Sumpah Pemuda yang terbentuk sejak 89 tahun lalu merupakan bukti dari salah satu alat pemersatu kehidupan berbangsa di negeri yang heterogenitas ini. Sumpah pemuda yang lahir dari gerakan Budi Utomo tanggal 28 Oktober 1928 lalu, sukses menjadi senjata ideologi untuk memukul kelompok pemberontak dan separatis yang mengancam keutuhan bangsa pasca deklarasi kemerdekaan.Â
Jauh sebelum lahirnya sumpah pemuda tersebut, kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia juga mengartikan sumpah sebagai sebuah kalimat yang sangat luar biasa sakral-nya, karena mempunyai kewajiban mutlak untuk dilakukan . Namun, sakralnya sebuah sumpah dewasa ini mulai luluh lantak, karena lebih banyak digunakan oleh pemberontak dan separatis modern yang berlindung di bawah payung politik.
Apa yang didapat dari sebuah sumpah
Pengertian sumpah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memilliki 3 pengertian yang berbeda, dua diantaranya menekankan bahwa sumpah merupakan pernyataan atau janji, atau ikrar yang teguh untuk menguatkan suatu kebenaran dan kesungguhan.Pengertian atas sumpah dalam KBBI tersebut menekankan bahwa Tuhan sebenarnya tidak harus selalu dikaitkan dalam sebuah sumpah seseorang.Â
Konotasi sumpah yang membawa nama Tuhan memberi stigma bahwa kebenaraan dari informasi yang disampaikan seseorang merupakan kebenaran mutlak atau tidak dapat disangkal lagi. Namun perkembangan kehidupan sosial manusia yang begitu cepat ditambah arus globalisasi, mulai mengikis pengertian sumpah itu sendiri.Â
Dalam pergaulan di lingkungan sosial, setiap orang tidak lagi dengan segan mengatakan sumpah untuk menekankan kebenaran yang diucapkannya saat sedang berbincang-bincang ringan dengan tetangga atau keluarga dekat lainnya. Kebiasaan ini mulai mengakar, dan kadang diiucapkan tanpa ragu oleh anak kecil kepada orangtuanya, seolah-olah agar argumennya terlihat benar dan meyakinkan, walau dibalik itu ternyata ia berbohong.
Sumpah dalam lingkup hukum menjadi sangat penting penggunaannya, terlebih dalam menghadirkan saksi-saksi kunci yang dapat memberikan validasi atas informasi yang didapat hakim sebelumnya. Jika penggunaan sumpah dikaitkan dalam kasus Buni Yani, yang dituntut hukuman 2 tahun penjara atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas penyebaran video berbau SARA oleh Ahok, maka penafsiran atas penggunaa sumpah tidak lebih dari rasa keputusasaan.
 Seperti dilansir kompas.com, Buni secara mendadak melakukan sumpah atau mubalah dihadapan majelis hakim sesaat setelah pembacaan duplik (tanggapan tergugat atas jawaban penggugat). Dengan sebuah Al Quran yang dipegang di atas kepalanya, Buni berkata: Demi Allah saya tidak memotong video! Kalau saya memotong video agar saya dilaknat Allah dan diazab sekarang juga! "Dan kalau saya tidak melakukannya, mohon agar mereka yang menuduh saya diberikan azab dan dilaknat Allah!"
Sumpah yang diucapkan Buni Yani terkesan rancu karena ia juga memohon (entah kepada siapa) agar orang yang telah menuduh dirinya sebagai pelaku pemotongan video diberikan azab dan juga dilaknat Allah. Jika kata memohon tersebut ditujukan kepada Tuhan, maka apakah kalimat tersebut juga merupakan sebuah permintaan biasa? Dengan permintaan berkonotasi negatif seperti itu (meminta Tuhan untuk memberikan Azab laknat kepada orang yang menuduh) maka tak salah jika kalimat tersebut juga diartikan sebagai sumpah terlebih definisi lain atas sumpah dalam KBBIjuga diartikan sebagai kata-kata yang buruk (makian dan sebagainya).
Sumpah Buni bisa buat bebas?
Sumpah merupakan alat bukti yang diakui dalam hukum nasional, seperti apa yang tertulis dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) Pasal 1865 yang mengatur tentang pembuktian di depan hukum. Terlebih lagi setiap sumpah yang terucap dalam ranah meja hijau,  seharusnya mendapat perintah langsung dari Hakim ataupun salah satu  pihak (pasal 1929 KUHPer).Â
Namun sumpah sebagai alat bukti dalam hukum, perlu ditafsirkan secara sempit karena pandaan katanya yang akan menjadi luas ketika situasi dan kondisinya berbeda. Sumpah Buni yang dikatakan di depan perisidangan, memang dapat menjadi alat bukti atas kebenaraan informasi yang dikatakannya selama menjalani persidangan. Tetapi hal ini tidak akan berlaku jika hakim telah menemukan barang bukti yang cukup untuk memperkuat dalil gugatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H