"Dari Abu Musa Al-Asy'ari,"Jawab sang anak sambil menyerahkan uang itu kepada Ayahnya. Ketika itu Abu Musa Al-Asy'ari ditugasi memegang jabatan selaku pemegang Baitul Mal, perbendaharaan negara.
Bergegas Umar Mendatangi Abu Musa. "Betulkah engkau memberi anakku sekeping uang perunggu?"tanya Umar menghardik.
"Benar, Amirul Mukminin,"jawab Abu Musa agak berdebar-debar.
"Ceritakan asal-usul uang itu."
"Tadi pagi, saya menghitung pemasukan Baitul Mal. Seluruhnya terdiri dari uang emas dan perak serta sekeping uang perunggu itu. Semua uang emas dan perak sudah saya bukukan. Oleh karena uang perunggu itu tidak seberapa harganya, dan hanya satu-satunya, apa gunanya saya catat dalam buku? Jadi saya berikan kepada anak engkau, sekedar untuk membeli kue-kue kecil."
Umar naik pitam. "Tidakkah kau lihat anak-anak lain daripada anak Umar yang lebih membutuhkannya? Sesungguhnya, anak seorang prajurit rendahan yang berjuang melawan pasukan Romawi di garis depan jauh lebih mulia dibandingkan anak Umar, seorang khalifah yang hanya memerintahkan tentaranya berperang dari kamar tidurnya, "kata Umar sambil mencampakkan uang perunggu di hadapan Abu Musa.
Sumber :
Nasiruddin Al-Barabbasi . 2009. Kisah-Kisah Islam Anti Korupsi. Bandung : Mizania
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H