Sejak tahun 2014 Â , pemerintah secara resmi memberlakukan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Setiap PNS wajib menyusun Sasaran Kerja Pegawai pada setiap awal tahun atau setiap melaksanakan tugas pada unit kerja baru.
Dalam peraturan pemerintah ini setiap PNS wajib mengisi Sasaran Kerja Pegawai (SKP). Â SKP ini berisi uraian tugas yang akan dilakukan dan target kerja yang akan dicapai oleh PNS yang bersangkutan dari awal tahun atau dari awal melaksanakan tugas sampai dengan akhir tahun.
Sasaran Kerja Pegawai disusun berdasarkan uraian tugas jabatan dan/atau tugas pokok yang diberikan oleh atasan langsung. Untuk pemantauan pelaksanaan tugas dan pencapaian target kerja SKP setiap PNS mencatat hasil pelaksanaan tugas pokok setiap hari dalam buku catatan Pelaksanaan Sasaran Kerja Pegawai yang diketahui oleh atasan langsung selaku pejabat penilai, selanjutnya direkap secara periodik setiap minggu atau setiap bulan.
Setiap atasan langsung selaku pejabat penilai wajib melakukan penilaian terhadap SKP pada akhir tahun. Penilaian SKP dilakukan dengan memasukkan nilai hasil pencapaian target dari rekap buku Catatan Pelaksanaan Sasaran Kerja Pegawai ke dalam format penilaian SKP.
Selain itu, atasan langsung wajib melakukan penilaian terhadap Perilaku Kerja Pegawai. Penilaian Perilaku Kerja Pegawai dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap setiap PNS bawahannya dan mencatat setiap perilaku atau kejadian merupakan pelanggaran disiplin maupun prestasi kerja, dan dituangkan dalam Buku Catatan Harian Perilaku Kerja PNS.
Penilaian prestasi kerja merupakan suatu proses rangkaian manajemen kinerja yang berawal dari penyusunan perencanaan prestasi kerja yang berupa Sasaran Kerja Pegawai (SKP), penetapan tolok ukur yang meliputi aspek kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya dari setiap kegiatan tugas jabatan.
Pelaksanaan penilaian SKP dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi kerja dengan target yang telah ditetapkan. Dalam melakukan penilaian dilakukan analisis terhadap hambatan pelaksanaan pekerjaan untuk mendapatkan umpan balik serta menyusun rekomendasi perbaikan dan menetapkan hasil penilaian.
Untuk memperoleh objektivitas dalam penilaian prestasi kerja digunakan parameter penilaian berupa hasil kerja yang nyata dan terukur yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan tujuan organisasi, sehingga subjektivitas penilaian dapat diminimalisir. Dengan demikian hanya PNS yang berprestasi yang mendapatkan nilai baik.
Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penilaian prestasi kerja dilaksanakan dengan pendekatan partisipasi dalam arti PNS yang dinilai terlibat langsung secara aktif dalam proses penetapan sasaran kerja yang akan dicapai, dan proses penilaian.
Hasil rekomendasi penilaian prestasi kerja digunakan untuk peningkatan kinerja organisasi melalui peningkatan prestasi kerja, pengembangan potensi, dan karier PNS yang bersangkutan serta pengembangan manajemen, organisasi, dan lingkungan kerja.Â
Penilaian prestasi kerja merupakan suatu proses rangkaian manajemen kinerja yang berawal dari penyusunan perencanaan prestasi kerja yang berupa Sasaran Kerja Pegawai (SKP), penetapan tolok ukur yang meliputi aspek kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya dari setiap kegiatan tugas jabatan.
Pelaksanaan penilaian SKP dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi kerja dengan target yang telah ditetapkan. Dalam melakukan penilaian dilakukan analisis terhadap hambatan pelaksanaan pekerjaan untuk mendapatkan umpan balik serta menyusun rekomendasi perbaikan dan menetapkan hasil penilaian.
Realitas
Ruh dari penilaian prestasi kerja PNS adalah untuk meningkatkan etos kerja dan kinerja PNS. SKP lahir untuk memperbaiki kelemahan yang ada dalam instrumen sebelumnya, yaitu Daftara Penilaian Pekerjaan Pegawai (DP-3). DP-3 dituding banyak pihak hanya sekedar formalitas. Tidak menggambarkan kinerja PNS yang sesungguhnya. Hanya berfungsi sekedar untuk kelengkapan kenaikan pangkat saja.
Kehadiran SKP tentu harus diikuti oleh perubahan pola kerja PNS agar bisa memenuhi target yang ditentukan dalam SKP setiap pegawai. Tetapi realitas berkata lain. SKP baru disikapi sekedar perabot administratif  yang harus diisi oleh setiap PNS. Aplikasi dari SKP tak jauh berbeda dari DP-3. Hanya berbeda format dan jalan cerita saja.
Tak nampak aura ketakutan dan kekhawatiran para PNS dalam memenuhi target kerja. Mereka masih menikmati menu lama sebagai " Pegawai Nyaman Sekali". Mereka yang biasa malas kerja tetap saja malas. Mereka yang biasa menganggur dalam kantor tetap saja meneruskan pola serupa. Pegawai yang hobi dinas liar dengan tenang tetap melakukan aktivitas keluar kantor untuk kepentingan  pribadi.
Akibatnya roda gerak organisasi akan terganggu. Ada pegawai yang kelebihan beban pekerjaan, ada pula pegawai yang merasa hidup tanpa beban kerja. Beban kerja para pemalas ini mau tak mau harus ditanggung oleh pegawai yang rajin. Ironisnya, hal ini malah menimbulkan kenikmatan luar biasa bagi sang pemalas.
Dengan duduk semedi, selesailah semua pekerjaanya. Tak ada kekhawatiran sedikit pun karena si pemalas yakin bahwa akan ada orang lain yang menggantikan pekerjaannya untuk menyelamatkan gerak roda organisasi. Sementara gaji bulanan dari rakyat tetap akan diterimanya.
Agar SKP tidak senasib dengan DP-3, zona aman dan nyaman PNS perlu dihilangkan. Kalau perlu dibuat sistem seperti swasta. Pegawai swasta bisa disiplin karena mereka tidak berada dalam zona aman dan tentram. Jika mereka tidak bekerja dengan baik dan tidak memenuhi target kerja mereka akan dikenai sanksi pemotongan gaji. Bahkan pada titik ekstrim mereka akan dipecat.
Swastanisasi birokrasi merupakan solusi jitu untuk menyelamatkan negara dari perbudakan oknum pegawai malas yang memakan gaji buta dari rakyat. Tidak ada untungya rakyat menggaji mereka. Karena tidak ada sedikit pun rasa terima kasih mereka untuk rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H