Adapun ayat-ayat yang dipakai dalam mendukung sistem ini adalah sama dengan ayat-ayat yang dipakai oleh para pendukung model Presbiterian, menunjuk pada  Kisah 6: 2-6 yang menyatakan, penunjukan beberapa penatua jemaat yang terkenal baik, penuh Roh dan hikmat untuk melaksanakan tugas pelayanan dan pengambilan keputusan didasarkan pada suara mayoritas (2 Korintus 2: 6).
Menurut para pendukung model ini, rasul Paulus juga mengajarkan bahwa Tubuh Kristus tidak bergantung pada satu orang, tetapi banyak. "Tetapi sekarang ada banyak anggota, tetapi satu tubuh" (1 Korintus 12:20). Selain itu Alkitab juga menyebutkan secara tidak langsung bahwa, hendaknya gereja juga tidak boleh memerintah dengan tangan besi, dan setiap orang yang hendak memimpin, haruslah dia menjadi hamba sesamanya (Markus 10: 42-45). Â
Terkait dengan pelaksanaan disiplin gereja dan keputusan-keputusan penting didalam jemaat, menurut para pendukung model  Konggregasi ini,  baik Tuhan Yesus maupun para Rasul memerintahkannya agar dilakukan diputuskan diantara saudara-saudara atau jemaat.
b. Kelebihan Sistem Konggregasi
Dalam zaman sekarang yang sangat menjunjung tinggi demokrasi di alam  kebebasan  ini, banyak orang menginginkan  sistem demokrasi juga dianut dan diterapkan didalam gereja sehingga Kepemimpinan gereja juga harus dapat dipertanggungjawabkan kepada jemaat. Tentu saja hal ini tidak selalu mulus, karena orang-orang yang bertemperamen otoriter sering juga ada didalam gereja dan mereka sering bereaksi menentang pemerintah gereja dengan model ini.
c. Kelemahan Sistem Konggregasi
Rasul Paulus selalu menunjuk dan mengangkat para penatua untuk memimpin jemaat-jemaat itu (Kis. 14:23), dan dia juga memerintahkan Titus untuk melakukan hal yang sama (Titus 1: 5). Jadi, Alkitab memang mengajarkan otoritas yang absah dalam hal kepemimpinan. Â Sebagaimana model Presbiterian, pemberian wewenang seperti ini memberi kekuatan yang sama kepada para Pemimpin jemaat yang berasal dari kalangan awam sehingga jika pendeta membuat marah jemaat, maka mereka dapat mengusirnya dengan mudah.Â
Padahal Pendeta di gereja haruslah merasa bebas untuk memimpin tanpa banyak dicampuri dengan urusan yang kurang penting. Disamping itu dalam hal gereja harus menghakimi terkait kasus-kasus disiplin gereja, pendeta kerap berada pada posisi yang terjepit ketika adanya keberfihakan didalam jemaat.
4. Sistem Pemerintahan Sinodal dan Campuran
Sebagaimana sudah dibahas, sistem pemerintahan gereja, secara umum, dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar tadi  tetapi dalam prakteknya ada beberapa bentuk variasi penggabungan dari sistem-sistem yang ada sehingga terkadang sulit bagi kita untuk mengidentifikasi secara spesifik sistem yang mana yang selama ini sudah diterapkan oleh suatu gereja, karena dalam beberapa hal mereka menganut Episkopal atau Presbiterian atau Konggregasi tetapi pada aspek-aspek tertentu mereka juga menggunakan aspek-aspek dari masing-masing sistem yang lain.Â
Istilah sinode atau synod (Inggris) yang berasal dari kata Yunani synodos, yang berarti "Orang Kristen berkumpul untuk membahas kegiatan pelayanan gereja." Gereja mula-mula melakukan pertemuan oikumene (konsili) atau Sinode gereja yang diikuti oleh wakil-wakil berbagai gereja. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa sistem pemerintahan gereja dengan model sinodal adalah sistem yang memberikan peluang kepada para pemimpin dan jemaat-jemaat untuk bersama-sama berpartisipasi langsung dalam pengambilan keputusan, dan menjalankan organisasi.Â