Mohon tunggu...
Romi Febriyanto Saputro
Romi Febriyanto Saputro Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen

Bekerja di Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen sebagai Pustakawan Ahli Madya. Juara 1 Lomba Penulisan Artikel Tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008. Email : romifebri@gmail.com. Blog : www.romifebri.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Quo Vadis" Penilaian Kerja PNS

15 Maret 2018   22:23 Diperbarui: 15 Maret 2018   22:28 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Pelaksanaan penilaian SKP dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi kerja dengan target yang telah ditetapkan. Dalam melakukan penilaian dilakukan analisis terhadap hambatan pelaksanaan pekerjaan untuk mendapatkan umpan balik serta menyusun rekomendasi perbaikan dan menetapkan hasil penilaian.

Realitas

Ruh dari penilaian prestasi kerja PNS adalah untuk meningkatkan etos kerja dan kinerja PNS. SKP lahir untuk memperbaiki kelemahan yang ada dalam instrumen sebelumnya, yaitu Daftara Penilaian Pekerjaan Pegawai (DP-3). DP-3 dituding banyak pihak hanya sekedar formalitas. Tidak menggambarkan kinerja PNS yang sesungguhnya. Hanya berfungsi sekedar untuk kelengkapan kenaikan pangkat saja.

Kehadiran SKP tentu harus diikuti oleh perubahan pola kerja PNS agar bisa memenuhi target yang ditentukan dalam SKP setiap pegawai. Tetapi realitas berkata lain. SKP baru disikapi sekedar perabot administratif  yang harus diisi oleh setiap PNS. Aplikasi dari SKP tak jauh berbeda dari DP-3. Hanya berbeda format dan jalan cerita saja.

Tak nampak aura ketakutan dan kekhawatiran para PNS dalam memenuhi target kerja. Mereka masih menikmati menu lama sebagai " Pegawai Nyaman Sekali". Mereka yang biasa malas kerja tetap saja malas. Mereka yang biasa menganggur dalam kantor tetap saja meneruskan pola serupa. Pegawai yang hobi dinas liar dengan tenang tetap melakukan aktivitas keluar kantor untuk kepentingan  pribadi.

Akibatnya roda gerak organisasi akan terganggu. Ada pegawai yang kelebihan beban pekerjaan, ada pula pegawai yang merasa hidup tanpa beban kerja. Beban kerja para pemalas ini mau tak mau harus ditanggung oleh pegawai yang rajin. Ironisnya, hal ini malah menimbulkan kenikmatan luar biasa bagi sang pemalas.

Dengan duduk semedi, selesailah semua pekerjaanya. Tak ada kekhawatiran sedikit pun karena si pemalas yakin bahwa akan ada orang lain yang menggantikan pekerjaannya untuk menyelamatkan gerak roda organisasi. Sementara gaji bulanan dari rakyat tetap akan diterimanya.

Agar SKP tidak senasib dengan DP-3, zona aman dan nyaman PNS perlu dihilangkan. Kalau perlu dibuat sistem seperti swasta. Pegawai swasta bisa disiplin karena mereka tidak berada dalam zona aman dan tentram. Jika mereka tidak bekerja dengan baik dan tidak memenuhi target kerja mereka akan dikenai sanksi pemotongan gaji. Bahkan pada titik ekstrim mereka akan dipecat.

Swastanisasi birokrasi merupakan solusi jitu untuk menyelamatkan negara dari perbudakan oknum pegawai malas yang memakan gaji buta dari rakyat. Tidak ada untungya rakyat menggaji mereka. Karena tidak ada sedikit pun rasa terima kasih mereka untuk rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun