Jessie mendengus kesal ketika dia menerima telepon dari Stefan, tunangannya setengah jam yang lalu, Stefan sekarang berada di rumah sakit umum di Sidoarjo, merawat ibunya yang semalam jatuh sakit dan penyakitnya tidak kunjung sembuh.
“Tidak bisa ya melihat orang santai di hari minggu ini?” kata Jessie menggerutu sambil mengemasi barang-barangnya ke dalam tas kecilnya yang berwarna merah jambu itu. Sesekali dia melirik layar ponselnya, dia sudah memesan ojek online setengah jam yang lalu, tetapi ojek pesanannya tak kunjung datang. “Ditambah ojek yang tidak bisa diajak kerja sama!” Mukanya terlipat-lipat seperti baju yang berada di dalam tas kecilnya. Setelah beres semuanya, dia berjalan menuju ruang tengah kosannya, tidak lupa dia mengunci kamar kosnya.
Kakinya melangkah dengan sangat malas, kunci kamar kosnya diputar-putar menggunakan telunjuknya. Tak lama kemudian terlihat olehnya seseorang dnegan menggunakan rompi seragam ojek online yang berwarna hijau itu muncul, tak perlu berbasa-basi dia segera menghampiri ojek online itu.
“Lokasinya seperti yang saya beritahu tadi ya mas…” ujarnya sambil memasukkan kunci ke dalam tasnya, ketika dia hendak mengangkat wajahnya dan mengambil helm yang diberikan oleh supir ojek online itu, Jessie terperangah. “Niko?” dia yang semula kesal mendadak menjadi seperti orang paling bodoh sedunia.
“Jessie?” balas Niko hampir bersamaan. pemuda itu menunjuk wajah Jessie dengan kaget setengah mati. Bagaimana bisa mantan kekasihnya itu bisa menjadi pelanggan ojek online-nya?
Jessie ragu-ragu untuk menerima helm dari Niko, mantan kekasihnya yang sudah dia putuskan setahun yang lalu, dia bahkan berusaha menghindari Niko, tetapi kenapa takdir justru mempertemukan mereka dalam kondisi seperti ini? kakinya seketika itu melemas. Dia memutar otaknya, apa dia lebih baik memesan ojek online lagi? Tapi, waktu tidak akan cukup untuknya menunggu lagi.
Dengan enggan dia memakai helm yang diberikan Niko padanya dan duduk di belakang Niko, dia mengambil jarak sejengkal setengah dari punggung Niko, dia beruntung memiliki tubuh yang mungil sehingga dia tidak perlu repot-repot merapatkan tubuhnya dari Niko, mantan kekasihnya.
Jantung Niko berdebar sepuluh kali lipat dari biasanya, entah antara senang atau takut, dia mendapatkan pelanggan yang adalah mantan kekasihnya sendiri. Niko segera melajukan sepeda motornya meninggalkan bangunan kos tempat Jessie tinggal.
Niko mengamati sekilas wajah Jessie yang menggunakan helm berwarna hijau itu sedang tertunduk, entah tertunduk malu atau tertunduk agar dia bisa menghindari kontak mata dengan Niko.
“Kamu apa kabar?” tanya Niko dengan akrab, dia berusaha membuka percakapan di antara mereka. Jessie tetap tidak merespon pertanyaan Niko.
Jessie masih tertunduk.