Ilustasi Tempat Ibadah Di Ruang Publik/ Sumber : Pixabay..com
Semoga tidak ada yang baperan dengan judul tulisan kali ini. Ini murni adalah kegelisahan hati penulis menyaksikan betapa banyak ruang publik baik didaerah sendiri maupun daerah lain yang menempatkan posiisi musholla selalu di bagian belakang dan dekat dengan toilet. Efisiensi ruang selalu menjadi alasan utama. Tapi, dari sudut pandang penulis, hal ini jelas menunjukkan bahwa tempat ibadah dalam ruang publik sepertinya menjadi sesuatu yang kurang penting, sehingga lebih pantas untuk "disembunyikan" di bagian belakang.Â
Asumsi ini berlaku di ruang publik manapun yang pernah penulis temukan. Di pusat perbelanjaan, kompleks perkantoran, kompleks pendidikan, rumah sakit dan banyak ruang publik lainnya.Â
Ini bukan masalah megah atau tidaknya tempat ibadah, juga bukan tentang lengkap atau tidaknya tempat berkontemplasi kepada Tuhan Yang Maha Esa, namun lebih kepada posisi ruang yang selama ini seolah2 menjadi pelengkap dalam sebuah tata ruang sebuah kompleks ruang publik, setidaknya yang pernah penulis temukan.Â
"Ya kalau posisinya di bagian depan atau di tempat strategis lainnya, namanya rumah ibadah dong Mas, bukan lagi ruang publik", begitu tutur seorang kawan dalam menyikapi argumentasi yang penulis ajukan.Â
Make sense memang, namun jelas hal ini menunjukkan bahwa dalam penataan ruang untuk sebuah ruang publik hanya menonjolkan pada fungsi ruang publik tersebut, dengan membeirkan sedikit keberpihakan kepada ruang ibadah, sehingga dalam penempatannya, ditempatkan di bagian belakang, atau di tempat yang tersisa, agar tidak mengurangi fungsi utama dari ruang publik tersebut.Â
Hal ini tentu saja miris. Di sebuah negara dengan Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi salah satu dasar perikehupan negara, menjadikan tempat ibadah hanya sebagai pelengkap tentu menyalahi esensi dasar dari setiap manusia.
Sebuah ruang publik, tentunya menonjolkan pada pelayanan atas fungsinya, namun dalam dimensi lain, hak untuk beribadah pun tentunya harus mendapat porsi yang pantas baik dari penataan ruangnya.Â
Bahkan dalam banyak kasus, tempat ibadah seringkali didirikan bersebelahan dengan, maap, toilet, yang notabene adalah tempat untuk membersihkan diri dari segala bentuk kotoran duniawi.Â
"Ya bisa jadi, karena sama-sama untuk membersihkan diri, makanya ditempatkan bersebelahan Mas, jka toilet untuk membersihkan kotoran lahir, tempat ibadah ya untuk membersihkan kotoran batin, makanya ditempatkan bersebelahan, hehehe', satire dari seorang kawan yang juga sependapat dengan argumentasi yang penulis ajukan dalam sebuah diskusi informal beberapa waktu yang lalu.Â
Bisa jadi banyak yang akan memberikan bantahan dan gugatan terkait asumsi ini. Mamun, sekali lagi, ini adalah wacana kegelisahan penulis pribadi yang hadir karena fungsi tempat ibadah yang selama ini ditempatkan di belakang dan seolah-olah hanya menjadi sebuah pelengkap dari penataan ruang sebuah ruang publik di negara ini.Â
Apa yang penulis harapkan, tentunya tidak muluk-muluk, lebih kepada keberpihakan yang lebih kepada posisi tempat ibadah, yang dalam konteks lain, tentu menjadi ruang publik juga untuk umat beragama di Indonesia, minimal ya jangan diletakkan di sebelah toilet lha.
Namun lebih tepatjika diletakkan dalam posisi yang lebih strategis, dengan konsep penataan ruang yang sama-sama menonjolkan fungsinya, sebagai sesama ruang publik, dalam konteks yang berbeda. Toh, itu sama-sama menjadi sebuah kebutuhan bersama, bukan?Â
Jika sebuah ruang publik dibangun dengan konsep pelayanan atas fungsi ruang publik tersebut, maka sebuah rumah ibadah pun dibangun tentu dengan fungsi pelayanan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.Â
Jika sama-sama mengedepankan fungsi pelayanan, alu mengapa tempatnya harus ada di belakang, bahkan bersebelahan dengan tempat kita membuang kotoran ? Mari berdiskusi, untuk Indonesia, tanah air beta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H