Setiap kali pikirannya melayang ke sosok Ryan atau kejadian-kejadian dialaminya, ia merasa begitu berat beban yang menghimpit hatinya. Bahkan sampai muncul pikiran untuk membunuh diri.Â
Berbagai upaya telah ia lakukan. Keluarga pun turut mendukung sepenuhnya untuk mengatasi persoalan ini, namun semua usaha belum membuahkan hasil yang diharapkan.
Penasaran dengan keadaan seperti inilah, sebelum membantu Fira merilis tuntas semua emosi yang terkait dengan masalahnya, dengan teknik regresi yang terukur dan presisi, saya membimbing  klien untuk menemukan akar masalah yang menyebabkan kekuatan emosi yang sangat intens.Â
Biasanya semakin intens emosi dalam memori kejadian yang bermasalah, semakin sulit untuk dilepaskan,kalau hanya dengan teknik biasa.
Melalui upaya yang membutuhkan kesabaran yang lebih banyak, akhirnya ditemukan hal-hal yang menjadi akar permasalahan, penyebab sulitnya klien untuk move on.Â
Pada gilirannya rahasia itu terkuak juga. Sulitnya melupakan peristiwa itu karena adanya peristiwa lain dalam hidup klien yang seakan mencengkeram emosi traumatik kejadian-kejadian mirip berikutnya dalam pikiran bawah sadar. Â Sebenarnya untuk melupakan kejadian perceraian dan pengkhianatan pacarnya pun sudah membuat klien saya sulit untuk move on.Â
Namun akar kepedihan ini ternyata diperkuat dan ditarik ke pusaran yang lebih dalam, ke akar masalah kejadian awal yang membuat klien benar-benar semakin menderita.
Apa peristiwa atau kejadian awal yang menjadi awal penderitaan klien? Dengan teknik tertentu, klien dibimbing untuk menemukan memori kejadian saat ia berusia lima tahun yang sangat berpengaruh dalam hidupnya saat ini.Â
Klien kecil, saat berusialima tahun, merasa begitu kesepian. Ia hanya bermain sendirian, tak ada teman dan takada pula yang menemaninya. Kedua orangtunya sibuk bekerja seharian. Tentu orangtuanya tak bermaksud membuat anaknya menderita.
Toh dengan bekerja, kebutuhan hidup keluarga terpenuhi, anak-anak pun bahagia.Itulah logika pikiran sadar yang sederhana. Banyak orangtua juga melakukan hal yang sama, tanpa menyadari, apalagi mengetahui, dampak kesepian seorang anak balita bagi kehidupan di masa depannya.
Kebutuhan fisik boleh terpenuhi sepuasnya, namun bila kebutuhan psikologis tidak atau kurang terpenuhi, akibatnya nyaris sama buruknya, bahkan bisa lebih fatal. Itulah yang terjadi dengan Fira. Kebutuhan akan kasih sayang orangtuanya, sangat kurang dirasakan saat ia masih anak-anak.Â