Artikel ini mengenai mutu siaran di Indonesia.
Pendahuluan
Dunia broadcasting (TV dan radio), sistem rating dan lembaga pengawasan (KPI, LSI, KPAI) adalah tiga elemen utama dalam identifikasi permasalahan bisnis broadcast. Ketiga pihak ini adalah kunci perbaikan mutu siaran.
Masalahnya, masing-masing pihak memiliki masalah yang fundamental tapi tidak ada yang mencoba untuk memperbaikinya. Maka agak sulit menentukan langkah-langkah perbaikan mutu secara nasional.
Kita langsung ke permasalahan. Tulisan ini hanya menyampaikan garis-garis besarnya saja.
Pihak ketiga: Lembaga-lembaga pengawasan
a. Ajang Popularitas lembaga-lembaga pengawas.
Perilaku yang paling mencolok dari lembaga-lembaga yang mengawasi dunia broadcast adalah mereka seolah hanya buka suara pada momen viral 'pilihan' mereka saja.Â
Jika sudah ramai diperbincangkan media dan netizen, mereka angkat suara. Jika 'insidennya' tidak populer, sepi. Dan yang mereka lakukan kelihatannya hanya bersuara, minim tindakan.
Pengawas resmi yang khusus mengawasi dunia siaran ini di antaranya adalah KPI, LSI dan DPI (Dewan Pers Indonesia). Dari disiplin lain bisa juga Komnas HAM dan KPAI, dan lain sebagainya.
b. Dasar pemahaman yang labil dan regulasi yang tidak kuat.
Lalu permasalahan mereka adalah dasar dari pandangan mereka ketika mengawasi siaran-siaran.
Contoh dalam siaran berita, ketika ada headline di media mengenai petugas sekolah mencabuli murid-murid sekolah, KPI dan KPAI akan bersuara mengenai penayangan wajah para korban.Â
Tapi di sisi lain, ketika televisi menayangkan perilaku artis/selebriti yang mengeksploitasi anak mereka untuk kegiatan bisnis, suara para 'pengawas' sepi, karena mungkin dianggap lumrah; sudah biasa.
Demikian juga sensor atas kegiatan kekerasan. Unsur darah di film-film Barat dijadikan black and white, paha dan dada wanita di-blur, adegan menodong dan memukul/menendang di-cut.