Didunia kaum genjot pedal, Boyolali merupakan tujuan favorit. Banyak hal yang menjadi penyebab, bisa karena bentang alam atau kulinernya beranekaragam dengan harga merakyat.Â
Semangkuk soto rerata dijual Rp.5000, jenang tumpang, sego jagung, sego pecel, segelas teh panas dibenderol duaribu/gelas, susu sapi segar cup kecil bisa diseruput dengan harga duaribu, cup besar empatribu.
Selama menekuni jalur Solo-Boyolali, stang sepeda terarah menyusur pedesaan. Karena hirupan bau rumput adalah kegemaran pribadi. Banyak jalur yang jadi pilihan. Tinggal menurut kata hati. Jalan Solo-Semarang favorit penggowes dari timur.Â
Aspal hotmik bersama tanjakan tidak terlalu sadis lebih digemari. Selama ini saya rutin lewat Cepokosawit menyapa Pawon Glagah(resto) kemudian tembus perempatan yang berujung pada jalan Pengging-Sudimoro(menanjak ramah).Â
Menerobos jalan kampung dengan lahan pepaya yang memotong ke arah Kebun Raya Indrokilo. Istirahat dulu beberapa menit sebelum menuju komplek pemerintahan Kabupaten Boyolali dengan Menara Jagung serta gedung Lembu Suro sebagai ikon.Â
Dihari Sabtu atau Minggu, lokasi ini akan diakuisisi kaum penggowes, tumplek blek-padahal corona masih gentayangan. Ada beberapa penggowes mengikuti protokol kesehatan pun sebaliknya.
Dari Menara Jagung kearah barat, kita akan menemui jalan Anggrek. Namanya sungguh cantik. Tapi itu adalah tanjakan ekstrim. Saya dua kali berhenti sebelum akhirnya lolos di ujung aspal.Â
Beberapa goweser merintih, napas mengkis mengkis bahkan dipaksa bertekuk lutut menuntun sepedanya. Nggak percaya? Silahkan coba(buka Google Map). Tanjakan ini sungguh meninju, mengobrak-abrik stamina. Mulut dan hidung disuruh buka lebar-lebar, ambil udara tanpa batas.
Jadi, bagaimana agar sampai ke Patirtaan Cabean Kunti tidak melewati jalan lintas Boyolali-Magelang? Dengan mencermati Google Map, saya menemukan rute yang "sedikit" bersahabat, jalan Winong Baru.Â
Kondisi jalan tersebut mulus. Namun dibeberapa titik aspalnya mengelupas serta akan menemui beberapa tanjakan tajam, tapi masih bisa saya taklukkan. Kehidupan padukuhan dengan ragam gerak akan kita lihat.Â
Tanaman tembakau, cabe, pepaya, pohon kayu-kayuan, rumput ternak memenuhi kanan kiri jalan. Kicau burung menyusup dedaunan dengan hantaman udara sedikit dingin.Â
Bau tembakau menguar dari beberapa rumah penduduk. Disebuah rumah yang dekat gerbang selamat datang dukuh Kelat terlihat rajangan tembakau ditata di anyaman bambu, dijemur.Â
Usaha ternak ayam bisa terjumpai dibeberapa titik dilintasan ini. Bau kotoran busuk menyala membakar saluran napas. Kandang ayam berbentuk rumah panggung ada yang dibiarkan kosong, terbengkalai.
Menurut saya rute ini cukup mengasikkan bagi goweser. Lalu lintas tidak begitu ramai dibanding via jalan Boyolali-Magelang. Kombinasi antara ketepatan dalam memindah gear, keyakinan hati serta stamina tubuh point penting menghadapi medan menanjak.Â
Dua kali saya ke patirtaan Cabean Kunti. Sabtu, 25 Juli 2020 dan 1 Agustus 2020. Bertemu satu rombongan kecil goweser. Sama, semua kepayahan dan perlu ambil napas dalam-dalam.Â
Gelontor air putih upaya meredam letih serta rasa haus. Bila semua itu bisa kita selesaikan, Patirtaan Cabean Kunti akan menyambutmu dengan sukacita berbalut hening sapa.Â
Pun dengan saya, setelah dua jam genjot pedal, situs suci itu tergapai. Saya melepaskan penat di dangau/gazebo yang disediakan bagi pengunjung. Hawa dingin yang mencengkeram wilayah Soloraya dalam beberapa hari ini membuat tubuh saya berkeringat sedikit.Â
Setelah cukup, kaki saya ajak menapak tanah, melintasi bongkahan batu dengan berbagai ukuran untuk melihat apa yang ada di Patirtaan ini. Pohon tinggi menjulang menguarkan aura mistis.Â
Sulur akar menyeruak merobek tanah, mirip ular naga panjangnya. Masih pagi tapi kibasan angin meliuk-liukkan dahan hingga menghasilkan efek merinding. Perasaan jadi sedikit tidak enak.
Patirtaan Cabean Kunti masih terselubung misteri. Â Situs ini dinamakan Cabean Kunti sesuai dengan nama desa Cabean Kunti, bagian dari kecamatan Cepogo.Â
Serta didekat Patirtaan ada sungai yang bernama sungai Kunti. Disinilah terdapat tujuh sendang atau kolam: sendang Sidotopo, sendang Lerep, sendang Jangkang, sendang Kunti Lanang, sendang Kunti Wadon, sendang Penguripan, sendang Semboja.Â
Timbul pertanyaan, siapa yang membangun? Untuk apa dan dengan maksud apa? Para ahli berpendapat, kemungkinan patirtaan ini dibangun oleh seorang bangsawan dimasa klasik Jawa abad 8-10 Masehi, digunakan sebagai sarana dia menyepi guna membersihkan diri dari segala watak keduniawian atau oleh seorang pertapa sebelum moksa.Â
Pendapat ini dikuatkan oleh relief burung serta manusia yang terukir di sendang Lerep berisi tentang ajaran moral. Patirtaan ini dibelah oleh sebuah jalan yang menghubungkan wilayah Cabean Kunti ke arah Ampel dan berujung pada koridor Cepogo-Ampel.Â
Walaupun menjadi akses penduduk, tapi saya melihat tempat ini sepi. Memang sih beberapa motor atau truk dledhar-dledher(melintas), tapi tidak semarak. Apa kepagian? Padahal jam HP menunjuk pukul 8 teng.
Berbincang dengan bapak pemilik warung menjadi tambahan cerita buat saya. Patirtaan peninggalan agama Budha ini sedang mengalami restorasi. Beberapa serak batuan nampak teronggok dititik tertentu.Â
Pekerja terlalu asik melakukan perbaikan hingga kehadiran saya tidak mengusik. Dedaunan tergeletak merata, onggokannya ada yang nangkring diatap gazebo.Â
Penanggungjawab atau petugas penjaga terlihat membersihkan. Suara ujung lidi menggores tanah menjajah sudut situs. Tak kalah dengan itu, dengung suara serangga menggapai telinga saya.
Suasana tenang begini sanggup lembutkan hati serta pikiran. Sesekali deru mesin motor melintas.Â
Air yang ada di patirtaan ini juga dimanfaatkan warga untuk berbagai keperluan. Hal itu terlihat dari adanya pipa-pipa paralon yang sambung menyambung disekitaran tempat.Â
Sepertinya tidak banyak pengunjung yang kesini. Hanya orang-orang tertentu yang suka akan sejarah dan budaya leluhurnya. Kalau mereka tahu, tempat ini lumayan nyaman buat sandarkan pikiran sekaligus kontemplasi.[selesai]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H