Naiknya harga minyak goreng menjadi perbincangan sangat ramai bagi sebagian besar masyarakat. Bagaimana tidak, minyak goreng yang merupakan bahan penting dalam masakan harganya naik berkisar 19.000/liter dari harga semula 12.000/liter.Â
Kenaikan harga minyak tersebut sangat meresahkan berbagai entitas masyarakat, terutama dari kalangan ibu tumah tangga. Sebagai executive cheff dalam keluarga, para ibu rumah tangga merasa mendapatkan beban lebih berat lagi karena harus memikirkan dan menekan pengeluaran belanja harian.
Bermula dari celetukan seorang ibu di sebuah pasar tradisional yang mengatakan bahwa beliau "memilih dan memilah minyak jelantah untuk mensiasati naiknya harga minyak goreng".Â
Statemen tersebut memberikan sebuah gagasan sekaligus pertanyaan. Apakah boleh menggunakan minyak goreng lebih dari beberapa kali pemakaian, kalau boleh maka ide tersebut adalah solusi bagi masyarakat yang berekonomi menengah ke bawah?
Naiknya Harga Minyak goreng
Penyebab naiknya harga minyak goreng adalah karena harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Internasional yang sudah mencapai US$1.400 per metrik ton. Menurut Dirjen Perdagangan dalam Negeri Oke Nurmwan mengatakan bahwa meskipun Indonesia adalah produsen crude palm oil terbesar, namun kondisi di lapangan menunjukkan sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi denga produsen CPO"Â
"Entitas bisnis yang berbeda, tentunya para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri, yaitu lelang KPBN Dumai yang juga terkorelasi dengan harga pasar Internasional. Akibatnya, apabila terjadi kenaikan harga CPO Internasional, maka harga CPO dalam negeri juga turut menyesuaikan harga Internasional" Ujar Oke Nurwan Jumat (5/11/2021).
Tidak hanya itu, berbagai macam faktor juga memengaruhi naiknya harga minyak goreng seperti Menurunya Panen sawit, rendahnya stok minyak nabati lainya (selain minyak nabati utama), dan ganguan logistik selama pandemi.
Kenaikan harga minyak goreng saat ini bukan yang pertama, setiap periode pasti ada kalanya bahan pokok mengalami kenaikan harga. Masalahnya adalah kenaikan harga minyak goreng saat ini bertepatan dengan pandemi Covid-19 yang meluluhlantakkan ekonomi masyarakat dunia termasuk Indonesia.Â
Untuk itu masyarakat Indonesia mencari solusi dan mensiasati penggunaan minyak goreng supaya lebih hemat dan menekan pengeluaran harian. Salah satu siasat yang sebagain masyarakat lakukan adalah menggunakan kembali minyak jelantah untuk menggoreng bumbu dan makanan. Â
Mengganti Cara Memasak Makanan
Mengkukus, merebus, menyangrai dan mengoreng adalah metode memasak dengan cita rasa tersendiri. Mungkin ada beberapa cara untuk merekayasa satu metode memasak dengan metode yang lain. Tetapi hasilnya tidak akan sama, karena setiap cara memasak memiliki rasa, tekstur, atau aroma yang berbeda. Meskipun terkadang bentuk masakan tersebut sama, tetapi sekali lagi rasa selalu memiliki identitas tersendiri.Â
Misalnya poached egg dan telur mata sapi memiliki bentuk yang sama. Sehingga sebagian orang mengatakan poached egg adalah cara memasak telur mata sapi "menggantikan" minyak goreng. Padahal, Poached egg ada bukan untuk menggantikan cara memasak telur mata sapi, melainkan dua hal yang berbeda. Poached egg tidak sesuai bila bersanding dengan nasi hangat dan sambal kecap.
Untuk itu sebagaian masyarakat memilih me reuse minyak goreng dari pada mengubah cara masak. Karena, paling tidak jelantah masih memberikan rasa khas pada jenis masakan/gorengan. Walaupun, Secara kesehatan sangat tidak dianjurkan.
Minyak Goreng dan Minyak Jelantah
Berdasarkan sumber, Minyak goreng berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang telah dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar yang biasanya dipakai untuk menggoreng.Â
Masyarakat Indonesia sering menggunakan minyak goreng sawit untuk mengoreng masakan. Secara gizi minyak goreng sawit memiliki beberapa nutrisi penting untuk tubuh seperti omega 9, vitamin A, dan vitamin E. Â
Sebagai bahan masakan, minyak goreng sawit memiliki dua aspek Kualitas. Pertama terkait kadar, kualitas asam lemak, kelembapan, dan kadar kotoran. Kedua, berkaitan dengan rasa aroma, kejernihan dan kemurnian produk.Â
Penggunaan minyak goreng secara berulang akan menyebabkan penurunan kualitas minyak goreng. Minyak goreng dengan pemakaian berulang disebut Minyak jelantah. Â Umumnya minyak tersebut berwarna lebih keruh dari minyak goreng sebelum pakai.
Sebagian besar ahli kesehatan menganjurkan untuk tidak menggunakan minyak goreng berulang kali, karena pertimbangan masalah kesehatan. Dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa pemakaian minyak goreng berulang kali akan menimbulkan asam lemak trans yang memengaruhi metabolisme HDL, LDL, dan Total kolesterol. Dampaknya akan menimbulkan penyumbatan pembuluh darah (atherosklerosis).Â
Meskipun pemakaian minyak bekas pakai tersebut memiliki dampak negatif untuk kesehatan, namun pemakaiannya sangat masif bagi sebagian kalangan. Untuk itu beberapa peneliti mencoba mencari sebuah solusi penggunaan minyak jelantah supaya aman digunakan. Berikut ini adalah beberapa sumber penelitian untuk menambah wawasan tentang jelantah dan minyak goreng :
1. Khusnul Khotimah dan Zaid al Haris. 2005. Sistem Penjernihan minyak goreng bekas penggorengan krupuk kulit sapi (rambak). Vol 3 Jurnal DEDIKASI.
2. Dewi, A.A.R.P dkk. 2016. Sosialisasi dan pelatihan regenerasi minyak jelantah dengan jerami padi (Oriza sativa) kepada pedagang gorengan di pasar malam bukit Jimbaran, Badung, Bali. Vol 15 no 3 Jurnal Udayana Mengabdi
3. Devin Sidik Prayogi , Mahardika Prasetya Aji, Agus Yulianto. Proses daur ulang minyak jelantah dengan menggunakan sinar UV. Jurusan Fisikan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unnes.
Pengunaan "Minyak Jelantah"
Sebelum memasuki tips menggunakan kembali minyak jelantah, perlu kita sepakati bahwa "minyak jelantah" dalam hal ini adalah minyak goreng "bekas masak rumah tangga" dan  "penggunaannya tidak lebih dari 4 empat kali", serta lama penggunaan "tidak lebih dari 3 jam". Bukan dari membeli atau menampung minyak jelantah dari rumah makan.
Mensiasati penggunaan minyak jelantah bukan berarti melegalkan penggunaan minyak goreng berulang kali secara bebas, hanya saja lebih ke arah bagaimana cara yang tepat bila memang terpaksa menggunakan minyak bekas pakai tersebut.
Berikut adalah tips pengunaan kembali minyak bekas pakai :
1. Memilih dan memilahÂ
Pastikan Anda memilki tiga botol untuk menyimpan minyak jelantah. Jangan lupa berikan label tiap botol sehingga mudah untuk mengingat atau gunakan botol dengan tutup yang bebeda. Usahakan menggunakan botol kaca yang sudah kering dan bersih. Supaya mudah untuk mengecek kondisi warna dan kejernihan minyak tersebut.
Tiga botol tersebut berfungsi untuk membedakan 3 jenis minyak jelantah. Pertama, hasil menggoreng makanan yang mengandung protein nabati  contohnya tempe, tahu, bakwan dan Kentang goreng. Kedua, Hasil mengoreng makanan yang mengandun protein hewani. Untuk protein hewani dibedakan menjadi dua ketegori yaitu protein hewani akuatik dan protein hewani terestrial.Â
Golongan akuatik meliputi ikan, udang,belut  dan lain sebagainya. Sedangkan dari terestrial  dapat berupa ayam, telur, bebek dan lain sebagainya.Â
Minyak goreng seusai mengolah ikan memiliki aroma berbeda dengan menggoreng ayam. Jangan sampai mencampur adukan segala macam minyak jelantah dalam satu wadah. Karena hal tersebut akan mengacaukan langkah-langkah berikutnya.Â
2. Menyaring sisa makanan
Pilihlah botol dengan ukuran sedang untuk menyimpan minyak jelantah sesuai keperluan. Setelah botol penyimpan sudah siap, saring minyak tersebut menggunakan kain kasa 2 lapis. Proses ini berguna untuk memisahkan kotoran yang ada dalam minyak.Â
Kotoran dalam minyak jelantah akan membuat minyak terlihat keruh dan kotor. Serta adanya kotoran yang tercampur saat menyimpan akan mempercepat munculnya bau tengik pada minyak.
3. mengendapkan, Mengecek kekeruhan dan bau
Tunggu beberapa menit seusai disaring untuk memisahkan debris(kotoran terlarut) dari minyak bekas pakai tersebut. Setelah, terlihat endapan, pisahkan kembali minyak dengan endapan hingga menghasilan minyak jelantah yang cukup jernih. Selain itu, cek juga aroma yang muncul.
Apabila terdapat bau tengik dan warna yang mulai menghitam tandanya minyak tersebut sudah sangat tidak layak konsumsi dan harus segera di buang.
 Oleh karena itu jangan terlalu lama menyimpan minyak jelantah apalagi dengan lama penyimpanan satu Minggu. Jangan pula, mencampur minyak jelantah lama dengan minyak yang baru, karena minyak jelantah lama akan mengontaminasi minyak yang baru.
Gunakan minyak bekas pakai secara bijak, mungkin penggunaan minyak tersebut akan memberi sedikit keringanan bagi ekonomi, namun jangan sampai berlebihan dan terlalu sering menggunakan minyak tersebut. Karena bagaimanapun minyak jelantah dapat memengaruhi kesehatan dalam tubuh dan berkemungkingan menyababkan berbagai macam penyakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H