Mohon tunggu...
Rio Rio
Rio Rio Mohon Tunggu... Administrasi - Hehehe

Words kill, words give life, They're either poison or fruits- You choose. Proverbs 18:21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Dunia Bawah Laut dan Logika Berpikir Atheis

19 Februari 2018   14:20 Diperbarui: 20 Februari 2018   13:18 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stephen Hawking: Gamabr diunduh dari http://sains.kompas.com //(chemtrailsplanet)

Setelah puluhan tahun tidak menginjakkan kaki di seaworld ancol, akhirnya liburan akhir pekan kemarin kembali menginjakan kaki di seaworld ancol yang diklaim sebagai quarium terbesar di asia tenggara tersebut. Melihat spesies ikan laut merupakan hal yang sangat biasa saja, tetapi salah satu hal yang paling menarik perhatian adalah informasi tentang ikan laut dalam yang telah di awetkan di pajang dalam aquarium khusus.

Sampling ikan laut dalam yang diambil didan dipajang di seaworld, rata-rata berada di kedalaman 500 s/d 800 meter tetapi beberapa ikan diambil lebih dalam lagi. Bentuk ikan-ikan yang tidak biasa tersebut seakan menjelaskan bahwa masih banyak rahasia di dalam laut yang belum terkuak oleh manusia.

Berbicara soal laut dalam di dunia, maka tidak pernah dapat dilepaskan dari Mariana Trench alias Palung Mariana yang berada di sebelah barat samudera pasifik, sebelah timur Kepulauan Mariana yang merupakan sebuah titik parit di dasar laut dengan kedalaman 11 ribu meter. Jika Monumen nasional (monas) mmepunyai ketinggian 132 meter, maka untuk menyentuh dasar Mariana Trench dibutuhkan 83 buah lebih tugu Monas yang disambung sejajar garis lurus.

Mariana Trench sendiri bukan tidak pernah disentuh oleh manusia, seperti dilansir dalam artikel New york Times satu dari 3 orang yang pernah menyelami Mariana Trench adalah Sutradara kenamaan Hollywood, James Cameron. Ekspedisi  Mariana Trench  oleh Cameron dilakukan seorang diri pada tahun 2012 dengan menggunakan kapal selam khusus yang diberi nama "Challenger Deep" dan menghabiskan dana sebesar USD 10 Juta dalam pembuatannya.

Sutradara film 'Titanic' James Cameron keluar dari Deepsea Challenger saat ujicoba penyelaman di Jervis Bay, di selatan Sidney, Australia, Minggu (25/3). REUTERS/National Geographic/Mark Thiessen/Handout
Sutradara film 'Titanic' James Cameron keluar dari Deepsea Challenger saat ujicoba penyelaman di Jervis Bay, di selatan Sidney, Australia, Minggu (25/3). REUTERS/National Geographic/Mark Thiessen/Handout
Melakukan ekspedisi ke laut dalam memang memakan banyak biaya dibandingkan dengan menelusuri angkasa. New york Timeskembali mengatakan bahwa pendiri Virgin Airlines, Richard Branson menjanjikan era baru dalam menjelajahi laut dalam menggunakan kapal selam mereka yang diberi nama Virgin Oceanic submarine dan dibuat dengan dana USD 17 Juta. Dan Eric E. Schmidt, ketua Google, bergabung dalam proyek Deep Ocean seharga USD 40 juta. Tetapi tanpa alasan yang jelas, semua rencana ekplorasi laut dalam itu pupus di tahun 2014 lalu.

Tuntutlah Ilmu Setinggi Langit

Jargon tuntutlah ilmu setinggi langit memang menjadi slogan yang akan selalu dapat didengar dari masa ke masa. Akibat dari slogan ini maka tidak heran jika kita menemukan lebih banyak buku-buku tentang penelitian angkasa dibandingkan dengan laut dalam di dunia.

Penelitian mengenai langit memang menjadi hal yang selalu menarik untuk disimak, sudah sejak lama orang-orang jaman dahulu selalu menjadikan benda-benda langit sebagai patokan waktu dan musim yang akan terjadi. Puncak dari penelitian antariksa modern, dilakukan yang terjadinya perang dingin, dimana Russia pasca pecahnya Uni soviet menjadi negara pertama kali mengirimkan manusia ke bulan.

Dari momentum persaingan antar Negara mengenai angkasa tersebut, Negara-negara barat semakin banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang mempunyai teori modern tentang ilmu angkasa. Berbagai macam teori konvensional banyak dipecahkan dengan menggunakan alat-alat yang lebih canggih dari sebelumnya. Namun dalam perkembangan ilmu pengetahuan tentang langit tersebut, pola pikir para ilmuwan barat mulai bergeser dalam memaknai kehadiran sang pencipta. Sebagaimana yang dilansir oleh CNN Indonesia: dalam salah satu buku best sellerseorang fisikawan asal Inggris, Stephen Hawking yang berjudul The Grand Design,dikatakan bahwa Hawking percaya bahwa "Tuhan bukan Pencipta alam semesta beserta isinya, melainkan sebuah persitiwa fisika yang terjadi secara alamiah"

Stephen Hawking: Gamabr diunduh dari http://sains.kompas.com //(chemtrailsplanet)
Stephen Hawking: Gamabr diunduh dari http://sains.kompas.com //(chemtrailsplanet)
Hawking sebagai salah satu fisikawan yang masih eksis sampai dengan saat ini menyatakan dirinya adalah atheis karena ia lebih dapat menawarkan penjelasan yang lebih masuk akal tentang asal-usul alam semesta daripada agama. Sebagai seorang ilmuwan yang didukung oleh berbagai peralatan canggih, maka sah-sah saja Hawking memiliki rasa percaya diri yang tinggi pada setiap ilmu yang didapatkannya, tetapi sayangnya Hawking tidak melihat keterbatasan manusia lainnya untuk mencari pengetahuan-pengetahuan baru seperti keadaan dalam laut dalam. Seperti dalam logika sederhana, jumlah orang yang pergi ke luar angkasa lebih banyak dari pada jumlah orang yang pernah pergi ke laut dalam, itu artinya manusia masih memiliki keterbatasan untuk mencari ilmu pengetahuan di dalam laut.

Manusia dan keterbatasan

Hawking merupakan satu dari sekian fisikawan yang hidup dengan teori-teori fisika yang terus dapat dirasionalisasikan dengan teori-teori ilmu pengetahuan rangkumannya. Pengetahuan Hawking akan langit bukan berarti tidak dapat dipatahkan oleh ilmuwan masa depan yang memiliki alat  pendukung yang jauh lebih canggih, terlebih setiap teori bisa kapan saja dapat dipatahkan jika mendapatkan bukti baru yang lebih masuk akal.

Hawking seharusnya lebih menyadari bahwa angkasa terbentuk sedemikian rupa tidak dengan begitu saja, sebagaimana Tuhan menciptakan binatang binatang di laut dalam. Bagi saya, Tuhan berperan sebagai creator,menciptakan sedemikian rupa tatanan alam dan bekerja diluar nalar manusia. Ilmu pengetahuan seharusnya membuat kita bijak, bukan malah menghardik Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun