Mohon tunggu...
Filsafat Pilihan

Seperti Apa Sistem Pemerintahan Gereja yang Baik?

16 Mei 2018   15:25 Diperbarui: 16 Mei 2018   23:40 9580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sistem sinodal ini terdapat hubugan kerja antara gereja pusat dan lokal karena kewenangan dan pengambilan keputusan gereja didentralisasikan kepada gereja lokal sehingga  para pemimpin dan jemaat-jemaat dapat berpartisipasi langsung dalam pengambilan keputusan, dan menjalankan organisasi.

5. Evaluasi Sistem Pemerintahan Gereja

Kondisi pelayanan dan sejarah maupun tradisi setempat perlu diperhatikan agar faktor kontekstualisasi dapat memberikan dukungan terbaik untuk pemberitaan Injil. Namun demikian  jemaat secara keseluruhan harus waspada terhadap kelompok-kelompok yang  haus kekuasaan yang sering mengambil kesempatan didalam jemaat terutama terhadap gereja yang rohani jemaatnya belum dewasa.  Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangannya, karena itu kelemahan-kelemahan itu perlu dipikirkan dan ditutup. 

Gereja Roma Katholik, Ortodoks dan Anglikan dan Episkopal (Anglikan di USA)  sampai sekarang ini masih menerapkan Sistem Episkopal. Khususnya gereja Roma Katholik, tetap dapat mengatur gereja Katholik dengan baik diseluruh dunia karena dapat dengan ketat dan konsisten menjalankannya dan berhasil menanamkan kewibawaan Gereja dihadapan jemaat.  

Kuncinya adalah Kepemimpinan yang terbaik, komitmen kesetiaan dan pelaksanaan peraturan secra ketatdan konsisten. Zaman yang semakin terbuka tidak menjadi penghalang bagi gereja Katholik yang kekuasaannya sangat sentralistik itu terbuka terhadap segala kebutuhan pelayanan yang terus meningkat sesuai dengan perkembagan zaman sekarang ini.

Namun demikian, kedepan sistem pemerintahan gereja dan Kepemimpinannya juga akan terus mengarah kepada keterbukaan dan desentralisasi bahkan sistem struktur gereja mengarah kepada konggregasi mengingat semakin pentingnya efisiensi dan efektifitas  pelayanan gereja. Oleh karena itu, gereja-gereja manapun itu tidak dapat lagi terus-menerus bertahan pada zona nyaman, sentralisasi, apalagi terus mempertahankan gaya lama seperti Kepemimpinan Klerus atau kelompok  para pendeta. 

Tidak dapat lagi satu gereja dan para Pemimpinnya merasa gerejanya adalah gereja yang paling benar, sudah senior dan lebih berpengalaman, karena sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, meskipun sudah banyak umurnya, bukankah generasi jemaat terus berganti sehingga iman jemaat didalam gereja juga dapat mengalami pasang surut dari satu generasi  ke generasi apabila digembalakan dengan kualitas rendah.

Kembali kepada Sistem Pemerintahan Gereja, tidak ada lagi satu gereja yang benar-benar murni menerapkan salah satu sistem Episkopal atau Presbiterian atau Konggregasi, maka semakin banyak gereja sekarang ini yang menyukai  jargon  gereja A adalah Gereja A.  Sayangnya jargon ini sering dipakai oleh para Pemimpin yang sudah merasa berada di zona nyaman untuk bersembunyi, karena takut menghadapi perubahan. 

Padahal tuntutan zaman sekarang, di zaman teknologi informasi ini, pelayanan yang tulus dan berani menjadi hamba yang melayani seperti contoh Tuhan Yesus dan Para Rasul, adalah satu-satunya kunci agar gereja dapat dipercaya menyebut dirinya sebagai Tubuh Kristus dan layak menyampaikan Firman Allah, didengar dan dipercaya pemberitaannya.

 

6. Kecenderungan kepada Sistem Presbiterian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun