Mohon tunggu...
romensy augustino
romensy augustino Mohon Tunggu... Jurnalis - bermanfaat

Mahasiswa Etnomusikologi, suka banget sama Anime Slam Dunk. Sering sarapan Bubur Ayam dan suka sekali makan mie ayam

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Geliat Industri Musik Pop

4 Februari 2018   11:31 Diperbarui: 4 Februari 2018   11:37 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjaga eksistensi adalah suatu keharusan jika ingin bertahan di dunia industri musik pop. Bentuk apresiasi dengan membeli hasil karya dengan resmi sudah tidak dihiraukan oleh kebanyakan orang. Masyarakat cenderung mengambil dengan gratis, baik dari internet ataupun meminta dari sebagian teman. Perlakuan ini jika dilihat dari sudut pandang penjual mereka merugi, tapi dari sudut pandang menjaga kepopuleran ini luar biasa bermanfaat. 

Terbukti ketika mereka mengelar konsernya, mereka sama sekali tidak kekurangan penonton. Masyarakat tetap hadir menonton pertunjukan. Bisa kita lihat dalam acara peringatan hari kebangkitan nasional di waduk pluit jakarta 20/05 kemarin. Seperti yang dikutip dalam portal www.tribunnews.com, konser yang diisi oleh artis-artis ibukota. 

Diantaranya Maia Estianti, Once, dan Erwin Gutawa, mampu menyedot perhatian masyarakat untuk menonoton pertunjukan. Dari kasus ini, terjadi yang namanya hubunga saling menguntungkan. Pemerintah memanfaatkan kepopuleran mereka yang kuat dimasa lalu untuk menarik simpat masyarakat. Sedangkan para artis mendapat manfaat untuk memperhankan popularitas mereka yang mulai pudar.

Manusia akan selalu berinteraksi dengan media massa. Ketergantungan terhadap informasi dan kemajuan tekhnologi tentunya, membuat manusia sekarang lebih sering berinteraksi dengan media dan dibanding berinteraksi langsung dengan manusia. Terlepas dari cara melihat komunikasi massa, tidak dapat disangkal bahwa kita menghabiskan waktu yang sangat besar dalam kehidupan kita untuk berinteraksi dengan media massa (Baran, 2008). Dan membuat media punya peranan vital dalam seluruh aspek kehidupan manusia dari bangun tidur hingga tidur lagi.

Hal inilah yang dimanfaatkan para pelaku industri musik. Label memanfaatkan media massa sebagai penguhubung informasi ke kalangan luas untuk mempromosikan musisi-musisi yang bernaung di bawahnya. Sedangkan para musisi menfaatkan media massa untuk menjalin kedekatan dengan penggemar agar mendapatkan simpati untuk tetap menjaga kepopuleran mereka. 

Banyak kita temukan media-media yang mampu mendekatkan fans dengan idolanya. Facebook, twitter, instagram, path, dll. merupakan beberapa contoh media komunikasi massa (media social) yang digunakan. Dengan bebas mereka berinteraksi, dari mulai ngobrol masalah penting, nggak penting, atau hanya bersimpati kepada orang untuk menarik simpati. Dan para artis sadar betul akan hal ini, sehingga menjadikannya suatu keharusan.

Perubahan selera khalayak yang selalu berubah akan membuat industri komunikasi massa juga berubah. Industri musik pop yang merupakan salah satu media komunikasi massa juga berubah, mulai dari musik itu sendiri, atau bagaimana cara mengenalkan musik itu sendiri. Dengan hasil akhir adalah keuntungan finansial atau mencari kepopularitasan untuk mengahsilkan uang.

Fenomena internet dewasa ini membuat orang berlomba-lomba untuk menjadi populer. Munculnya social media secara disadari atau tidak disadari membuat orang berpikiran untuk dikenal khalayak luas. Sedangkan para pelaku industri musik pop selain untuk mengenalkan diri atau kelompok mereka, media social akan menjadi salah satu cara untuk melariskan kepingan -- kepingan CD yang mereka jual. 

Dengan sidikit mengaku bahwa kami butuh media sosial untuk membantu kami mendekatkan diri dengan fans. Apapun itu, tetaplah sah apa yang mereka lakukan. Sikap ambivalensi kita--kita mengkritik, tetapi tetap mengonsumsi--sebagian muncul dari ketidakpastian kita akan hubungan antara elemen-elemen komunikasi massa (Baran, 2008).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun