bersepeda menjadi trend tersendiri di kala covid 19 meraja. Untuk sementara, alat transportasi hasil olah pikir Baron Karls Drais von Sauerbrom(peletak dasar) berhasil menempati kasta tertinggi didunia olahraga.Â
Saat ini di republik Merah Putih,Saya tulis 'sementara' karena suatu saat ketika wabah ini sirna trend tersebut akan mengalami penyusutan, walau riak kecilnya pasti tetap ada, yaitu segelintir penggowes sejati-yang sudah dari dulu senang genjot pedal sebelum wabah menghantam.Â
Demam bersepeda bisa menular menjangkiti segala kalangan. Semua dibuat "menggigil", berhamburan ambil bagian demi pencapaian pribadi dengan tampilan beraneka ragam sesuai kadar ekonomi serta basic budayanya.Â
Nah, hal tersebut menyiram saya juga. Sebelum covid19 mencekik bumi pertiwi, aktifitas bersepeda telah saya lakukan. Semuanya demi stamina tubuh-napas biar panjang.
Diawali dari jarak tempuh pendek hingga mencoba menjamah tempat-tempat dengan medan menantang. Dari sekian tempat yang berhasil saya jamah, rute Patirtaan Cabean Kunti-sampai saat saya tulis-merupakan yang paling menguras tenaga, keringat dan butuh perhitungan.
Dari rumah(Solo) hingga Patirtaan Cabean Kunti dibutuhkan jarak tempuh 36 KM(Google Map). Dekat ya? Memang dekat. Tapi, lokasinya dibawah kaki gunung Merbabu dengan ketinggian 750 mdpl. Tahu sendiri, jika wilayah sudah berbau gunung, pasti medannya naik turun.
Semakin keatas kian berat. Tangan menggenggam stang rapat-rapat, kaki dipaksa menggenjot pedal kuat-kuat. Bagian perut kebawah-paha, betis dan seluruh punggawanya-akan mengeras.Â
Napas memburu bertalu-talu, dada berdenyut malu. Melewati rute ini saya dibuat kalangkabut. Capaian saya hanya sampai di pintu gerbang sebuah perusahaan swasta (PT.Tupai Adyamas Indonesia). Kalau dipaksa kuatir malah berabe. Akhirnya sepeda meluncur pulang dengan sengkarut letih merajam bersama sisa ngos-ngosan.
Apa yang keliru? Kurang latihan? Seperti tertulis diatas, awalan bersepeda, jarak tempuh yang saya lahap rute pendek. Kemudian lain waktu naik ke jarak lebih panjang dengan berbagai medan.Â
Semisal, Solo-Klaten(Makam Ronggowarsito, Pujangga Kraton Surakarta), Solo-Sukoharjo(Gunung Sepikul, Batu Seribu, embung Sebo Menggolo, Air terjun Mirikerep), Solo-Karanganyar(Situs Matesih). Rute diatas sebagian saya datangi lebih dari satu kali.Â
Jalan Matesih-Tawangmangu sampai situs Matesih juga keras(dua kali mencoba, baru berhasil yang kali ketiga). Dengan bekal latihan tersebut makanya saya ingin menjajal wilayah Boyolali yang berbau gunung.Â