Hal yang tidak dipikirkan tokoh-tokoh seperti Hitler dan Kim Jong Un, dan Prabowo. Mereka tergesa-gesa membangun kekuatan militer tapi perekonomian masyarakatnya minim sekali.
Kita lihat Korea Utara memiliki fasilitas persenjataan nuklir, tapi pada indeks perekonomian international mereka berada di urutan terbawah dengan skor: 0,9. Indonesia tidak punya senjata nuklir tetapi skornya: 64,2. 9 (versi The Herritage Foudation dan Wall Street Journal).
Artinya rakyat kita lebih makmur ketimbang rakyat Korea Utara.
Kita juga bisa belajar dari Hitler, perekonomian Jerman di bawah pemerintahan Nazi dulu. Mereka dengan arogan memutuskan ber-swasembada ekonomi untuk membiayai militer dan perang mereka.
Akhirnya, saat nilai pertumbuhan ekonomi dunia saat itu meningkat, perekonomian dalam negeri Jerman Nazi malah jatuh. Mereka menomor-sekiankan diplomasi.
Jerman Nazi menghabiskan dana untuk fasilitas militer yang hebat tapi perekonomian jatuh. Masyarakatnya miskin sampai-sampai ada periode dimana mereka memaksa kerja rodi pada masyarakatnya sendiri; kalah juga.
Jadi benarlah strategi Jokowi untuk meningkatkan alutsista TNI dengan kemampuan seadanya terlebih dahulu sembari terus meningkatkan perputaran ekonomi nasional melalui pembangunan infrastruktur dan SDM.
Lagipula, pak Prabowo, pernahkah terpikir bahwa asing tidak perlu menginvasi Indonesia sebetulnya, mereka juga takut dicap sebagai penjajah lalu terkena sanksi internasional. Justru AS dan Rusia bukan berlomba untuk mengintimidasi Indonesia, mereka berebut simpati dari kita. Keuntungan bagi kita bahwa jika yang satu menyerang, yang lain akan membantu.
Asing cukup menggoyang isu Agama atau SARA sehingga stabilitas keamanan dan politik dalam negeri Indonesia yang kacau memberikan pintu masuk bagi asing untuk menguasai sumber daya dan ekonomi kita.
Jadi benarlah juga yang dikatakan Jokowi mengenai isu keamanan: Kita saat ini harus lebih fokus kepada konflik dalam negeri. Musuh kita yang terdekat dan lebih berbahaya daripada invasi asing.
Negara-negara berkembang seperti Indonesia mampu bertahan selama ini karena kita berdiplomasi satu sama lain. Kita melakukan bisnis dengan asing. Walaupun persenjataan negara-negara berkembang tidak sehebat negara adidaya, tetapi kita memiliki kekuatan untuk mendamaikan mereka yang berseteru dan kita mendapatkan kesempatan untuk membangun perekonomian dalam negeri.