Tak perduli, apa yang kau kata
Selama bulir-bulir uang terlihat, temanku adalah kontenku
Mulutnya adalah senjata ke-viralan, sedangkan kesalahan di depan kamera ada tujuan.
Terakhir, sedikit membujuk rayu agar tidak memotong adegan sebelum tayang
Bersepakat ketika terbit tidak memiliki hak untuk cuan sesuai jam tayang
Nah kan, benar apa yang kukatakan
Media streaming pun berebut mengambil kontenku yang datar tapi banyak komentar
Mungkin mereka malas berpikir atau kehabisa daya kreasi
Tapi itu keuntunganku, melukis ide melalui cara dan gayaku
Esok, dan lusa ideku akan terus mengalir seperti air
Tidak pernah habis walau tanpa sadar harga diri kujajakan secara gratis
Gigih tak kenal pamrih,
Mau tak kenal henti,
Kritik di medsos kuanggap sebatas pencudang
Karena yang bodoh adalah yang menakar tanpa menyimak
Dan yang menyimak setengah lalu menakar sebelah
Sungguh tak berpengaruh bagi eksistensi para raja di dunia maya
Sampai suatu hari
Dengan maksud memuaskan penonton setiaku
Kontenku yang viral saat mengajak mucikari terkenal
Dilaporkan sepihak karena dianggap abnormal.
Katanya menyalahi asas kehidupan dan kebudayaan timur,
Katanya menyakiti kaum mayoritas ,
Katanya memperkosa keramahtamahan ajaran agama,
Tapi asiknya,
Semua dianggap hilang begitu saja, saat permintaan maaf di depan publik mulai dipuji.
Musyarwarah mufakat dengan sentuhan masa kini
Menulis sedikit di kertas polos dan menempeli materai terbitan B.I
Lalu berjanji tak akan mengulangi lagi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI