Sambungan dari bagian 3
“Ok Pri! Besok saya resign dari kantor dan restoran..!”
Hawanya panas sekali di Riau dan rasanya jauh dari mana-mana. Buah-buahan hasil panen sudah dimuat semua. Jefri ditemani dua orang kernet yang baru ia kenal. Yang berambut gondrong namanya Kodir, yang ada tato burung walet di tangan namanya Burhan. Mereka berdua terlihat sopan dan ramah. Jefri dan dua orang teman barunya itu berangkat dari Riau pada saat subuh sekitar jam setengah 5.
Perjalanan diprediksi akan memakan waktu 6-7 hari. Semuanya normal-normal saja. Mereka bertiga bersenda-gurau, mengobrol tentang ini-itu selama perjalanan. Sesekali Kodir meminta Jefri menepi agar dia bisa menerima telepon di pinggir jalan menjauh dari Jefri, seolah percakapannya tidak ingin di dengar.
Setelah menyebrang dari pelabuhan Bakauheni, Lampung. Kodir memberi tahu Jefri bahwa mereka diperintahkan untuk mampir terlebih dahulu ke Jakarta. “Ada surat-surat yang belum lengkap dan harus diselesaikan dulu..” kata Kodir.
“Oh, mungkin saya bisa lihat keadaan Sarah dulu sebentar..” Jefri berharap dalam hati.
Tiba di sebuah gudang yang besar dan terlihat tidak terawat, Jefri terkejut karena Kodir dan Burhan disambut bak pahlawan oleh segerombolan orang-orang yang..... yang terlihat seperti preman pasar dan......... dan........ mereka semua bersenjata!!
Jefri digiring ke sebuah rumah dua lantai.
“Ini sisa upah kamu Jef, Rp. 15 juta.. tugas kamu selesai.” kata Kodir sambil tersenyum lebar.
“Lho..?! Tapi kita harus bongkar muatan di Priok..” Jefri keheranan. Mengapa perjalanan berakhir di sini dan untuk apa senjata-senjata itu..??
“Ya, ga apa-apa, biar kami urus selanjutnya nanti. Kamu kan harus ke RS lagi.”
Jefri mengangguk setuju setengah tidak percaya. Ia pun bersiap hendak ke RS menemui Sarah. Tapi belum selesai menuruni anak tangga, tiba-tiba semua orang di dalam rumah itu mengambil senjata mereka dan berlarian menuju jendela-jendela yang sebagian besar sudah dilapisi papan-papan tebal. “Ada apa ini..!?!” ujar Jefri sambil ikut merunduk di salah satu kolong meja.
Tangan Jefri gemetar begitu hebat dan ia bermandikan keringat dingin. Tidak ada yang menjelaskan apapun kepadanya. Barulah ia sadar setelah mendengar percakapan-percakapan orang-orang di situ.
Mereka adalah sindikat narkoba! Mereka mengambil bugkusan-bungkusan berwarna perak dan cokelat dari balik timbunan buah-buahan yang mereka bawa dari Riau. Ya Tuhan, mereka memperalat Jefri dan sekarang Jefri adalah...... seorang kriminal..!
Di luar, pasukan polisi sudah mengepung tempat itu. Burhan terlihat panik dan ia melepaskan tembakan pertama ke arah polisi di dekat pagar. Tidak sampai hitungan menit, terjadilah baku tembak di antara mereka. Jefri tetap berlindung di bawah kolong meja ketakutan.
Aksi tembak-menembak akhirnya berhenti, tapi ini belum usai! Banyak di antara anggota sindikat narkoba itu berjatuhan mati tertembak. Kodir tertembak tepat di jantungnya dan Burhan tertembak di banyak bagian. Hanya ada 4 orang tersisa di dalam rumah itu termasuk Jefri!
“Gimana sekarang.. Kodir udah mati..” kata seorang penjahat. “Kita serang aja lagi, lebih baik mati daripada dipenjara..!!” jawab yang lain. Jefri segera menyanggah “Jaangaan.. berhenti!! Sudah cukup..! Saya punya anak istri.. kasihani saya.. saya tidak mau matii..!!” Tapi tidak satupun dari para penjahat itu yang memperdulikan Jefri. Baku tembak dilanjutkan!
Hanya dalam waktu sekitar 9 menit polisi berhasil menembak mati sisa 3 orang anggota sindikat tersebut. Jefri sangat kebingungan dan panik.. apalagi setelah ia melihat regu polisi mendobrak pagar. “Mereka Akan masuk ke rumah!”.
“Berhentiiiiii...!” teriak Jefri. Regu polisi langsung mengambil posisi bertahan kembali. Mereka pikir sudah tidak orang yang selamat di dalam. Dengan menggunakan pengeras suara, polisi mengultimatum Jefri untuk segera keluar menyerahkan diri atau polisi tidak akan segan menembak dirinya.
“Jangan mendekat! Kami masih banyak dan saya mau negoisasi..!” Jefri berusaha mengulur waktu untuk berpikir bagaimana cara keluar dari sini. Ia telah diperalat orang-orang jahat, ia dijebak!
