Saat inilah arus hubungan antara Presiden, DPR dan rakyat terjadi secara tidak beraturan dan sering berbenturan. Rakyat terpecah; DPR terpecah. DPR bisa mengatas-namakan ‘seluruh rakyat Indonesia’ yang jelas suaranya terpecah dan begitu juga dengan Presiden. Partai politik mampu membangun kekuatan massa dari ormas-ormas; Presiden bisa menggunakan TNI/Polri dan Presiden pun memiliki suara masyarakat dengan jumlah lebih banyak, ia seseorang yang menjadi Presiden karena dipilih masyarakat dengan jumlah terbanyak.
Demokrasi yang diterapkan di Indonesia tidak jauh berbeda dari politik yang digunakan penjajah nenek moyang kita, Devide et Impera, pecah-belah; sementara masyarakat banyak masih terjebak demokrasi emosi. Jika demokrasi terus dilakukan dengan cara seperti ini, kemajuan bangsa kita akan sangat lambat sekali.
B. Segitiga setan pada isu hukum
Contoh lain dari cara orang Indonesia memanfaatkan demokrasi adalah ketika kita menyikapi kasus hukum.
Yang DPR dan para pendemo tidak sadari adalah bahwa tidak semua orang mendukung aksi mereka. Hanya sebagian partai, beberapa ormas dan beberapa fraksi di DPR yang ingin sang Gubernur diberhentikan, tidak semua orang. Disinilah kekacauan dimulai. Semua merasa berhak berbicara dan mereka pikir mereka boleh memaksakan kehendak.
Suara rakyat boleh berbeda, tapi jika di dalam lingkungan DPR pun terpecah, lalu kapan bangsa ini mau maju? Untuk bersatu saja sulit. Apakah kita harus menentukan segala sesuatu dengan perang saudara, sebodoh itukah bangsa ini?
C. Segitiga setan dimana-mana
Hubungan segitiga setan hampir selalu terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Kesimpulan
Demokrasi yang Indonesia anut membentuk segitiga setan dimana DPR dan rakyat terpecah-pecah. DPR memiliki kepentingan politik yang berbeda-beda dan masyarakat memiliki kebutuhan yang berbeda-beda pula.