Menyimak pernyataan-pernyataan Prabowo mengenai kekuatan militer Indonesia, ada benarnya tetapi ujung dari pemikirannya mengapa menjadi anomali?
Semua orang juga tahu bahwa Indonesia termasuk negara berkembang. Bukan negara maju apalagi negara adidaya. Kita tidak punya persenjataan secanggih negara-negara adidaya, apalagi persenjataan nuklir. E-KTP saja masih dikorupsi!
Prabowo mungkin benar bahwa jika terjadi invasi ke wilayah Indonesia, kita mungkin akan kesulitan membiayai arsenal dan ransum kita. Tidak sampai 3 bulan, kita akan kalah karena kehabisan peluru.
Sebagai orang yang familiar dengan strategi perang, semestinya Prabowo paham bahwa perang masa kini tidak berjalan seperti itu, head to head seperti di Counter Strike atau Point Blank. Di mana kalau kehabisan peluru, game over.
Yang dibicarakan kan perang skala internasional antar-negara di jaman milenial; pasti faktornya adalah politik luar dan dalam negeri, ada pertimbangan-pertimbangan kepentingan lalu ada sekutu-sekutu.
Indonesia bukan satu-satunya negara yang sedang berkembang. Menghadapi segala tantangan politik dunia, yang dilakukan negara-negara berkembang adalah terus berupaya meningkatkan ekonomi nasional masing-masing dan mencegah negara-negara berperang dengan ikut menjaga kestabilan politik dalam negeri.
Kita harus bersyukur, Indonesia bukan sembarang sedang berkembang. Berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB), Indonesia berada di peringkat ke-16, mengalahkan Belanda, Arab Saudi dan Singapura.
Bukan sepele, data tersebut dikonfirmasi setidaknya 3 lembaga dunia: IMF, World Bank dan PBB pada tahun 2017-2018. Artinya, perekonomian nasional Indonesia sedang berkembang pesat.
Bukan tidak bisa kita menghabiskan dana untuk kekuatan militer, tetapi strategi Jokowi lebih matang dan dewasa. Ada skala prioritas dalam pembangunan nasional!
Hal yang tidak dipikirkan tokoh-tokoh seperti Hitler dan Kim Jong Un, dan Prabowo. Mereka tergesa-gesa membangun kekuatan militer tapi perekonomian masyarakatnya minim sekali.
Kita lihat Korea Utara memiliki fasilitas persenjataan nuklir, tapi pada indeks perekonomian international mereka berada di urutan terbawah dengan skor: 0,9. Indonesia tidak punya senjata nuklir tetapi skornya: 64,2. 9 (versi The Herritage Foudation dan Wall Street Journal).
Artinya rakyat kita lebih makmur ketimbang rakyat Korea Utara.
Kita juga bisa belajar dari Hitler, perekonomian Jerman di bawah pemerintahan Nazi dulu. Mereka dengan arogan memutuskan ber-swasembada ekonomi untuk membiayai militer dan perang mereka.
Akhirnya, saat nilai pertumbuhan ekonomi dunia saat itu meningkat, perekonomian dalam negeri Jerman Nazi malah jatuh. Mereka menomor-sekiankan diplomasi.
Jerman Nazi menghabiskan dana untuk fasilitas militer yang hebat tapi perekonomian jatuh. Masyarakatnya miskin sampai-sampai ada periode dimana mereka memaksa kerja rodi pada masyarakatnya sendiri; kalah juga.
Jadi benarlah strategi Jokowi untuk meningkatkan alutsista TNI dengan kemampuan seadanya terlebih dahulu sembari terus meningkatkan perputaran ekonomi nasional melalui pembangunan infrastruktur dan SDM.
Lagipula, pak Prabowo, pernahkah terpikir bahwa asing tidak perlu menginvasi Indonesia sebetulnya, mereka juga takut dicap sebagai penjajah lalu terkena sanksi internasional. Justru AS dan Rusia bukan berlomba untuk mengintimidasi Indonesia, mereka berebut simpati dari kita. Keuntungan bagi kita bahwa jika yang satu menyerang, yang lain akan membantu.
Asing cukup menggoyang isu Agama atau SARA sehingga stabilitas keamanan dan politik dalam negeri Indonesia yang kacau memberikan pintu masuk bagi asing untuk menguasai sumber daya dan ekonomi kita.
Jadi benarlah juga yang dikatakan Jokowi mengenai isu keamanan: Kita saat ini harus lebih fokus kepada konflik dalam negeri. Musuh kita yang terdekat dan lebih berbahaya daripada invasi asing.
Negara-negara berkembang seperti Indonesia mampu bertahan selama ini karena kita berdiplomasi satu sama lain. Kita melakukan bisnis dengan asing. Walaupun persenjataan negara-negara berkembang tidak sehebat negara adidaya, tetapi kita memiliki kekuatan untuk mendamaikan mereka yang berseteru dan kita mendapatkan kesempatan untuk membangun perekonomian dalam negeri.
Mengapa Prabowo menggunakan istilah-istilah yang seolah meremehkan dengan kata-kata "Mr. Nice guy", "diplomasi senyum-senyum" atau "Saya lebih TNI dari TNI"? lalu apa yang dapat masyarakat harapkan dari Prabowo? Sementara diplomasi adalah senjata utama negara-negara berkembang.
Kenyataannya memang yang harus diprioritaskan saat ini adalah pembangunan infrastruktur dan SDM terlebih dulu, bukan memperkuat militer secara besar-besaran seperti akan terjadi perang.
Nanti jika Jokowi membeli pesawat Stealth, Prabowo marah lagi karena masyarakat banyak yang pengangguran dan masih kelaparan. Sementara APBN memaksa setiap Presiden untuk memilih prioritas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H