Mohon tunggu...
Romza M Gawat
Romza M Gawat Mohon Tunggu... Swasta -

Untuk kebaikan Bersama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mewaspadai Gerakan Medsos ala Saracen di Pilbup Nganjuk

31 Januari 2018   23:30 Diperbarui: 31 Januari 2018   23:55 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mewaspadai Gerakan Medsos Saracen di Pilbup Nganjuk

Oleh : Romza (Penggembira di Kota Angin)

Genderang "perang" Pemilihan Bupati-Wakil Bupati Nganjuk, Jawa Timur sudah ditabuh. Berbagai tahapan resmi sudah dilaksanakan penyelenggara Pilbup, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nganjuk. Salah satunya, pendaftaran Bakal Cabup-Cawabup Nganjuk beberapa waktu lalu. Dalam pendaftaran di KPU, ada tiga pasangan Bacabup-Bacawabup Nganjuk. 

Mereka adalah pasangan Novi Rahman Hidayat-Marhaen Djumadi, Siti Nurhayati-Bimantoro Wiyono, dan Desy Natalia Widya-Ainul Yakin.

Tiga pasangan bakal Cabup-Cawabup ini sudah memulai berbagai manuver politik untuk meraih suara masyarakat pemilih. Baik di dunia nyata, maupun di dunia maya atau biasa disebut media sosial (Medsos).

Dalam tulisan ini, penulis akan fokus pada perebutan simpati melalui Medsos. Sebab, atas keterbatasan yang tak disengaja, penulis masih mampu menelaah pergulatan di Medsos.

Dalam konteks perkembangan Pilbup Nganjuk di Medsos, lebih khusus di Facebook bisa dilihat di sejumlah grup. Terutama di Info Pilkada Nganjuk (IPN). Yes, grup ini selalu menarik perhatian untuk dipelototi setiap saat dan tempat.

Perbedaan pendapat, pertukaran informasi, "pemasaran" bakal Cabup-Cawabup terjadi di Facebook. Pengguna Medsos (netizen) pun selalu saja bergairah untuk merespon berbagai dinamika di dunia maya ini.

Bahkan tak jarang, perdebatan tak menghasilkan solusi terlihat di sejumlah postingan dan kolom komentar. Terlepas dari apapun tujuannya, dinamika ini beberapa kali bahkan sering terjadi.

"Menyerang" calon dari lawan juga mudah dilihat. Baik yang bernada sindiran, maupun yang terlihat tertuju pada seorang bakal Paslon. Semisal isu "rentenir", pemimpin perempuan, bukan asli putra daerah, dan lainnya.

Dari situlah kemudian, muncul ingatan terhadap fenomena kelompok Saracen beberapa waktu lalu. Kelompok Saracen, sindikat penyedia jasa konten kebencian, memiliki keahlian untuk mencaplok akun media sosial hingga membaca situasi pemberitaan. Kelompk ini dibongkar kedoknya oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.

Kelompok Saracen ini menggunakan lebih dari 2000 akun media untuk menyebarkan konten kebencian. Rilis resmi dari kepolisian menyebutkan bahwa akun yang tergabung dalam jaringan kelompok Saracen berjumlah lebih dari 800.000 akun. Dari penelusuran terhadap akun Facebook yang diduga milik salah satu tersangka, Sri Rahayu Ningsih, berbagai status yang diunggah lebih banyak berisi kritik terhadap pemerintahan Jokowi saat ini.

Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata alasan ekonomi. Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan mem-post berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan. Kelompok Saracen menetapkan tarif puluhan juta dalam proposal yang ditawarkan ke sejumlah pihak --- "Infonya sekitar Rp 72 juta per paket," ujar Kepala Bagian Mitra Divisi Humas Polri Kombes Pol Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta.

Angka tersebut meliputi biaya pembuatan situs sebesar Rp 15 juta dan untuk membayar sekitar 15 buzzer sebesar Rp 45 juta per bulan. Ada pula anggaran tersendiri untuk Jasriadi selaku ketua sebesar Rp 10 juta. Selebihnya, biaya untuk membayar orang-orang yang disebut wartawan. Para wartawan itu nantinya menulis artikel pesanan yang isinya juga diarahkan pemesan.(news.detik.com)

Dewasa Bermedsos

Apapun tujuannya, siapapun calonnya, alangkah baiknya apabila memanfaatkan Medsos lebih elegan. Tidak mudah menggunakan Medsos untuk hal-hal yang mengarah pada permusuhan. Apalagi bernuansa SARA lebih baik dihindari sebelum terjerat Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Parahnya lagi, apabila tujuannya menyerang calon yang bukan jagonya tidak dengan fakta dan data. Kemauan "yang penting serang" memungkinkan terjebak pada pidana. Apabila tidak bisa menahan emosi.

Melalui Medsos memang lebih mudah untuk mengekspresikan kemauan. Sebab, sesuai selera lebih mudah dilontarkan daripada disampaikan melalui lisan. Apalagi menggunakan smartphone yang tidak ada beban psikologis di hdapan orang banyak.

Betapa baiknya apabila Medsos digunakan untuk saling promosi program yang akan diterapkan para Paslon. Selain itu, begitu bijaknya apabila para timses memanfaatkan Medsos dengan kegiatan-kegiatan posistif jagoannya. Tidak justru sebaliknya jika Medsos hanya digunakan untuk saling menyerang.

Wallahu A'lam Bi Shawab

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun