Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Taddabur Alam di Dua Bukit, Kinasih dan Cilenguk

8 Juli 2023   23:48 Diperbarui: 8 Juli 2023   23:54 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dhe, bariki neng ndi?". Akmal mengunyah cemilan. Gerahamnya tak berhenti meremukkan kudapan.
"Kita ke Selo bagaimana?" Dia setuju. Tapi itu artinya saya menjilat ludah sendiri. Padahal diawal, saya nggak akan merambah tempat itu. Berhubung dirinya belum tahu ya, apa boleh buat.

Gubuk buat istirahat pengunjung. Sayangnya, beberapa bagian lapuk. Seharusnya diperbaiki. (Dokumen Pribadi)
Gubuk buat istirahat pengunjung. Sayangnya, beberapa bagian lapuk. Seharusnya diperbaiki. (Dokumen Pribadi)

Usai sholat dhuhur(sebuah bangunan kayu menjadi ruang sujud) kami turun mengikuti anjuran bapak petani, "Lepas cor-coran sampai habis, ada jalan aspal belok kanan. Ikuti saja"

Dikepala saya sudah terpatri bukit Cilenguk menjadi jujugan berikutnya. Ini sebenarnya random. Kawasan Selo terkenal dengan puluhan destinasi wisata. Memilih yang terbaik serta terbagus juga tidak gampang. Jalan tengahnya, ya datangi satu-satu.

(Dokumen Pribadi)
(Dokumen Pribadi)

Nama Cilenguk cukup menyita pikiran saya. Apakah ada kesalahan dalam penulisan? Bukankah seharusnya Celinguk(istilah Jawa). Lengkapnya celingak celinguk. Itu kondisi dimana kepala ditolehkan ke kanan dan ke kiri. Bahkan sampai memutarkan badan hingga belakang. Seperti ada sesuatu yang dicari. Mata sedikit di jelalatkan(coba kalian praktekkan adegan tersebut).

Destinasi ini sejatinya merupakan hamparan tanah yang tidak begitu luas. Letaknya di pinggir jalan masuk dusun Tritis dengan coretan sejarah atas nama Pakubuwono X(berkuasa dari 30 Maret 1893 hingga 20 Februari 1939). Jadi ceritanya, dulu Raja Karaton Surakarta ini gemar healing. Satu diantara banyak tempat yang beliau jelajahi adalah bukit ini. Konon, Susuhunan Pakubuwono X dibuat terpesona oleh keelokan tempat tersebut. Lokasinya pas banget berhadapan dengan gunung Merapi. Dengan menaiki kuda kesayangannya, Sampeyan nDalem menikmati denyut muram kabut pegunungan, gesekan dedaunan, ocehan binatang hutan, dengung sayap serangga, berlama-lama meresapi ciptaan Tuhan, kontemplasi, menyesap hal-hal tak kasat mata dengan batiniah.

Satu sudut di Bukit Cilenguk. (Dokumen Pribadi)
Satu sudut di Bukit Cilenguk. (Dokumen Pribadi)

Apa yang dilakukan Kanjeng Susuhunan istilahnya adalah taddabur alam. Alam layaknya ayat-ayat yang penuh ilmu pengetahuan. Jaman dulu, belajar dari alam sangatlah diajurkan oleh para ulama. Segaris dengan pemikiran Seyyed Hossein Nasr, seorang intelektual Islam kelahiran Iran; Alam diatur bukan oleh manusia, terlepas dari klaimnya, tetapi oleh Tuhan. Namun diberikan kepada manusia supaya bertindak layaknya jembatan antara langit dan bumi sebagai saluran rahmat dan terang bagi tatanan alam.

Tempat dimana beliau menyandarkan tubuh menjadi tetenger/petilasan. Penduduk dusun merawat petilasan dengan membersihkan serta memberi sesaji pada hari-hari tertentu. Makanya obyek wisata ini dinamai 'Bukit Cilenguk(Celinguk) PB X'. Sebuah bangunan dengan ukuran 2,5 meter persegi menjadi peneduh jejak sang Sampeyan nDalem.

Inilah petilasan dari Susuhunan Pakubuwono X. (Dokumen Pribadi)
Inilah petilasan dari Susuhunan Pakubuwono X. (Dokumen Pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun