Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bertemu Mbah Semar dan Mahesa Jenar di Kebun Raya Indrokilo

22 Januari 2020   14:45 Diperbarui: 22 Januari 2020   14:51 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana cara mendapatkan kesegaran atau kesejukan alami ditengah kota? Ruangan rumah dipasang AC? Kipas-kipas? Duduk tenang dibawah pohon plastik sambil seruput es teh? Gebyur jika di kamar mandi? Itu semua tidak salah. Tapi ada solusi yang dilakukan sebuah kabupaten di jawa Tengah dengan membangunkan rakyatnya kebun raya sebagai tempat mendapatkan kesegaran alami serta pelepas pikir agar rileks sehingga sangat bagus untuk kesehatan mental. Ya, kabupaten Boyolali tepatnya.

Menempati tanah seluas 8,9 hektar, kebun raya ini dibangun bertahap dari tahun 2016 sampai sekarang. Dan masih terus dilakukan pembenahan serta pemeliharaan supaya sesuai harapan masyarakat.

Sebagai tempat konservasi pun ruang publik warga, kebun raya ini dibangun dengan simbol cinta lingkungan sekaligus alampada. Dinamakan kebun raya Indrokilo, apakah pembaca tahu tentang Indrokilo? Nama itu ternyata sama dengan sebuah pertapaan di daerah Prigen, Pasuruan Jawa Timur. Pertapaan itu terkenal karena presiden RI pertama, Soekarno pernah menyepi ditempat tersebut. Mungkin keheningan serta ketenangan di sana bisa meujud di kebun Raya ini-dikemudian hari.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Penulis berkesempatan mengunjunginya di Selasa, 21 Januari 2020. Kedatangan sudah disambut gerbang berbentuk replika dua gading gajah saling bertaut. Rogohlah sakumu untuk parkir motor sebesar 3 ribu rupiah.

Beberapa warung milik warga menempati lokasi didepan area parkir. Jika kalian datang pada hari yang sama dengan penulis, kalian masih bebas lenggang kangkung tanpa ditarik tiket. Sebab nantinya-entah kapan-akan dikenakan tiket 5 ribu rupiah/orang.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Melewati jembatan merah, dibuat untuk akses menuju point utama. Kontur tanahnya yang berbukit atau naik turun bagian dari pemilihan lokasi ini. Taman tematik dibuat supaya pengunjung fokus pada satu hal, sebelum menuju zona tematik lainnya. Kali pertama akan disongsong taman bertema paku-pakuan. Sebuah dome(fern cage) berdiri dengan isian beberapa jenis pakuan yang kurang tahan sinar matahari. Koleksinya beragam, diantaranya, Cibotium barometz(L), Angiopteris evecta, Adiantum capilus veneris, Pleachnemia sp, dan masih banyak lagi. Dari area tersebut ada site Epifit yang ditanami Platycerium bifurcatum, Asplenium nidus, Pyrosia longifolia.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Tanpa lelah penulis menjelajahi hampir 8,9 hektare untuk memupus rasa ingin tahu. Mengetahui jeroan kebun raya Indrokilo mengapungkan tanda tanya. Semisal, gerbang Pasingsingan, kenapa bentuknya dibuat mirip gerbang monumen Chiang Kai Shek Memorial Hall di Taipei-Taiwan. Kenapa tidak mengambil bentuk bangunan Jawa. Kan letaknya di Jawa Tengah. Begitu juga dengan nama Pasingsingan. Diambil dari nama tokoh berbudi luhur dari novel silat karya Singgih Hadi Mintardja-Nagasasra Sabuk Inten. Apakah penamaan tersebut karena pak Bupati-Seno Samudra-penggemar cerita silat karya penulis kelahiran Jogjakarta?

Sambil terus melangkahkan kaki, pandangan menikam apa yang patut untuk diperdebatkan. Sebuah patung Mahesa Jenar setinggi 17 meter berdiri dengan gaya merapal sebuah jurus atau ilmu kanuragan. Monumen Sosro Birowo menjadi bagian dari kebun raya ini. Penulis tambah yakin kalau beliau penggemar cersil karya penulis kelahiran 26 Januari 1933.


img-20200121-104410-compress15-5e27f8c7d541df6cca349c42.jpg
img-20200121-104410-compress15-5e27f8c7d541df6cca349c42.jpg
Dok. pribadiSosro Bhirowo adalah ajian milik Mahesa Jenar. Bila kalian penggemar karya-karya SH.Mintardja, pasti tidak asing dengan nama-nama itu. Dan pastinya, kalian generasi tua! Kalau anak milenial tidak akan kenal. Pertanyaannya, kenapa harus Sosro Bhirowo? Kenapa tidak Lembu Sekilan? He...he...he.... Diketahui, ajian Sosro Bhirowo berkarakter menyerap inti panas. Jadi jika dirapalkan lalu ditempelkan ke pohon akan kering kerontang, apalagi disengatkan pada raga manusia, hangus binasa gogrok balunge. Lalu, apa hubungannya dengan kebun Raya ini? Apakah pepohonannya nantinya diharapkan sanggup menyerap sinar panas matahari lalu sisanya dilemparkan kembali ke udara? Diluar pertanyaan itu, efek dari banyaknya pohon akan sanggup menenangkan jiwa disamping menurunkan pencemaran udara perkotaan. Satu batang pohon berusia 40 tahun sanggup menyerap satu ton karbondioksida.

"Ya, Itu jawabannya, om. Tepat"
"Masuk dong, pak Seno"

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Pengunjung juga akan melihat bahtera(kapal)nabi Nuh berwarna merah menyala. Posisinya dibuat miring layaknya digempur ombak. Dari jauh sungguh bikin penasaran. Bila kalian mendekat dan memasuki dalamnya hanyalah ruang kosong. Fungsinya belum penulis ketahui. Awalnya, penulis kira berisi diorama tentang suasana hutan beserta ragam hewan atau Boyolali tempo dulu.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Menara pandang berbentuk mirip pohon Baobab bisa pengunjung lihat. Pohon Baobab merupakan flora unik dari Madagaskar. Sayangnya, ketika penulis mau naik belum bisa-masih digembok('E' nya satu, tidak Tiga). Ada ketentuan yang wajib ketahui, yaitu, pengunjung yang mempunyai penyakit epilepsi, phobia pada ketinggian, riwayat penyakit jantung dilarang naik, pakai alas kaki khusus yang sudah disediakan petugas, batas maksimal 10 orang sekali naik, dilarang bawa makanan  minuman serta anak-anak pun lansia dilarang naik.
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Ternyata dulu, sebelum dijadikan  kebun Raya, tempat ini merupakan tegalan milik desa serta tempat mencari penglaris dalam berdagang juga kenaikan jabatan. Jadi berbau klenik. Dimalam-malam tertentu puluhan orang ngalap berkah dengan berbagai ritual sambil membawa kemenyan, cerutu/rokok, kembang telon, kembang tujuh rupa, serta syarat lainnya. Makanya disitu ada situs budaya dengan nama situs Lampis Ireng-atau Klampis ireng. Dipagari tembok setinggi dada mengelilingi. Dengan mudah pengunjung melonggok dari luar. Terlihat, sebuah batu dibebat adukan semen dibuat mirip kuburan dengan patung mbah Semar berwarna hitam diatasnya. Beberapa pohon ditanam agar suasana kelihatan hidup. Klampis Ireng dalam jagat pewayangan adalah kediaman Ki Lurah Semar. Agar kesan mistis, wingit, angker tergerus, pemerintah kabupaten  berinisiatif merubah tempat itu supaya bermanfaat bagi warga Boyolali. Jadilah kebun Raya itu dengan beberapa fasilitas pendukung-deretan kios dibagian depan sebelahan dengan area parkir. Diharapkan perputaran ekonomi berkembang ditempat tersebut.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Sambil duduk dikursi taman persis didepan Segara Alit, penulis mengamati riuh ceriwis pengunjung. Hari ini tidak begitu ramai. Kondisi cuaca cerah dengan sorot matahari lumayan menyengat.tiupan angin lembut menerpa wajah. Sebenarnya penamaan Segara Alit kurang tepat, terkesan dipaksakan. Lebih tepat kolam ikan, karena luasnya tak begitu masif. Dibagian ujung yang berdekatan dengan Air Terjun Niagara, beberapa sampah plastik mengapung menghina. Sialan! Pasti kelakuan pengunjung terdahulu. Sangat keterlaluan. Padahal beberapa tong sampah sudah disediakan. Ini cukup menganggu. Kesan kotor mengusik hati penulis. Miris.
Kucuran air dari tebing Niagara juga kurang deras. Icrit-icrit, sama dengan saluran irigasi sawah. Seandainya gelontoran airnya dibuat melimpah bergemuruh akan lebih keren. Bisa nggak diperbaiki? Kalau bikin jangan nanggung, pak.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Sebuah fasilitas pengolahan air hujan siap diminum menggoda penulis ingin mencicipi. Sayang, belum berfungsi. Ketika kran dibuka yang keluar hanyalah udara. Losss...

Bila pemkab Boyolali konsisten mengurus tempat ini, penulis yakin kedepannya akan menjadi magnet. Seiring dengan progess pertumbuhan pepohonan, kerindangan akan menyentuh hati. Ribuan burung akan ikhlas membangun sarang, bersendau gurau antar sesama demi menyemarakkan suasana. Dan sudah terbukti. Puluhan kupu-kupu beterbangan, hinggap dari pucuk  satu ke pucuk lain, "Cup jambelo jambe kecup maburo...." Ini akan dipromosikan via ragam medsos oleh para wisatawan.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Tantangan terberat dari sebuah destinasi wisata adalah stamina untuk merawat segala fasilitas yang ada didalamnya. Dari beberapa destinasi yang pernah penulis datangi, beberapa diantaranya terkulai pasrah dicampakkan pengunjung-hilang dari radar sistem pertahanan wisata. Apalagi ini buatan manusia. Sedangkan yang ciptaan Tuhan saja ada yang tidak dirawat, dibiarkan ala kadarnya tidak dijaga. Jangan hanya sanggup membangun tapi gagal memelihara.

Semoga saja kebun Raya Indrokilo tetap kuat menghadapi persaingan sengit di dunia pariwisata. Ojo obor blarak, menyala kencar-kencar sesaat, kemudian redup lalu mati. (Selesai)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun