Desain interior indrustialis dan semacamnya menawarkan tempat yang lebih nyaman dan terjaga kebersihannya. Meski nyaman itu relatif, namun dengan adanya fasilitas Wifi dan live music mau tidak mau kita akan bilang iya.
Wedangan yang nyaman itu yang bisa duduk di kursi dan makan di atas meja, dan hanya di kelilingi oleh orang-orang yang kita kenal. Bukan tempat makan yang duduknya tertata layaknya sedang naik angkot.
Bukan pula tempat di mana bungkus bekas makanan tergeletek berceceran di bawah kursi panjang. Kaki tak jarang menendang bungkus itu meski bukan bekas makan kita. Kadang-kadang bungkus dan secuil gorengan masih tertinggal di atas gerobak pedagang. Tempat sampah entah di mana si pedagang meletakkannya.
Meski terkesan tak nyaman, pedangang wedangan bertenda biru sangat percaya dengan pembeli. Bukankah pembeli sendiri yang menghitung sendiri makanan yang sudah berada dalam perutnya. Perkara bohong itu mungkin urusan lain karna mungkin si pembeli memang tak punya cukup uang. Dan mungkin ada sedikit kebaikan yang akan didapat si penjual meski dia tidak tahu telah ditipu.
Kepercayaan seperti itu yang mungkin tidam ada di wedangan-wedanagan yang katanya nyaman dan modern. Makanan yang dibayar baru boleh dimakan, layaknya restoran cepat saji. Jika ingin tambah harus berjalan cukup lumayan, karena makanan tak berada tepat di hadapan.
Wedangan memang menjadi temat favorit untuk melepas penat. Kita bisa duduk bahkan sampai warung makan itu tutup, tak perlu takut diusir karena antrian di luar sedang menunggu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H