Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Museum Radya Pustaka, Berkerudung Sunyi di Tengah Hiruk Pikuk Kota

1 Agustus 2018   19:53 Diperbarui: 2 Agustus 2018   14:07 1172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sebagian kalian mesti beranggapan, "Tahayul! Efek kokean nonton 'Dunia Lain' yo ngene iki. Dasar menungso Endonesa!"

"Terserah elu, deh. Kalian yang paling bener. Tapi apakah sampeyan sempet buka Al-Qur'an dibagian surat dengan ayat yang bunyinya: Aku Ciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepadaKu. Jadi, didunia ini tidak hanya manusia yang berhak hidup. Jin peri perayangan juga dikasih tempat oleh Tuhan. Kemungkinan di museum ini salah satunya. Yang mengaku muslim pasti pernah buka kitab sucimu?"

Ups, nggak usah diperdebatkan. Kembali ke bahasan museum ini ya?

(Dok. Pribadi)
(Dok. Pribadi)
Ketika kaki menginjak gedung "lodji Kadipolo" saya seperti disedot pada jaman VOC. Aku mendapati sebuah "kesunyian". Semakin memasuki ruang satu ke ruang lainnya, nuansa tempo doeloe kental banget membalut. Bayangan tentang aktifitas memenuhi gedung ini. Meneer Belanda lalu-lalang memakai tongkat, postur tinggi dengan kumis japlang mengawasi para bawahannya.

Benarlah, hanya segelintir orang dengan niatan, "Aku ingin tahu, apa sih isi museum?" yang rela menyisihkan waktu untuk berani berkunjung.

Radya Pustaka siang itu hanya disambangi lima orang, terdiri dari: saya, 2 orang fotografer dari sebuah komunitas dan sepasang bule.

(Dok. Pribadi)
(Dok. Pribadi)
Radya Pustaka mencoba bertahan dari gerusan jaman. Sempat didera beberapa masalah, tapi tetap fight.

Sekarang orang lebih gemar ke mall dan destinasi lain ketimbang berkunjung ke "mbah buyut". Anak-anak sekarang tidak banyak yang mengenal museum dikota ini. Padahal pihak pengelola sudah meng-Gratis-kan biaya masuk alias tidak dipungut restibusi!

"Lha museum isinya kurang menarik. Barang "rosok" semua, om"

"Siapa bilang? Kamu pernah mendatangi? Jangan hanya mendengar kabar atau 'katanya'. Datangi dulu baru komentar"

(Dok. Pribadi)
(Dok. Pribadi)
Sempat ada pikiran, bagaimana jika artefak yang awam menyebut rosok kemudian diboyong pihak luar dan dijadikan bagian dari museum mereka, bisa kita bayangkan, kalau suatu saat kesadaran itu muncul belakangan hanyalah penyesalan yang akan bangsa ini dapatkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun