Tahun  2014 lalu Pemerintah secara resmi menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Undang-undang ini kemudian lebih dikenal dengan istilah Undang-undang ASN sebagaimana akan disebut demikian dalam tulisan ini. Menurut undang-undang ini, Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.Â
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. PPPK merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-undang ASN.
Dari uraian di atas, penulis melihat celah yang cukup menggembirakan bagi pengadaan pustakawan dengan status PPPK (Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja) yang secara resmi merupakan bagian dari Pegawai ASN sebagaimana diterangkan sebelumnya. Pengadaan pustakawan dengan status PPPK ini merupakan suatu keniscayaan yang harus diperjuangkan oleh dunia perpustakaan di tanah air. Dengan kata lain harus menjadi agenda utama Perpustakaan Nasional RI untuk mewujudkannya.
Saat ini, cukup banyak gedung perpustakaan sekolah yang dibangun dengan Dana Alokasi Khusus Kementerian Pendidikan Nasional sejak tahun 2008. Di Kabupaten Sragen sendiri, saat ini untuk perpustakaan sekolah dasar yang sudah memiliki gedung sendiri lengkap dengan koleksinya sudah mencapai angka 264 unit. Menurut salah satu sumber di Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen, tahun 2017 ditargetkan seluruh sekolah dasar sudah memiliki gedung perpustakaan sekolah lengkap dengan koleksinya.
Perpustakaan seperti  ini jumlahnya sangat banyak di tanah air. Ironisnya,  Kementerian Pendidikan Nasional lupa atau memang  belum mampu untuk memikirkan pengadaan pustakawan di perpustakaan sekolah. Perpustakaan Nasional RI bersama dengan Kementerian Pendidikan Nasional diharapkan segera mengambil inisiatif untuk mewujudkan pustakawan dengan status PPPK di setiap perpustakaan sekolah. Dua instansi pusat ini tentu juga harus menyuarakan kebutuhan pustakawan dengan status PPPK ini kepada Presiden, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan BKN. Jangan hanya diam dan pasrah menerima keadaan ini.
Selama ini dalam pandangan MenPAN dan BKN serta institusi yang ada dibawahnya yang mengalami kekurangan pegawai hanyalah formasi guru dan tenaga kesehatan saja. Pustakawan yang jelas-jelas sangat dibutuhkan di berbagai level perpustakaan sama sekali tidak dianggap kekurangan. Inilah pekerjaan rumah dunia perpustakaan yang mesti diselesaikan di tingkat pusat.
Persoalan sumber daya manusia di perpustakaan sekolah, perpustakaan umum kabupaten/kota, perpustakaan kecamatan dan perpustakaan desa adalah masalah klasik yang sudah puluhan tahun belum terselesaikan. Apalagi saat ini, ketika ada moratorium penerimaan Calon PNS. Pengadaan  Pustakawan PPPK merupakan solusi aplikatif untuk mengatasi masalah ini.
Jangan hanya berkutat kepada pustakawan PNS yang sudah ada, tetapi tolong dipikirkan juga agar setiap perpustakaan sekolah, perpustakaan umum kabupaten/kota, perpustakaan kecamatan, dan perpustakaan desa memiliki pustakawan yang resmi diakui oleh negara. Jangan pernah menuntut perpustakaan di daerah untuk ideal selama masalah-masalah klasik seperti ini belum diselesaikan di tingkat pusat.
Terlalu berat bagi daerah kabupaten/kota untuk berjuang sendirian dalam memperjuangkan pustakawan PPPK ini jika tidak dibekingi oleh lembaga pembina perpustakaan yang ada di pusat. Pengadaan pustakawan PPPK ini mesti menjadi isu nasional yang harus diperjuangkan bersama oleh Perpustakaan Nasional RI, Perpustakaan Provinsi (Badan Perpustakaan dan Arsip), dan perpustakaan umum kabupaten/kota.
Agar hal ini bisa menjadi isu nasional, Perpustakaan Nasional RI bisa menyuarakan hal ini dengan lantang dalam setiap Road Show Budaya Baca di berbagai daerah. Bukan malah mengeluhkan masalah budaya baca yang masih rendah. Jika lembaga pembina perpustakaan pusat saja masih mengeluhkan budaya baca yang  rendah bagaimana dengan perpustakaan di daerah. Tentu akan lebih memprihatinkan lagi.
Budaya baca yang masih rendah tidaklah layak dijadikan alasan sebelum perpustakaan sendiri bekerja maksimal. Jangan pernah mengatakan bahwa budaya baca rakyat Indonesia rendah selama dunia perpustakaan sendiri belum mampu mengatasi masalah klasiknya!
Pak Presiden, negeri ini butuh pustakawan !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H