Menara pandang berbentuk mirip pohon Baobab bisa pengunjung lihat. Pohon Baobab merupakan flora unik dari Madagaskar. Sayangnya, ketika penulis mau naik belum bisa-masih digembok('E' nya satu, tidak Tiga). Ada ketentuan yang wajib ketahui, yaitu, pengunjung yang mempunyai penyakit epilepsi, phobia pada ketinggian, riwayat penyakit jantung dilarang naik, pakai alas kaki khusus yang sudah disediakan petugas, batas maksimal 10 orang sekali naik, dilarang bawa makanan  minuman serta anak-anak pun lansia dilarang naik. Ternyata dulu, sebelum dijadikan  kebun Raya, tempat ini merupakan tegalan milik desa serta tempat mencari penglaris dalam berdagang juga kenaikan jabatan. Jadi berbau klenik. Dimalam-malam tertentu puluhan orang ngalap berkah dengan berbagai ritual sambil membawa kemenyan, cerutu/rokok, kembang telon, kembang tujuh rupa, serta syarat lainnya. Makanya disitu ada situs budaya dengan nama situs Lampis Ireng-atau Klampis ireng. Dipagari tembok setinggi dada mengelilingi. Dengan mudah pengunjung melonggok dari luar. Terlihat, sebuah batu dibebat adukan semen dibuat mirip kuburan dengan patung mbah Semar berwarna hitam diatasnya. Beberapa pohon ditanam agar suasana kelihatan hidup. Klampis Ireng dalam jagat pewayangan adalah kediaman Ki Lurah Semar. Agar kesan mistis, wingit, angker tergerus, pemerintah kabupaten  berinisiatif merubah tempat itu supaya bermanfaat bagi warga Boyolali. Jadilah kebun Raya itu dengan beberapa fasilitas pendukung-deretan kios dibagian depan sebelahan dengan area parkir. Diharapkan perputaran ekonomi berkembang ditempat tersebut.
Kucuran air dari tebing Niagara juga kurang deras. Icrit-icrit, sama dengan saluran irigasi sawah. Seandainya gelontoran airnya dibuat melimpah bergemuruh akan lebih keren. Bisa nggak diperbaiki? Kalau bikin jangan nanggung, pak.
Sebuah fasilitas pengolahan air hujan siap diminum menggoda penulis ingin mencicipi. Sayang, belum berfungsi. Ketika kran dibuka yang keluar hanyalah udara. Losss...
Bila pemkab Boyolali konsisten mengurus tempat ini, penulis yakin kedepannya akan menjadi magnet. Seiring dengan progess pertumbuhan pepohonan, kerindangan akan menyentuh hati. Ribuan burung akan ikhlas membangun sarang, bersendau gurau antar sesama demi menyemarakkan suasana. Dan sudah terbukti. Puluhan kupu-kupu beterbangan, hinggap dari pucuk  satu ke pucuk lain, "Cup jambelo jambe kecup maburo...." Ini akan dipromosikan via ragam medsos oleh para wisatawan.
wisata adalah stamina untuk merawat segala fasilitas yang ada didalamnya. Dari beberapa destinasi yang pernah penulis datangi, beberapa diantaranya terkulai pasrah dicampakkan pengunjung-hilang dari radar sistem pertahanan wisata. Apalagi ini buatan manusia. Sedangkan yang ciptaan Tuhan saja ada yang tidak dirawat, dibiarkan ala kadarnya tidak dijaga. Jangan hanya sanggup membangun tapi gagal memelihara.
Tantangan terberat dari sebuah destinasiSemoga saja kebun Raya Indrokilo tetap kuat menghadapi persaingan sengit di dunia pariwisata. Ojo obor blarak, menyala kencar-kencar sesaat, kemudian redup lalu mati. (Selesai)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H