Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bertemu Mbah Semar dan Mahesa Jenar di Kebun Raya Indrokilo

22 Januari 2020   14:45 Diperbarui: 22 Januari 2020   14:51 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Menara pandang berbentuk mirip pohon Baobab bisa pengunjung lihat. Pohon Baobab merupakan flora unik dari Madagaskar. Sayangnya, ketika penulis mau naik belum bisa-masih digembok('E' nya satu, tidak Tiga). Ada ketentuan yang wajib ketahui, yaitu, pengunjung yang mempunyai penyakit epilepsi, phobia pada ketinggian, riwayat penyakit jantung dilarang naik, pakai alas kaki khusus yang sudah disediakan petugas, batas maksimal 10 orang sekali naik, dilarang bawa makanan  minuman serta anak-anak pun lansia dilarang naik.
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Ternyata dulu, sebelum dijadikan  kebun Raya, tempat ini merupakan tegalan milik desa serta tempat mencari penglaris dalam berdagang juga kenaikan jabatan. Jadi berbau klenik. Dimalam-malam tertentu puluhan orang ngalap berkah dengan berbagai ritual sambil membawa kemenyan, cerutu/rokok, kembang telon, kembang tujuh rupa, serta syarat lainnya. Makanya disitu ada situs budaya dengan nama situs Lampis Ireng-atau Klampis ireng. Dipagari tembok setinggi dada mengelilingi. Dengan mudah pengunjung melonggok dari luar. Terlihat, sebuah batu dibebat adukan semen dibuat mirip kuburan dengan patung mbah Semar berwarna hitam diatasnya. Beberapa pohon ditanam agar suasana kelihatan hidup. Klampis Ireng dalam jagat pewayangan adalah kediaman Ki Lurah Semar. Agar kesan mistis, wingit, angker tergerus, pemerintah kabupaten  berinisiatif merubah tempat itu supaya bermanfaat bagi warga Boyolali. Jadilah kebun Raya itu dengan beberapa fasilitas pendukung-deretan kios dibagian depan sebelahan dengan area parkir. Diharapkan perputaran ekonomi berkembang ditempat tersebut.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Sambil duduk dikursi taman persis didepan Segara Alit, penulis mengamati riuh ceriwis pengunjung. Hari ini tidak begitu ramai. Kondisi cuaca cerah dengan sorot matahari lumayan menyengat.tiupan angin lembut menerpa wajah. Sebenarnya penamaan Segara Alit kurang tepat, terkesan dipaksakan. Lebih tepat kolam ikan, karena luasnya tak begitu masif. Dibagian ujung yang berdekatan dengan Air Terjun Niagara, beberapa sampah plastik mengapung menghina. Sialan! Pasti kelakuan pengunjung terdahulu. Sangat keterlaluan. Padahal beberapa tong sampah sudah disediakan. Ini cukup menganggu. Kesan kotor mengusik hati penulis. Miris.
Kucuran air dari tebing Niagara juga kurang deras. Icrit-icrit, sama dengan saluran irigasi sawah. Seandainya gelontoran airnya dibuat melimpah bergemuruh akan lebih keren. Bisa nggak diperbaiki? Kalau bikin jangan nanggung, pak.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Sebuah fasilitas pengolahan air hujan siap diminum menggoda penulis ingin mencicipi. Sayang, belum berfungsi. Ketika kran dibuka yang keluar hanyalah udara. Losss...

Bila pemkab Boyolali konsisten mengurus tempat ini, penulis yakin kedepannya akan menjadi magnet. Seiring dengan progess pertumbuhan pepohonan, kerindangan akan menyentuh hati. Ribuan burung akan ikhlas membangun sarang, bersendau gurau antar sesama demi menyemarakkan suasana. Dan sudah terbukti. Puluhan kupu-kupu beterbangan, hinggap dari pucuk  satu ke pucuk lain, "Cup jambelo jambe kecup maburo...." Ini akan dipromosikan via ragam medsos oleh para wisatawan.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Tantangan terberat dari sebuah destinasi wisata adalah stamina untuk merawat segala fasilitas yang ada didalamnya. Dari beberapa destinasi yang pernah penulis datangi, beberapa diantaranya terkulai pasrah dicampakkan pengunjung-hilang dari radar sistem pertahanan wisata. Apalagi ini buatan manusia. Sedangkan yang ciptaan Tuhan saja ada yang tidak dirawat, dibiarkan ala kadarnya tidak dijaga. Jangan hanya sanggup membangun tapi gagal memelihara.

Semoga saja kebun Raya Indrokilo tetap kuat menghadapi persaingan sengit di dunia pariwisata. Ojo obor blarak, menyala kencar-kencar sesaat, kemudian redup lalu mati. (Selesai)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun