Mohon tunggu...
Romensy Augustino
Romensy Augustino Mohon Tunggu... Jurnalis - bermanfaat

sekadar cerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tempat Makan Ternikmat

24 Desember 2020   21:17 Diperbarui: 24 Desember 2020   21:23 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku sedang duduk di wedangan dan kemudian aku teringat sebuah film. Di film itu wedangan atau yang kita kenal sebagai hek punya adalah ruang bebas untuk bicara. Aktor-aktornya ringan membahas korupsi pejabat-pejabat tinggi.

Saling timpa ucapan sana-sini obrolan film itu seleasia dengan pesan moral, "korupsi bahkan telah dilakukan bukan hanya oleh pejabat tapi bahkan dilakukan oleh tukang parkir hingga anak SD".

Kita pasti ingat kantin sekolah. Saat bel berbunyi para siswa grudak-gruduk, berdesakan dan berebut makanan. Selesai makan beberapa dari mereka makan 2 tapi bilang 1. Asik bukan karna mungkin kita adalah salah satu dari mereka.

Wedangan, tempat itu terbiasa dalam keadaan remang di malam hari. Lampu warna kuning sering dipakai pemiliknya untuk menerangi berbagai macam makanan. Entah itu bolam plenton atau hanya sekedar tintir.

Di atas meja, gorengan adalah makanan paling dominan. Mungkin akan berpadu dengan beberapa menu lain macam sate telur puyuh, sate usus, kepala ayam dan makanan-makanan ringan dalam toples.

Menu-menu makanan yang menjadi favorit untuk dinikmati mereka yang hanya diganjar dengan gaji UMR. Nasi-nasi bungkus bertuliskan bandeng, oseng bertumpuk layaknya tumpeng untuk kemudian diambil dan dinikmati pelanggan. Terkadang si pelanggan hanya menikmati secangkir kopi, teh atau susu agar bisa duduk berjam-jam.

Begitu menyamankannya wedangan karena bahkan si pemilik pun akan ikut nimbrung obrolan dengan para pembeli. Senggol sana-sini tak terasa waktu selama 3 jam berlalu begitu cepat. "Murah ya, dengan 2 ribu rupiah saja kita bisa membuang waktu begitu lama, belum lagi pengetahuan yang didapat ketika obrolan itu bermanfaat".

Di kampung-kampung wedangan adalah jujugan para warga untuk bercerita. Berbagi pengalaman pahit saat bekerja siang tadi atau sekedar babagan prestasi dari pekerjaannya. Sesekali mereka juga akan menyinggunh kebijakan dan aturan pemerintah. Dan yang paling asik adalah ngrasani Pak Rt, Pak RW hingga Bayan dan Lurah.

Percaya Saja

Konsep wedangan hari inj mulai membanjiri pusat-pusat Kota. Wedangan- wedangan yang khas dengan simbol kesederhanaan tenda biru masih sering menghiasi mata. Tempat-tempat itu kini bersaing dengan konsep-konsep tempat yang lebih kekinian.

Desain interior indrustialis dan semacamnya menawarkan tempat yang lebih nyaman dan terjaga kebersihannya. Meski nyaman itu relatif, namun dengan adanya fasilitas Wifi dan live music mau tidak mau kita akan bilang iya.

Wedangan yang nyaman itu yang bisa duduk di kursi dan makan di atas meja, dan hanya di kelilingi oleh orang-orang yang kita kenal. Bukan tempat makan yang duduknya tertata layaknya sedang naik angkot.

Bukan pula tempat di mana bungkus bekas makanan tergeletek berceceran di bawah kursi panjang. Kaki tak jarang menendang bungkus itu meski bukan bekas makan kita. Kadang-kadang bungkus dan secuil gorengan masih tertinggal di atas gerobak pedagang. Tempat sampah entah di mana si pedagang meletakkannya.

Meski terkesan tak nyaman, pedangang wedangan bertenda biru sangat percaya dengan pembeli. Bukankah pembeli sendiri yang menghitung sendiri makanan yang sudah berada dalam perutnya. Perkara bohong itu mungkin urusan lain karna mungkin si pembeli memang tak punya cukup uang. Dan mungkin ada sedikit kebaikan yang akan didapat si penjual meski dia tidak tahu telah ditipu.

Kepercayaan seperti itu yang mungkin tidam ada di wedangan-wedanagan yang katanya nyaman dan modern. Makanan yang dibayar baru boleh dimakan, layaknya restoran cepat saji. Jika ingin tambah harus berjalan cukup lumayan, karena makanan tak berada tepat di hadapan.

Wedangan memang menjadi temat favorit untuk melepas penat. Kita bisa duduk bahkan sampai warung makan itu tutup, tak perlu takut diusir karena antrian di luar sedang menunggu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun