"Dhe, bariki neng ndi?". Akmal mengunyah cemilan. Gerahamnya tak berhenti meremukkan kudapan.
"Kita ke Selo bagaimana?" Dia setuju. Tapi itu artinya saya menjilat ludah sendiri. Padahal diawal, saya nggak akan merambah tempat itu. Berhubung dirinya belum tahu ya, apa boleh buat.
Usai sholat dhuhur(sebuah bangunan kayu menjadi ruang sujud) kami turun mengikuti anjuran bapak petani, "Lepas cor-coran sampai habis, ada jalan aspal belok kanan. Ikuti saja"
Dikepala saya sudah terpatri bukit Cilenguk menjadi jujugan berikutnya. Ini sebenarnya random. Kawasan Selo terkenal dengan puluhan destinasi wisata. Memilih yang terbaik serta terbagus juga tidak gampang. Jalan tengahnya, ya datangi satu-satu.
Nama Cilenguk cukup menyita pikiran saya. Apakah ada kesalahan dalam penulisan? Bukankah seharusnya Celinguk(istilah Jawa). Lengkapnya celingak celinguk. Itu kondisi dimana kepala ditolehkan ke kanan dan ke kiri. Bahkan sampai memutarkan badan hingga belakang. Seperti ada sesuatu yang dicari. Mata sedikit di jelalatkan(coba kalian praktekkan adegan tersebut).
Destinasi ini sejatinya merupakan hamparan tanah yang tidak begitu luas. Letaknya di pinggir jalan masuk dusun Tritis dengan coretan sejarah atas nama Pakubuwono X(berkuasa dari 30 Maret 1893 hingga 20 Februari 1939). Jadi ceritanya, dulu Raja Karaton Surakarta ini gemar healing. Satu diantara banyak tempat yang beliau jelajahi adalah bukit ini. Konon, Susuhunan Pakubuwono X dibuat terpesona oleh keelokan tempat tersebut. Lokasinya pas banget berhadapan dengan gunung Merapi. Dengan menaiki kuda kesayangannya, Sampeyan nDalem menikmati denyut muram kabut pegunungan, gesekan dedaunan, ocehan binatang hutan, dengung sayap serangga, berlama-lama meresapi ciptaan Tuhan, kontemplasi, menyesap hal-hal tak kasat mata dengan batiniah.
Apa yang dilakukan Kanjeng Susuhunan istilahnya adalah taddabur alam. Alam layaknya ayat-ayat yang penuh ilmu pengetahuan. Jaman dulu, belajar dari alam sangatlah diajurkan oleh para ulama. Segaris dengan pemikiran Seyyed Hossein Nasr, seorang intelektual Islam kelahiran Iran; Alam diatur bukan oleh manusia, terlepas dari klaimnya, tetapi oleh Tuhan. Namun diberikan kepada manusia supaya bertindak layaknya jembatan antara langit dan bumi sebagai saluran rahmat dan terang bagi tatanan alam.
Tempat dimana beliau menyandarkan tubuh menjadi tetenger/petilasan. Penduduk dusun merawat petilasan dengan membersihkan serta memberi sesaji pada hari-hari tertentu. Makanya obyek wisata ini dinamai 'Bukit Cilenguk(Celinguk) PB X'. Sebuah bangunan dengan ukuran 2,5 meter persegi menjadi peneduh jejak sang Sampeyan nDalem.