Siapa yang bisa melakukan negosiasi dengan Tuhan? Kalau bisa dan berhasil saya kasih uang 1 trilyun utuh tanpa perlu di angsur. Ada yang sanggup? Kamu bisa? Iya kamu yang dipojokan itu.
Hubungkan saya dengan Tuhan karena ingin meminta kembali dilahirkan dijaman candi Borobudur dibangun di era wangsa syailendra. Setelah selesai, saya ingin lahir dari etnis Tiongkok-Mongol dan menjadi bagian dari 20.000 pasukan kiriman Kubilai Khan ke Jawadwipa untuk menghukum Kertanegara raja Singhasari.
Dan kalau boleh saya ingin meloncat kembali di jaman khalifah Harun Ar Rasyid di Baghdad. Ingin merasakan masa keemasan Islam serta menjadi rakyat beliau. Karena menurut Abu Nawas, sang khalifah mampu mewujudkan keamanan, kedamaian dan mensejahterakan rakyatnya.
Saya berani mengajukan penawaran itu karena yakin kalian takkan sanggup nego. Disamping itu mustahil saya punya uang 1 trilyun...he...he...he...
Asal muasal ide itu didasarkan pada beberapa kasus yang belakangan ini mencoba dimunculkan dengan bau SARA. Terbaru adalah kasus ditabraknya pemuda muslim etnis Jawa oleh pemilik pabrik cat beretnis China di kota bengawan.
Di Group WhatsApp sudah tersebar tulisan yang di dramatisir untuk menggiring opini publik. Beberapa teman saya tersihir oleh tulisan itu. Siapakah penulisnya? seolah-olah dia paling mengerti. Judulnya: Pembunuh Berdarah Dingin Dan Sadis.
Point yang coba dia jual; donatur utama PP Tahfidzul Qur'an Isykarina, suami dari wanita alumni Muhammadiyah I, kepala korban dilindas, etnis China kebal hukum, suap, pembunuh berdarah dingin sudah terbiasa dan pernah melakukan kejahatan sebelumnya, kalau salah menangani kejadian (kerusuhan) tahun 1981 bisa terulang.
Membaca isi tulisannya biasa, tapi ada agenda (ancaman) tersembunyi agar terjadi gesekan antar etnis serta lintas agama hingga kerusuhan timbul. Betapa kejinya si penulis itu.
Baru diera gadget murah dan mudah saya mendapati, badai sebaran kebencian begitu masifnya. Kabar bohong berbumbu tendensius mirip putaran tornado memporak-porandakan akal sehat. Banyak yang termakan hasutan hingga korban berjatuhan.
Ingat kasus Mohammad Azzam? Sebuah tragedi berujung nyawa melayang. Awalnya isu penculikan anak yang tersebar di WhatsApp (WA). Disinilah kaum sumbu pendek tergadaikan nalarnya. Sekelompok pemuda berniat liburan disebuah danau di Handikera, Bidar dinegara bagian Karnataka.
Mereka sedang duduk santai hingga lewat anak-anak sekolah. Satu dari pemuda itu berinisiatif menawarkan permen coklat ke rombongan anak itu. Entah kenapa, salah satu anak menangis dan menarik perhatian orang-orang sekitar sehingga menuduh Mohammad Azzam-pegawai Google berusia 27 tahun-cum suis sebagai penculik anak.