Dan, di luar pikiran saya sebelumnya, ada yang saling jatuh cinta. Mereka saling mengungkapkan rasa. Ini seronok, saya rajin pasang telinga.Â
Sebagai pendamping, kesempatan ini biasanya saya gunakan bermain gitar, mengajak mereka bernyanyi bersama, tentang kasih dan cinta. Ini cara untuk mengalihkan agar jangan sampai ada kesempatan mereka berpacaran.
Setelah sebulan, masa live in saya pun berakhir. Kami saling berpisah. Kami saling melupa. Namun kesan-kesan itu tetap membekas hingga kini.Â
Dan, ketika viral sebuah foto di media sosial berisi surat pernyataan tiga orang anak yang menitipkan orangtuanya ke panti jompo, saya pun kembali mengingat kebersamaan kami di Rempoa.
Bagi saya, keberadaan panti jompo tergantung cara kita memandang. Rumah jompo bukan tempat titipan, juga bukan "pembuangan". Bagi saya, panti jompo adalah sekolah berasrama bagi lanjut usia.Â
Saya yakin, manajemen panti jompo sekarang jauh lebih modern, elegan, dan manusiawi. Maka, atas alasan tertentu, "menyekolahkan" orangtua di panti jompo adalah pilihan tepat. Toh, daripada orangtua dibiarkan di rumah dengan kondisi tak terurus secara layak?
Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H