Polisi percaya ucapan Jefri. Sebelumnya polisi mendapatkan laporan intel yang mengatakan bahwa jumlah komplotan itu ada sekitar 40-an. Tapi polisi tidak tahu Kodir cs tidak lebih dari 20 orang saja dan semua sudah tewas. Tinggal Jefri sendiri!
Jefri menghubungi Ervina melalui handphone dan langsung menceritakan semua kejadiannya. Ervina hampir tidak percaya dengan apa yang baru dia dengar. Dengan panik Ervina meminta Jefri untuk menyerahkan diri dan menceritakan apa adanya ke polisi. Tapi Jefri menolak dengan keras.
“Ayah sudah memegang 25 juta. Sarah membutuhkan uang ini.. Ayah ingin anak kita kembali seperti sebelumnya.. mereka ga akan percaya cerita ayah..”
Jefri mendekati salah satu sudut jendela dan berteriak menceritakan kejadian sebenarnya. Benar saja, polisi tidak dapat mempercayai cerita Jefri begitu saja. Ia harus ditangkap terlebih dahulu dan uang yang Jefri pegang harus disita sebagai barang bukti.
Kondisi kesehatan Sarah semakin buruk, ia sedang mengalami masa kritis di ICU. Jika ia tidak segera membayar kepada pihak RS. Penanganan medis kepada Sarah terancam dihentikan karena Jefri belum membayar sebagian besar biaya RS.
Jefri lalu membuka akun facebook-nya menggunakan laptop yang ada di rumah tersebut. Ia menceritakan panjang lebar mengenai apa yang sedang terjadi pada dirinya. Jefri berharap ada yang bisa membantu dirinya menghadapi masalah ini, sekarang juga. Pesan Jefri dengan mudah menyebar sangat cepat di media sosial. Tapi tidak ada satupun solusi yang menguntungkan Jefri. Jefri harus ditangkap atau...... mati tertembak!
Ervina sedang berada di luar ruangan ICU sambil menonton berita di TV. Sarah yang malang tersadar dan mendengar sayup-sayup percakapan para perawat yang sedang membicarakan Jefri. Kemudian Sarah berusaha memanggil salah satu perawat dengan suara pelan. Perlu beberapa kali memanggil sampai seorang perawat menghampiri Sarah. Sarah memegang tangan perawat tersebut dan berbisik kepadanya.........
........
Hari sudah gelap. Sekitar jam 7 malam itu, Jefri kembali membuka pemberitaan-pemberitaan mengenai kasusnya ini yang menjadi headline media-media. Ia mendapatkan dukungan moril dari teman-temannya. Pak Ben, Andro.. maafkan saya..........
Betapa terkejutnya Jefri ketika melihat berita salah satu media online yang berjudul “Ayah Jual Sabu, Anak Meninggal di RS”......
“Sa...sa..rah...Saraaah... Tidaaaaaaaaaaaak...!!” Jefri kebingungan luar biasa. Ia marah dan menjadi gusar, kecewa pada dirinya sendiri.
Jefri mengambil sepucuk senapan rakitan milik sindikat narkoba. Lalu ia menengadah ke atas menghela napas. Kemudian Jefri berlari menuju pintu dan keluar dari situ sambil mengacungkan senjata..
Daar..Daarr....Daaar..!
..........................
..........................
Apa yang Engkau lakukan Tuhan? Aku mencintai anak istriku. Aku berjuang keras menghidupi mereka. Aku telah dijebak kawanan penjahat, aku tidak tahu mereka membuat diriku menjadi jahat. Apakah ini arti dari mimpiku, sudah jatuh tertimpa tangga? Apa yang telah kulakukan sehingga menjadi begitu dosa di hadapanMu? Mungkin aku akan mendengar jawabanMu langsung... sekarang juga...
Nyawa Jefri tak terselamatkan. Ia tewas kehilangan banyak darah dalam perjalanan menuju RS terdekat.
..........................
Dua minggu kemudian, polisi menangkap penyebar berita palsu di media online. Media tersebut memberitakan bahwa seorang anak meninggal dunia pada saat ayahnya dikepung polisi karena terlibat penjualan sabu sebanyak 5kg.
Oh! Ternyata Sarah kecil masih hidup!! Sarah selamat!
Ervina dan Sarah begitu sedih dengan luka yang mendalam di hati. Sarah sudah mencoba memanggil ayahnya pulang. Ia berusaha menyampaikan pesan:
“Sarah ga mau berjuang ngelawan penyakit Sarah lagi, ayah. Sarah pingin ketemu ayah. Kalau Sarah ga bisa liat ayah lagi, Sarah ga mau berjuang lagi. Hentikan, Ayah! Pulang kesini sekarang liat Sarah.”
Seperti yang dituliskan perawat ICU berdasarkan ucapan Sarah, ketika Sarah berbisik. Tapi pesan itu tidak pernah sampai kepada sang ayah.
Jefri, semoga engkau tenang di alam sana.
Penulis: Ronald Hutasuhut, 2017
Dipublikasikan pertama kali di Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H