Mohon tunggu...
Romi Febriyanto Saputro
Romi Febriyanto Saputro Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen

Bekerja di Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen sebagai Pustakawan Ahli Madya. Juara 1 Lomba Penulisan Artikel Tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008. Email : romifebri@gmail.com. Blog : www.romifebri.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Anti Korupsi Kepada Umar Bin Khattab

12 Maret 2018   15:11 Diperbarui: 12 Maret 2018   15:21 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu ketika, Khalifah Umar ibn Khaththab mengajak tamunya pergi ke rumahnya. Khalifah Umar berkata kepada istrinya, Ya Ummi Kultsum ! Keluarkanlah makanan yang ada. Kami kedatangan tamu dari jauh, dari Azerbaijan."Istrinya menjawab, "Kami tidak mempunyai makanan selain roti dan garam."
"Tidak mengapa,"jawab Umar. Kemudian keduanya makan roti dan garam.
Sesudah makan, Khalifah Umar ibn Khaththab bertanya kepada tamunya,"Apa maksud kedatangan Anda kali ini?"

Utusan Azerbaijan itu menjawab, Aku adalah utusan Negeri Azerbaijan. Amirku memerintahkan aku membawa hadiah ini untuk Baginda."

Umar ibn Khaththab berkata,"Bukalah bungkusan itu, apa isinya?" Sesudah dibuka ternyata isinya gula-gula.

Utusan itu berkata, Gula-gula ini khusus buatan Azerbaijan."
Umar bertanya lagi, "Apakah semua kaum Muslim mendapat kiriman gula-gula itu?" Utusan itu tertegun sejenak, lalu dia menjawab, "Tidak, Baginda.....gula-gula ini khusus untuk Amirul Mukminin..."

Mendengar perkataan itu, Umar marah sekali. Dia lalu memerintahkan kepada utusan tersebut untuk membawa gula-gula itu ke Masjid, dan membagi-bagikannya kepada fakir miskin kaum Muslim yang ada di sana. Umar berkata dengan nada marah, "Barang itu haram masuk ke perutku, kecuali kalau kaum Muslim memakannya juga. Dan kamu cepat-cepatlah ke negerimu. Beritahukan kepada yang mengutusmu, kalau mengulanginya kembali, akan kupecat dia dari jabatannya!"

Cuplikan kisah di atas memberi pelajaran kepada kita bagaimana seorang pejabat menyikapi gratifikasi atau pemberian hadiah. Umar menganggap pemberian hadiah ini sebagai suatu gratifikasi karena kalau dia bukan seorang khalifah, tak mungkin sang utusan tadi akan memberikan hadiah kepadanya.

Umar telah memberi contoh yang baik bagaimana seorang pejabat melakukan parktik anti korupsi. Moralitas anti korupsi inilah yang saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar pejabat di tanah air. Budaya suap, amplop, mark up harga, dan pengeluaran fiktif sudah menjadi rahasia umum praktik birokrasi di tanah air. Inilah yang menjadi embrio terjadinya korupsi berjamaah.

Jujur merupakan kunci untuk mencegah terjadinya praktik korupsi. Bologna dan Lindquist (1995) mengatakan bahwa sejumlah orang jujur untuk setiap saat, sejumlah orang (lebih sedikit orang lebih jujur dari yang lain) adalah tidak jujur setiap saat, sebagian besar orang jujur setiap saat, dan sejumlah orang jujur hampir setiap saat.

Bagi manusia, perkataan jujur merupakan hal yang paling disenangi. Bagi para pejabat pemerintahan, bicara jujur merupakan kalimat kunci untuk dihormati, sedangkan bagi para hakim kejujuran merupakan kunci kesaksian untuk diterima.


Jadi, upaya preventif untuk mencegah korupsi sama pentingnya dengan upaya represif. Meskipun banyak koruptor yang sudah dijebloskan ke penjara oleh KPK, tetapi praktik korupsi ini tetap berjalan. Mengapa ? Karena hal ini sudah terlanjur berurat dan berakar dalam sistem birokrasi kita. Korupsi baru akan berakhir jika ada perubahan karakter dari sistem birokrasi kita. Dari birokrasi koruptif menuju birokrasi yang jujur. Sebagaimana cuplikan kisah di bawah ini.

Pada suatu hari, Khalifah Umar ibn Khaththab menjumpai anaknya yang sedang memegang sekeping uang perunggu. Karena merasa tidak pernah memberi, Umar bertanya, "Darimana kamu peroleh uang itu?".

"Dari Abu Musa Al-Asy'ari,"Jawab sang anak sambil menyerahkan uang itu kepada Ayahnya. Ketika itu Abu Musa Al-Asy'ari ditugasi memegang jabatan selaku pemegang Baitul Mal, perbendaharaan negara.

Bergegas Umar Mendatangi Abu Musa. "Betulkah engkau memberi anakku sekeping uang perunggu?"tanya Umar menghardik.
"Benar, Amirul Mukminin,"jawab Abu Musa agak berdebar-debar.
"Ceritakan asal-usul uang itu."

"Tadi pagi, saya menghitung pemasukan Baitul Mal. Seluruhnya terdiri dari uang emas dan perak serta sekeping uang perunggu itu. Semua uang emas dan perak sudah saya bukukan. Oleh karena uang perunggu itu tidak seberapa harganya, dan hanya satu-satunya, apa gunanya saya catat dalam buku? Jadi saya berikan kepada anak engkau, sekedar untuk membeli kue-kue kecil."

Umar naik pitam. "Tidakkah kau lihat anak-anak lain daripada anak Umar yang lebih membutuhkannya? Sesungguhnya, anak seorang prajurit rendahan yang berjuang melawan pasukan Romawi di garis depan jauh lebih mulia dibandingkan anak Umar, seorang khalifah yang hanya memerintahkan tentaranya berperang dari kamar tidurnya, "kata Umar sambil mencampakkan uang perunggu di hadapan Abu Musa.

Sumber :

Nasiruddin Al-Barabbasi . 2009. Kisah-Kisah Islam Anti Korupsi. Bandung : Mizania

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun