Bagian 1
“Jef..! Si pak Joko minta dibeliin nasi uduk mpok Reny tuh..”
“Ya.. siap! ................duitnya pak?”
“nih 25 rebu, kembalinye ambil aje..”
“Yee, makasih pak Ben, lumayan dapet 7 rebu”
“Iye.. udeh diambil, kembaliin kembaliannye ke pak Joko”
“...?!?”
Jefri bekerja di sebuah kantor perusahaan tekstil asing di Jakarta sebagai cleaning service. Usianya sekitar 30-an. Ia dan istrinya tinggal di rusun yang letaknya kira-kira 1 jam perjalanan dari kantor. Mereka tinggal dengan seorang putri bernama Sarah yang berusia 12 tahun, anak satu-satunya. Istri Jefri, Ervina, tidak bekerja. Ia hanya bertugas mendampingi putrinya setiap saat.
Walaupun penghasilannya tidak seberapa, tapi setiap hari Jefri menyelesaikan hari-harinya dengan bahagia. Sarah, putrinya, adalah karunia yang tak ternilai bagi Jefri. Sarah termasuk anak yang cerdas, parasnya cantik, mirip sekali dengan ibunya.
Setiap pagi Sarah selalu membuat lelucon untuk ayahnya. Sarah selalu menunggu ayahnya pulang kerja di depan pintu. Pada malam hari Sarah melanjutkan leluconnya setelah menceritakan kegiatannya selama satu hari.
“Hooaam.. kamu udah makan sayang? Ibumu masak apa?” Tanya Jefri ketika Sarah berlari menyambut ayahnya.
“Aku yang masak, ayah. Sop kentang kesukaan Ayah. Hihi..” Jawab Sarah.
“Masa? Pasti masakan anak ayah enak bingits”
“Enak dong, yah! Kan pake tangan ibu. Hihi.. hihi” Sarah tertawa lagi.
Tiada hari tanpa tawa Sarah, suara yang membuat pasangan Jefri-Ervina merasa bahagia setiap harinya. Pernah suatu hari mereka sedang kebingungan karena harus bayar listrik dan mereka bahkan tidak tahu harus makan apa besok. Tapi mereka menghadapi semua masalah dengan senyuman, dengan hati yang tulus dan sabar. Dan memang tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan keluarga Jefri, meskipun masalah datang silih berganti.
Sarah sudah tertidur di karpet depan TV. Ervina memandang ke arah suaminya itu keheranan. Tidak biasanya Jefri sediam ini. Jika ditanya, Jefri mengatakan tidak ada masalah apa-apa sama sekali. Ia hanya kelelahan katanya.
Setelah memindahkan Sarah ke kamarnya, Jefri dan istrinya tidur dengan pulas....
Keesokan harinya, seperti biasa Jefri mencium kening istri dan putrinya sebelum berangkat. Pagi itu ia tidak dapat berhenti tertawa mendengar lelucon Sarah. “Aku sungguh beruntung memiliki keluarga yang membuatku selalu bahagia” kata Jefri dalam hati. Jefri berangkat kerja dengan hati senang.
“Pak Jefri, tolong ambilkan stok materai di bawah ya.” Pak Joko adalah pemimpin perusahaan itu, ia atasan Jefri. Walaupun Jefri bekerja sebagai cleaning service, Jefri sering mendapatkan uang tips dari sampingannya menjadi office boy di kantor itu. Jefri turun ke bawah menggunakan tangga. Ia menitipkan materai yang dipesan pak Joko ke Mila, sekretaris atasannya.
Pada saat makan siang bersama teman-temannya, Jefri sedang mengambil teh dingin untuk minum ketika..
Praang..!!
Gelas yang dipegang Jefri jatuh dan pecah. Semua orang yang ada di kantin terkejut.
“Kenapa lu, Jef?” Tanya seorang teman. Jefri hanya tersenyum salah tingkah. Ia membersihkan bekas gelas yang jatuh dan langsung pergi ke atas lagi.
Sama seperti hari-hari kemarin, Sarah langsung berlari ke arah pintu karena ayahnya mengetuk pintu. Yang berbeda adalah pancaran cahaya dari mata Jefri yang redup. Ervina langsung menghampiri Jefri dan menuntunnya ke kursi. “Ayah kenapa?” tanya Sarah keheranan.
“Ayah ga kenapa-kenapa kok sayang. Tadi di kantor capek. Bolak-balik ke atas, ke bawah, ke atas lagi. Haha.. Ga apa-apa kok sayang. Gimana tadi di sekolah?” semuanya hanya terdiam.
“Mungkin kamu sakit, yah. Besok minta ijin aja ke Puskesmas.” Ervina membujuk Jefri untuk periksa ke Puskesmas. Tapi Jefri menolak. “Ayah cuma capek sayang..”
............................
“Aaakh..!”
Ervina terbangun mendengar Jefri yang tiba-tiba terduduk berkeringat dan berteriak. “Ayah! Ayah kenapa?”
Bersambung ke bagian 2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H