Mohon tunggu...
romensy augustino
romensy augustino Mohon Tunggu... Jurnalis - bermanfaat

Mahasiswa Etnomusikologi, suka banget sama Anime Slam Dunk. Sering sarapan Bubur Ayam dan suka sekali makan mie ayam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bicara Cinta

12 Maret 2021   22:01 Diperbarui: 12 Maret 2021   22:03 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata orang cinta adalah perasaan paling indah setelah beriman, dan perjuangan terbaik untuk mendapatkannya adalah berpaling.

Sebentar lagi valetine pandemic 2021, Reandra masih juga sendiri di usianya yang sudah 26 tahun. Tubuh tingginya yang mencapai 180 cm tak sebanding berat badannya yang hanya 59 kg. Ia tak terlalu tampan dan prestasi di tempatnya berkuliah juga pas-pasan. Mungkin itu yang membuatnya masih sendiri hingga saat ini.

Hari ini Kamis, 4 Februari 2020. Masalah pandemi Covid-19 masih menjadi tolak ukur menentukan aturan berkegiatan. Surat Edaran demi Surat Edaran Wali Kota Surakarta terus bermunculan, diperbarui dan entah sampai kapan itu akan terus berlanjut. Dan kami sebagai masyarakat hanya bisa iya-iya aja.

Siang ini sedang ada Rapat Koordinasi dari para petinggi Kota menanggapi SE Gubernur Jawa Tengah. Sepertinya tentang yang baru ramai diperbincangkan kemaren "Program Jateng 2 Hari Di Rumah Saja" yang katanya digagas oleh Ganjar. Dari pemberitaan akhir-akhir ini Wali Kota sepertinya menolak tapi apakah penolakan itu juga akan terealisasi? entahlah.

Siang itu, sebuah sepeda motor keluaran 2002 mengantarkannya dari Flyover Purwosari yang belum boleh dilewati hingga Bundaran Gladag Patung Slamet Riyadi. Sepanjang perjalanan menyusuri jalan Slamet Riyadi, jalanan ini kian terasa sempit. Mungkin karena adanya jalur contra flow yang baru saja dibuat oleh Pemkot.

Sesekali mengamati sisi kiri bahu jalan, benaknya terus digoda untuk memikirkan ihkwal cinta pada seorang gadis. "Aku ingin sekali membuang pikiran ini, aku lelah", katanya dalam hati.

"Banyak hal penting yang harus aku lakukan dan memikirkannya membuatku banyak melakukan hal-hal tidak berguna", pikirannya kembali memastikan.

"Saat ini sedang ada Rakor ya, ah biarkan saja", dirinya tak terlalu peduli dengan hasil Rakor itu, toh pada akhirnya akan sama saja. Tidak akan memperingan permasalahannya saat ini.

Jelang Perayaan Imlek, Kawasan Tugu Gladag ke utara hari ini tak seperti biasanya. Ketika motornya dengan pelan menikung ke arah Pasar Gedhe di atas pembatas Jl. Jendral Sudirman tak ada pernak-pernik apapun ikhwal Imlek meski perayaannya sudah kurang dari 2 minggu lagi.

Tahun lalu di atas pembatas jalan itu penuh dengan binatang-binatang shio kalender China yang tingginya hampir mencapai 2 meter. Sesekali menengok ke arah pembatas, motor yang menemaninya setiap hari itu membawanya kembali berputar ke Selatan lalu kemudian berhenti tepat di depan Benteng Vastenberg.

Pandangannya mulai jelalatan ke area dalam Benteng, "Banyak anggota TNI yang sedang berjaga di sana. Jadi teringat film-film perang garapan Amerika. Banyak tenda berjajar, di dalamnya pasukan-pasukan tergeletak tak berdaya karena luka berat yang mereka terima", senyum sinisnya merekah, pandangan dan tubuhnya pun berbalik menuju angkringan yang ada di depan sebelah kiri pintu masuk Benteng.

Sambil berjalan pikirannya terus menggelinjang, "Kota Solo emang lagi sibuk ngurusin covid. Katanya sih banyak yang terpapar yang menjadi pilu lagi, Jawa Tengah jadi Provinsi ke 3 teratas kasus persebarannya. Mungkin itu alasan Ganjar buat 2 hari di rumah saja dan mungkin juga didasarkan atas rasa cinta pada masyarakat".

"Bu, kopi item satu", permintaannya pada penjual membuat pikirannya berhenti untuk sejenak. Sebatang rokok mulai tersulut dan asapnya keluar kemudian. Pikiran Reandra mulai bergerak perlahan bersiap untuk kembali memikirkan obrolan 3 hari lalu.

Gerimis mengundang ketika Reandra dan Omen duduk di sebuah kedai kopi kecil berdesain industrialis yang catnya sudah agak kusam. Di depan keduanya Kopi Vietnam Drip sudah siap untuk disruput. Keduanya lama tak jumpa, terakhir kali adalah sehari sebelum Omen melepas masa lajangnya.

"Gruduk-gruduk", suara roda truk-truk pasir yang sesekali masuk ke dalam lubang jalan antar provisnsi tak membuat mereka berdua untuk menikmati tempat duduknya, sedang gerimis masih tetap stabil seperti saat mereka memesan. Jam sudah pukul 20.00, mata Reandra sesekali melirik jalan itu. Seperti biasa, kenangan buruk selalu mampir ke dalam pikirannya tak terkecuali malam ini. "Gimana Ren, tumben lo ajak gua ngopi?", buka Omen yang sok-sok an pake logat Jakarta Lo - Gue.

"Biasa aja kali, nggak usah pake lo-gue segala", ucap Reandra yang mulai menyeruput kopi kesukaannya.

Nothing Gonna Change My Love For You mulai menggema di ruangan yang hanya cukup menampung 10 orang itu. Melodi lirik hanya dimainkan oleh dentingnya piano tanpa sebuah penggalan kata layaknya George Benson menyanyikannya. Tiba-tiba, "Aku lagi kacau ni bro", suara itu keluar dan Omen langsung menatap wajah Reandra yang kini tertunduk.

"Kau kenapa? Jangan-jangan kau lagi galau ya? Hahahaha!, peracik kedai ikut terperanjat mendengar suara tawa Omen yang mengglegar hingga sudut-sudut ruangan.

"Anjir, jangan keras-keras. Gila lo! Aku malu tahu", tanggap Reandra yang matanya sudah agak melotot, kedua tanggannya menekan meja dan punggungnya sudah agak condong ke depan.

"Tenang-tenang", kata Omen sambil menahan tawanya. Reandra pun merebahkan punggungnya di back kursi. Kini matanya melirik ke bagian kiri dan tangannya berubah ke posisi sedekap di depan dada.

"Gak sangka seorang Reandra galau karna cewek? Tumben-tumbenan, moment langka nih", sindir Omen.

"Aku serius bro", kembali wajah Reandra menatap Omen.

"Okey-okey, kau mau cerita darimana? Jangan dari awal perkenalan ya, panjang! Hahahaha", Omen kembali tertawa meski tak terlalu keras.

"Aku lagi bingung aja sama perasaanku", mulut Reandra seperti setengah-setangah ingin mengatakannya.

Sambil mengernyitkan dahi, Omen balik bertanya, "Bentar-bentar, maksudmu gimana Ren?"

"Ya, gitu deh pokoknya. Aku kemaren dapet jawaban yang gak aku duga", jawab Reandra.

Klitik-klitik, Omen mulai mengaduk kopi miliknya. Satu hisapan rokok dan dia mulai bertanya "Kamu suka, kamu cinta, kamu sayang atau gimana sama dia?". Those Years karya George Harrison kini mulai menggema.

Reandra mulai menundukkan kepalanya lagi. Matanya mulai menatap dadanya dan tangan kanannya telah berada tepat di atas jantungnya berdetak dug-dug-dug. Jari-jemarinya mulai meremas-remas, "Awalnya aku mengira tak ada harpan sedikitpun, tapi seminggu yang lalu Aku dapat sedikit harapan dari apa yang ia nyatakan. Di saat yang sama aku bingung dan mulai melakukan hal-hal yang tak berguna dan memalukan. Aku tidak seperti diriku yang biasanya", satu hisapan rokok dan satu seruputan kopi mengakhiri perkataan Reandra.

Omen tersenyum dan melontarkan pertanyaan, "Kau tulus dengan semua yang kau lakukan? Atau kau hanya menginginkan sebuah balasan, membalas perasaanmu misal?".

"Aku tak mengerti, sejauh yang ku tahu hanya itu yang bisa aku lakukan" jawab Reandra.

"Pada akhrinya kau menyesal kan? Kau tidak mendapatkan apa yang kau inginkan dan itu karena kebodohanmu sendiri", tegas Omen.

Dengan ragu Reandra menjawab,"Ya, kurasa".

"Kau tahu, kau tidak seperti dirimu yang biasanya", sssssttttt serupuran kopi Omen terdengar.

"Aku lama mengenalmu, sejak kecil kita bareng. Mendengar ceritamu kurasa kau kebablasan Ndra". Asap rokok melesat kencang ke atas dan mata Omen mulai melirik ke langit-langit ruangan. Satu hembusan nafas dan "Jangan meniru apa yang dilakukan orang kebanyakan. Kau tidak seperti mereka. Kau punya cara yang membuatmu special".

Satu lagi tegukan Kopi, Reandra hanya mengucap, "Tapi. . . .".

"Sudahlah. Jika kau meniru apa yang kebanyakan orang lakukan, kau tak kan pernah mendapatkan apa yang kau sebut dengan cinta", asap rokok kembali melesat ke atas dengan cepat. "Kau yang bilang padaku, cinta adalah perasaan paling indah setelah beriman", mata Omen menatap tajam pada wajah Reandra yang masih tertunduk.

"Ya, aku mengingatnya", begitu saja Jawab Reandra.

Hujan mulai reda, tinggal sedikit lagi dan air akan berhenti menetes dari genteng. Mendung sudah mulai minggir, berganti dengan sinar bulan sabit yang sudah hampir sempurna. "Kau mengajariku untuk menundukkan pandangan dan meletakkan tas punggung di belakang ketika seorang gadis yang bukan pasanganmu membonceng. Katamu itu adalah cara bagaimana kau memuliakannya kan".

"Iya-iya-iya", kerutan mulai nampak di dahi Reandra.

"Kau tahu Ndra tidak akan ada yang namnya cinta tanpa sebuah akad. Yang ada hanyalah sebuah hawa nafsu untuk memiliki. Dan jika kau menurutinya berarti kau sengaja untuk patah hati", sebuah asbak menerima sebatang rokok Omen yang telah habis ia hisap.

"Aku kasih tahu ya Ndra, tulus itu susah. Dalam ketulusan menuntut selalu menuntut keikhlasan. Sudahkah kau ikhlas, tak menuntut sedikitpun balasan darinya atas semua yang telah kau lakukan, hah?", tanya Omen.

"Jika tidak, kau bukanlah Reandra yang ku kenal dulu. Yang tidak memperdulikan apapun asalkan kau bisa memberikan sedikit senyuman pada orang-orang di sekitarmu", cetik, api keluar, membakar sebatang rokok di depan mulut Omen yang malam itu tak berhenti bicara. Membiarkan Reandra menjadi pendengar yang baik untuk beberapa menit.

"Kau harus tau men aku tidak terikat dengan fisik dan prestasi yang ia miliki. Aku terikat dengan kesedihannya dan aku ingin mengobati lukanya itu", begitu Reandra membela dirinya.

"Niatmu tidak salah, dan sekarang adalah saatnya kamu berpaling. Karena bukan dengan cara yang dilakukan oleh kebanyakan orang niat baikmu akan terlaksana. Jika kau memaksa yang ada hanyalah sebuah kekecewan dan penyesalan", Omen kembali menyudutkan.

"Tidak kah kau mengerti Ndra, ketika kau ingin mengobati luka seseorang, maka obatilah lukamu terlebih dulu. Selesaikan dulu segala urusan pribadimu, buatlah dirimu pantas dan serahkan semua pada Yang Maha Membolak-Balikkan Hati", kata-kata nasehat terus keluar dari mulut Omen.

"Jika kau ingin mencintai, jangan hanya kau itu di dunia saja tapi lanjutkanlah hingga hari kemudian. Ketika semuanya abadi", kalimat Omen itu membuyarkan semua lamunannnya siang itu. Reandra mulai berdiri, Rp. 3000,- cukup untuk membayar kopi hitam yang hanya tinggal ampas.

Hari sudah sore, pancaran sinar senja menyusup pada celah-celah pepohonan di taman Benteng Vastenburg. Reandra berdiri dari bangku yang memanjang di depan ibu penjual. Ia berjalan lalu kemudian duduk di atas motor hitamnya untuk sesaat. Sebuah senyuman muncul dan mata Reandra saat itu sedang begitu menikmati senja.

"Aku akan menjadi pantas", begitu ucapnya dalam hati. Ia stater motornya dan mulai berkendara pulang dengan sebuah hasil positif Covid-19 yang ia simpan di saku sebelah kanan celana belakangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun