Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Bersepeda ke Patirtaan Cabean Kunti

5 Agustus 2020   02:35 Diperbarui: 5 Agustus 2020   02:42 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sendang Lerep, salah satu diantara tujuh sendang di Patirtaan Cabean Kunti(Dokumen Pribadi)

Saat ini di republik Merah Putih, bersepeda menjadi trend tersendiri di kala covid 19 meraja. Untuk sementara, alat transportasi hasil olah pikir Baron Karls Drais von Sauerbrom(peletak dasar) berhasil menempati kasta tertinggi didunia olahraga. 

Saya tulis 'sementara' karena suatu saat ketika wabah ini sirna trend tersebut akan mengalami penyusutan, walau riak kecilnya pasti tetap ada, yaitu segelintir penggowes sejati-yang sudah dari dulu senang genjot pedal sebelum wabah menghantam. 

Demam bersepeda bisa menular menjangkiti segala kalangan. Semua dibuat "menggigil", berhamburan ambil bagian demi pencapaian pribadi dengan tampilan beraneka ragam sesuai kadar ekonomi serta basic budayanya. 

Nah, hal tersebut menyiram saya juga. Sebelum covid19 mencekik bumi pertiwi, aktifitas bersepeda telah saya lakukan. Semuanya demi stamina tubuh-napas biar panjang.

Diawali dari jarak tempuh pendek hingga mencoba menjamah tempat-tempat dengan medan menantang. Dari sekian tempat yang berhasil saya jamah, rute Patirtaan Cabean Kunti-sampai saat saya tulis-merupakan yang paling menguras tenaga, keringat dan butuh perhitungan.

Dari rumah(Solo) hingga Patirtaan Cabean Kunti dibutuhkan jarak tempuh 36 KM(Google Map). Dekat ya? Memang dekat. Tapi, lokasinya dibawah kaki gunung Merbabu dengan ketinggian 750 mdpl. Tahu sendiri, jika wilayah sudah berbau gunung, pasti medannya naik turun.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Awalan kesana, rute yang saya ambil lewat gerbang melengkung bertulis Solo-Selo-Borobudur, itu jalan Pariwisata Nasional Boyolali-Magelang. Dimulut jalan sudah disambut tanjakan ringan. 

Semakin keatas kian berat. Tangan menggenggam stang rapat-rapat, kaki dipaksa menggenjot pedal kuat-kuat. Bagian perut kebawah-paha, betis dan seluruh punggawanya-akan mengeras. 

Napas memburu bertalu-talu, dada berdenyut malu. Melewati rute ini saya dibuat kalangkabut. Capaian saya hanya sampai di pintu gerbang sebuah perusahaan swasta (PT.Tupai Adyamas Indonesia). Kalau dipaksa kuatir malah berabe. Akhirnya sepeda meluncur pulang dengan sengkarut letih merajam bersama sisa ngos-ngosan.

Apa yang keliru? Kurang latihan? Seperti tertulis diatas, awalan bersepeda, jarak tempuh yang saya lahap rute pendek. Kemudian lain waktu naik ke jarak lebih panjang dengan berbagai medan. 

Semisal, Solo-Klaten(Makam Ronggowarsito, Pujangga Kraton Surakarta), Solo-Sukoharjo(Gunung Sepikul, Batu Seribu, embung Sebo Menggolo, Air terjun Mirikerep), Solo-Karanganyar(Situs Matesih). Rute diatas sebagian saya datangi lebih dari satu kali. 

Jalan Matesih-Tawangmangu sampai situs Matesih juga keras(dua kali mencoba, baru berhasil yang kali ketiga). Dengan bekal latihan tersebut makanya saya ingin menjajal wilayah Boyolali yang berbau gunung. 

Didunia kaum genjot pedal, Boyolali merupakan tujuan favorit. Banyak hal yang menjadi penyebab, bisa karena bentang alam atau kulinernya beranekaragam dengan harga merakyat. 

Semangkuk soto rerata dijual Rp.5000, jenang tumpang, sego jagung, sego pecel, segelas teh panas dibenderol duaribu/gelas, susu sapi segar cup kecil bisa diseruput dengan harga duaribu, cup besar empatribu.

Sendang Lerep (Dokumen Pribadi)
Sendang Lerep (Dokumen Pribadi)

Selama menekuni jalur Solo-Boyolali, stang sepeda terarah menyusur pedesaan. Karena hirupan bau rumput adalah kegemaran pribadi. Banyak jalur yang jadi pilihan. Tinggal menurut kata hati. Jalan Solo-Semarang favorit penggowes dari timur. 

Aspal hotmik bersama tanjakan tidak terlalu sadis lebih digemari. Selama ini saya rutin lewat Cepokosawit menyapa Pawon Glagah(resto) kemudian tembus perempatan yang berujung pada jalan Pengging-Sudimoro(menanjak ramah). 

Menerobos jalan kampung dengan lahan pepaya yang memotong ke arah Kebun Raya Indrokilo. Istirahat dulu beberapa menit sebelum menuju komplek pemerintahan Kabupaten Boyolali dengan Menara Jagung serta gedung Lembu Suro sebagai ikon. 

Dihari Sabtu atau Minggu, lokasi ini akan diakuisisi kaum penggowes, tumplek blek-padahal corona masih gentayangan. Ada beberapa penggowes mengikuti protokol kesehatan pun sebaliknya.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Dari Menara Jagung kearah barat, kita akan menemui jalan Anggrek. Namanya sungguh cantik. Tapi itu adalah tanjakan ekstrim. Saya dua kali berhenti sebelum akhirnya lolos di ujung aspal. 

Beberapa goweser merintih, napas mengkis mengkis bahkan dipaksa bertekuk lutut menuntun sepedanya. Nggak percaya? Silahkan coba(buka Google Map). Tanjakan ini sungguh meninju, mengobrak-abrik stamina. Mulut dan hidung disuruh buka lebar-lebar, ambil udara tanpa batas.


Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Jadi, bagaimana agar sampai ke Patirtaan Cabean Kunti tidak melewati jalan lintas Boyolali-Magelang? Dengan mencermati Google Map, saya menemukan rute yang "sedikit" bersahabat, jalan Winong Baru. 

Kondisi jalan tersebut mulus. Namun dibeberapa titik aspalnya mengelupas serta akan menemui beberapa tanjakan tajam, tapi masih bisa saya taklukkan. Kehidupan padukuhan dengan ragam gerak akan kita lihat. 

Tanaman tembakau, cabe, pepaya, pohon kayu-kayuan, rumput ternak memenuhi kanan kiri jalan. Kicau burung menyusup dedaunan dengan hantaman udara sedikit dingin. 

Bau tembakau menguar dari beberapa rumah penduduk. Disebuah rumah yang dekat gerbang selamat datang dukuh Kelat terlihat rajangan tembakau ditata di anyaman bambu, dijemur. 

Usaha ternak ayam bisa terjumpai dibeberapa titik dilintasan ini. Bau kotoran busuk menyala membakar saluran napas. Kandang ayam berbentuk rumah panggung ada yang dibiarkan kosong, terbengkalai.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Menurut saya rute ini cukup mengasikkan bagi goweser. Lalu lintas tidak begitu ramai dibanding via jalan Boyolali-Magelang. Kombinasi antara ketepatan dalam memindah gear, keyakinan hati serta stamina tubuh point penting menghadapi medan menanjak. 

Dua kali saya ke patirtaan Cabean Kunti. Sabtu, 25 Juli 2020 dan 1 Agustus 2020. Bertemu satu rombongan kecil goweser. Sama, semua kepayahan dan perlu ambil napas dalam-dalam. 

Gelontor air putih upaya meredam letih serta rasa haus. Bila semua itu bisa kita selesaikan, Patirtaan Cabean Kunti akan menyambutmu dengan sukacita berbalut hening sapa. 

Pun dengan saya, setelah dua jam genjot pedal, situs suci itu tergapai. Saya melepaskan penat di dangau/gazebo yang disediakan bagi pengunjung. Hawa dingin yang mencengkeram wilayah Soloraya dalam beberapa hari ini membuat tubuh saya berkeringat sedikit. 

Setelah cukup, kaki saya ajak menapak tanah, melintasi bongkahan batu dengan berbagai ukuran untuk melihat apa yang ada di Patirtaan ini. Pohon tinggi menjulang menguarkan aura mistis. 

Sulur akar menyeruak merobek tanah, mirip ular naga panjangnya. Masih pagi tapi kibasan angin meliuk-liukkan dahan hingga menghasilkan efek merinding. Perasaan jadi sedikit tidak enak.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Patirtaan Cabean Kunti masih terselubung misteri.  Situs ini dinamakan Cabean Kunti sesuai dengan nama desa Cabean Kunti, bagian dari kecamatan Cepogo. 

Serta didekat Patirtaan ada sungai yang bernama sungai Kunti. Disinilah terdapat tujuh sendang atau kolam: sendang Sidotopo, sendang Lerep, sendang Jangkang, sendang Kunti Lanang, sendang Kunti Wadon, sendang Penguripan, sendang Semboja. 

Timbul pertanyaan, siapa yang membangun? Untuk apa dan dengan maksud apa? Para ahli berpendapat, kemungkinan patirtaan ini dibangun oleh seorang bangsawan dimasa klasik Jawa abad 8-10 Masehi, digunakan sebagai sarana dia menyepi guna membersihkan diri dari segala watak keduniawian atau oleh seorang pertapa sebelum moksa. 

Pendapat ini dikuatkan oleh relief burung serta manusia yang terukir di sendang Lerep berisi tentang ajaran moral. Patirtaan ini dibelah oleh sebuah jalan yang menghubungkan wilayah Cabean Kunti ke arah Ampel dan berujung pada koridor Cepogo-Ampel. 

Walaupun menjadi akses penduduk, tapi saya melihat tempat ini sepi. Memang sih beberapa motor atau truk dledhar-dledher(melintas), tapi tidak semarak. Apa kepagian? Padahal jam HP menunjuk pukul 8 teng.

Musholla di Patirtaan Cabean Kunti(Dokumen Pribadi)
Musholla di Patirtaan Cabean Kunti(Dokumen Pribadi)

Berbincang dengan bapak pemilik warung menjadi tambahan cerita buat saya. Patirtaan peninggalan agama Budha ini sedang mengalami restorasi. Beberapa serak batuan nampak teronggok dititik tertentu. 

Pekerja terlalu asik melakukan perbaikan hingga kehadiran saya tidak mengusik. Dedaunan tergeletak merata, onggokannya ada yang nangkring diatap gazebo. 

Penanggungjawab atau petugas penjaga terlihat membersihkan. Suara ujung lidi menggores tanah menjajah sudut situs. Tak kalah dengan itu, dengung suara serangga menggapai telinga saya.

Sepeda kuparkirkan di bawah pohon(Dokumen Pribadi)
Sepeda kuparkirkan di bawah pohon(Dokumen Pribadi)

Suasana tenang begini sanggup lembutkan hati serta pikiran. Sesekali deru mesin motor melintas. 

Air yang ada di patirtaan ini juga dimanfaatkan warga untuk berbagai keperluan. Hal itu terlihat dari adanya pipa-pipa paralon yang sambung menyambung disekitaran tempat. 

Sepertinya tidak banyak pengunjung yang kesini. Hanya orang-orang tertentu yang suka akan sejarah dan budaya leluhurnya. Kalau mereka tahu, tempat ini lumayan nyaman buat sandarkan pikiran sekaligus kontemplasi.[selesai]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun