikasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah yang sudah baik, maka DPR yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum MK berdiri, seharusnya bisa lebih baik. Asalkan memang DPR mau berinvestasi dan menyediakan manual yang mengarahkan pihak fraksi dan Setjen DPR mendokumentasikan secara tepat semua aspirasi yang masuk dan rapat-rapat alat kelengkapan, untuk kemudian diolah dan dipublikasikan segera dan mudah dijangkau.

Q: Terkait kegagalan capaian Prolegnas, apa yang sudah PSHK identifikasi?

A: Secara umum, penyebab dari kegagalan capaian target Prolegnas adalah model perencanaan legislasi yang melebihi kemampuan dan beban kerja penyelesaian, baik di tahap penyusunan maupun pembahasan. Persoalan lambannya kinerja legislasi bersifat sistemik, tidak bisa disentralisasikan penyebabnya hanya ke satu pihak. Baik Pemerintah maupun DPR punya andil. Akar masalahnya ada di desain perencanaan legislasi (Prolegnas) yang penyiapannya tidak disertai naskah akademik dan naskah RUU, semata-mata judul dan urut-urutan yang ternyata juga tidak menunjukan prioritas.

Faktor klasik seperti kedisiplinan dan kapasitas yang tidak merata diantara anggota DPR turut mempengaruhi lambannya kinerja pembentukan undang-undang. Selain itu, baik DPR maupun Pemerintah terkadang masih bertindak lamban di tingkat penyiapan (misalnya di alat kelengkapan DPR maupun kementerian), termasuk terbitnya Surat Presiden (Surpres) ataupun penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah/DIM (baik dari Pemerintah maupun DPR).

Q: Rekomendasi apa yang digagas PSHK?

A: Profil seorang anggota DPR tidak bisa kita lepaskan dari perjalanan sebelum (terpilih) mendapatkan kursi di parlemen (baik pusat maupun daerah), dilantik, dan akhirnya bekerja. Bahwa kemudian kita sekarang berhadapan dengan perilaku buruk saat mereka sebagai anggota DPR, juga disebabkan adanya peran partai politik (melalui kehadiran fraksi) dan sistem, yang dalam hal ini adalah UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), Tata Tertib (Tatib), dan Kode Etik DPR.

Kita tidak bisa melepaskan atau mengabaikan perilaku buruk dan kinerja DPR yang rendah tanpa kontribusi (di awal). Kita berbicara aspek input, dalam hal ini adalah sistem partai politik dan sistem pemilu, yang masih menyimpan sejumlah persoalan hingga hari ini. Mulai dari fungsi partai politik, perekrutan calon anggota legislatif, penentuan sistem pemilu yang berpengaruh terhadap jangkauan efektifitas tingkat representasi anggota DPR hingga evaluasi kinerja. Dengan demikian, sasaran perbaikan harus meliputi pula revitalisasi partai politik dan pembenahan sistem pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun