Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menengok Kondisi Terkini Area Museum Karst Indonesia di Wonogiri

23 Agustus 2018   23:39 Diperbarui: 24 Agustus 2018   00:25 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rencana mengunjungi museum Karst Indonesia akhirnya tergapai. Pagi menjelang siang saya telah berdiri tegak di pintu gerbang obyek wisata. Deretan kata 'Museum Karst Wonogiri' terpampang membentuk setengah lingkaran di area publik. Beberapa ornamen berwarna tembaga menjadi elemen mempercantik tempat itu. Tapi, apakah benar-benar cantik? Simpan kesimpulannya, biarkan saya melanjutkan penjelajahan. Dari gerbang besar melesat lurus kira-kira 100 an meter ada pos loket kecil. Kondisinya sepi. Dari belakang motor dan mobil masuk tanpa beli tiket. Sayapun ikut-ikutan. Kok nggak bayar, om? Jawabannya nanti ya. 

dokpri
dokpri
Mengitari sebentar dibeberapa titik akhirnya sampai didepan bangunan museum. Sekelompok kecil pengunjung berkumpul di spot favorit. Karena tidak ada petugas parkir, Motor saya tongkrongkan didepan bangunan museum berbentuk nasi tumpeng (dilihat dari depan). Menaiki tangga beberapa tingkat, pelataran terlampaui. Sebentuk kolam dengan air mancur telah paripurna aktifitas, mati. Tidak ada setetes airpun, kering kerontang. Sebuah Plakat batu memberitahukan kalau museum yang terletak di dusun Karang Lo Wetan desa Gebangharjo kecamatan Pracimantoro kabupaten Wonogiri, diresmikan oleh presiden ke 6 Republik Indonesia, bapak Susilo Bambang Yudhoyono. 

Menelusuri sudut-sudutnya mendapatkan fakta, bangunan ini kalah oleh ganasnya cuaca. Beberapa tegel geripil bahkan ketika terinjak ada yang berbunyi seperti mau lepas, catnya memudar dibeberapa sudut. Itu ternyata dialami juga oleh bangunan lain yang menjadi daya dukung museum. Persis diseberang museum ada bukit yang dijadikan penginapan. Beberapa bangunannya terlihat tidak terawat. Sampah berserakan dibuang seenaknya. Toiletnya bikin kalian geleng-geleng kepala. 

Kertas, plastik, tisu bahkan beberapa botol bekas minuman keras tergeletak teronggok. Ketika kaki menginjak kedalam dan mencoba putar keran, tidak ada gemericik air. Mati. Lubang toilet berwarna coklat, pertanda bekas air kencing yang mungkin sudah berhari-hari atau berbulan-bulan mengambang tanpa gangguan. Saya pastikan, kalian akan cepat-cepat pergi meninggalkan toilet ini. Awalnya mungkin, penginapan ini diharapkan menjadi tempat yang asik ketika bermalam. Tapi harapan tinggallah harapan. Faktanya, begitulah.

"Mungkin karena lupa saja untuk membersihkan, om"

"Lupa? Sebuah alasan untuk bela diri?"

dokpri
dokpri
Disekitaran museum ada beberapa goa yang bisa kalian kunjungi. Pertama yang saya datangi adalah gua Tembus, gua mendatar sepanjang sekitar 75 meter ini menembus pematang bukit batu gamping. Fenomena karst bawah-permukaan gua tembus berkembang pada batu gamping berlapis Formasi Wonosari yg berumur 15-5 juta tahun (Miosen tengah-Pliosen) proses karstifikasi yang membentuk gua terjadi setelah batu gamping terangkat dari dasar laut, yaitu sekitar 1,8 juta tahun yg lalu. Goa ini persis disamping pos loket.

dokpri
dokpri
Selanjutnya saya ke Gua Potro-Bunder. Menuju lokasi ini dibutuhkan sepeda motor. Karena jalannya tidak begitu lebar buat mobil, serta kondisi jalan belum begitu baik. Ada petunjuk yang akan memandu kalian. Ini adalah dua gua yang merekam sejarah penggalian kalsit dimasa lalu terhubung menjadi satu, membentuk gua Potro Bunder. Gua dipercaya memiliki nilai spiritual yg tinggi sehingga sering digunakan untuk bertapa.

Sampai disana terlihat sebuah sepeda motor sudah terparkir. Segera saja saya memasuki mulut goa. Tapi harus saya urungkan. Karena ada dua remaja sedang berciuman di mulut goa. Waduh, ini sudah tidak bener. Destinasi ini  terkontaminasi oleh beberapa oknum remaja yang bertindak diluar batas. Wisatawan jadi terganggu, jengah oleh kelakuan mereka.

Saya gagal masuk ke goa, hanya ambil gambar disekitarannya. Sampah masih tetap betebaran. Sangat disayangkan kelakuan oknum pengunjung. Kalau tidak bungkus rokok, botol air kemasan, bahkan kemasan alat kontrasepsi merek 'Sutera' menjadi bagian penyumbangnya. Ampuun...begitu miris.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Saya tidak bisa berlama-lama di tempat "horor". Melanjutkan pencarian ke beberapa goa. Hawa panas dengan angin kering menyelubungi penjelajahan. Pepohonan jati merangas. Daunnya berjatuhan menimbulkan bunyi 'krosak' ketika diinjak. Diatas, matahari menjadi raja segala raja. Sengatannya membuat manusia mencoba melindungi diri. Motor melewati jalan dengan gundukan sampah sebelum akhirnya sampai disebuah reservoir. Ya, Embung Gebangharjo. 

Suasana sepi ditengah perbukitan jati. Saya melongok. Dua gazebo berdiri diseberang embung. Didirikan untuk istirahat bagi pengunjung. Tapi, apakah ada yang mau beristirahat disini, sedang tak jauh darinya gundukan sampah yang dibakar serta menimbulkan bau menyengat menjadi hal buruk bagi kawasan itu. Sampah memang menjadi masalah bagi kehidupan manusia. Tapi bukankah manusianya yang bikin masalah? Mau enaknya sendiri.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Sebelum sampai kawasan wisata, saya menjumpai sebaran sampah produk manusia dibeberapa titik jalan.

Kembali menuju museum Karst. Ada sebuah tulisan, 'Pintu Masuk Museum Lewat Pintu Belakang". Kenapa harus lewat pintu belakang?

Sebuah pita sejenis garis polisi terikat memanjang didepan pintu depan museum. Sekelompok gelombang kecil pengunjung mengalami nasib seperti saya diawal datang. Celingak-celinguk, mana pintu belakangnya?

Karena saya sudah dapat info dari salah satu petugas yang juga penduduk disekitaran museum, maka ketika satu dari mereka bertanya, inilah infonya:

Jam buka museum karst pukul 08.30 s/d 15.30 wib. Bisa dikunjungi dari Senin sampai sabtu. Dengan catatan, hari Jum'at serta tanggal  merah tutup alias libur. Jadi hari ini, 22 Agustus 2018 bertepatan dengan hari raya Idul Adha dipastikan saya dan beberapa rombongan kecil itu terima nasib, gagal masuk museum. Mohon dimengerti. Yah, apes deh.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Untuk mengobati kekecewaan, saya ubek-ubek area sekitaran museum. Blusukan menuju sebuah pura dipuncak bukit menjadi bagian pula. Jalannya menanjak mulus bercor beton. Gerbang pura menjulang tinggi dari batu kali hitam menyambut. Pijakan anak tangga mengarah pada altar pura. Sampai diatas, lagi-lagi saya menemukan remaja lagi bemesraan. Sontoloyo tenan. Iki suwe-suwe do ra nggenah! Wis, or  peduli! Aku njarak tak parani. Ambil foto, jebrat-jebret. Salahhe, pura dinggo yang yangan (Ini lama-lama tidak benar. Aku sengaja mendatangi. Ambil foto, jebrat-jebret. Salahnya, Pura dipakai buat berkasih-kasihan)

dokpri
dokpri
af42915e-17e2-4ac8-96ed-6467f68d52ee-5b7ee2c9bde57576a4526e67.jpeg
af42915e-17e2-4ac8-96ed-6467f68d52ee-5b7ee2c9bde57576a4526e67.jpeg
dokpri
dokpri
Sebuah ruang kontras terbentuk dibenak saya. Kondisi alam yang begitu alami dirusak oleh beberapa item; sampah dan kelakuan tak senonoh beberapa oknum remaja kita.  

Kalau sudah begini, apakah kita akan melakukan pembiaran terus menerus? Harusnya pihak pengelola menertibkan hal-hal yang mengganggu kenyamanan wisatawan. Jangan sampai cap buruk menempel ketat. Marilah kita rawat dan jaga destinasi wisata sebagai bagian dari kepribadian bangsa.[selesai]

*Catatan kaki:

~Yang betul Kars atau Karst? (pakai huruf 'T' atau tidak? Karena tulisan digerbang masuk berbeda dengan di bangunan museum.

~Yang tepat Museum Karst Wonogiri atau Museum Kars Indonesia?

"boleh saya jawab, om?"

"Silahkan, nak"

"Itu tidak perlu dipermasalahkan, om. Pakai huruf 'T' atau tidak, Wonogiri atau Indonesia sama saja"

"Ooo...begitu ya?. Makasih" (sebenarnya jawabanmu ora nggembris-tidak bermutu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun