Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terkait Pembangunan Waduk Lambo di NTT, Jokowi Perlu Dengar Jeritan Warga Terdampak

3 September 2021   14:41 Diperbarui: 3 September 2021   15:25 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ambisi Pemerintah di era Joko Widodo untuk menyediakan pemenuhan kebutuhan air baku bagi warga dan irigasi persawahan di Kabupaten Nagekeo patut diacungi jempol. Kabar teranyar, Pembangunan Waduk Lambo akan dimulai tahun ini. Alokasi dana sebesar Rp 700 miliar telah disiapkan. Dana ini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021-2025.

Terdapat enam lingkup pekerjaan yang akan dilakukan oleh PT Waskita, meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan pembuatan atau relokasi atau rehabilitasi jalan, bendungan utama, pekerjaan bangunan fasilitas dan penunjang, serta penyelenggaraan sistem manajemen kesehatan.

Sebagaimana diketahui, Proyek Strategis Nasional (PSN) ini akan terjadi di Lowo Se, Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagakeo, NTT. Proyek ini resmi disepakati dan ditandatangani proses pengerjaannya oleh Bupati Nagekeo dr. Johanes Don Bosca Do bersama tim sosialisasi dan tim apraisal di Mbay pada Rabu (1/9/2021).

Persoalan di lapangan justru jauh panggang dari api. Tiga komunitas masyarakat adat yang mendiami lokasi tersebut menolak keras proyek ambisius itu. Tiga komunitas adat itu berasal dari Malapoma (Desa Rendubutowe),  Malala (Desa Labolewa), dan Kadhaebo (Desa Ulupulu). Mereka menyayangkan, seolah-olah persoalan selama ini sejak 1999 telah dibereskan oleh pemerintah.

Berbagai cara telah dilakukan agar keutuhan tanah warisan leluhur tidak dirampas. Warga menilai pembangunan ini akan mengancam kehidupan masyarakat adat. Sebelumnya, warga sudah menolak terkait lokasi di Lowo Se (Desa Rendubutowe)  dan memberikan solusi lokasi di Malawaka (masih wilayah Desa Rendubutowe). Namun, solusi ini tidak digubris oleh pemerintah.

Sosialisasi kontrak pengerjaan Waduk Lambo di Aula VIP Kantor Bupati. Sumber: Tangkapan Layar indonesiasatu.co.id
Sosialisasi kontrak pengerjaan Waduk Lambo di Aula VIP Kantor Bupati. Sumber: Tangkapan Layar indonesiasatu.co.id

Seddo Lara, tokoh mudah Labolewa mengatakan, lokasi bendungan sudah ditolak oleh semua orang Lambo sejak masih bergabung dengan Kabupaten Ngada (Nagekeo baru diresmikan pada 2007). Ada ketakutan sebagai generasi muda, katanya, konflik horizontal akan terjadi bila pembangunan Waduk Lambo dipaksakan.

Lanjut Seddo, tanah "kapi sa, rate reba" (kubur leluhur) dan "watu nabe" (pusaka suku untuk ritual adat berburu) tak bisa digantikan dengan apapun, tak bisa dipindahkan ke manapun. Sebab sumpah adat sudah dilakukan.

Yustinus Weke Wea, juga tokoh mudah Nagekeo mengatakan, ada dampak ikutan ketika pembangunan ini dipaksakan. Katanya, tanah ratusan hektar akan ditenggelamkan, tiga fasilitas pendidikan dan rumah ibadat turut digusur. Tiga fasilitas pendidikan itu meliputi SDN Malapoma, SDN Lambo, dan SDK Boamaso. Menurut Yustinus, masyarakat adat sudah menawarkan alternatif solusi yakni di Malawaka dan Lowopebhu sejak tahun 2001, namun tidak diindahkan pemerintah.

SDN Malapoma, salah satu fasilitas pendidikan di wilayah pembangunan waduk yang akan berdampak. Sumber: Tangkapan layar kemendikbud.go.id
SDN Malapoma, salah satu fasilitas pendidikan di wilayah pembangunan waduk yang akan berdampak. Sumber: Tangkapan layar kemendikbud.go.id

Philipus Kami, aktivis AMAN Nusa Bunga mengatakan, lokasi di Lowo Se itu adalah tanah hak ulayat adat tiga komunitas. Penolakan warga, katanya, adalah bentuk kepatuhan terhadap UUD 1945 pasal 18 b ayat 2 dan pasal 28. Pasal 18 b ayat 2 menegaskan, Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Sementara pasal 26, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

"Sebagai Pemuda Rendu, kita menyayangkan sikap pemerintah yang terlalu ambisius dalam rencana pembangunan Waduk Lambo, pemerintah melanggar hak konstitusi masyarakat adat, pemerintah melanggar peraturan tentang rencana tata ruang wilayah yang ada di Lowo Se. Hari ini kita menolak lokasi pembangunan waduk (di Lowo Se) dan dipindahkan lokasinya ke Malawaka. Kami jadi korban rekayasa pemerintah yang hanya mengadu-domba kami masyarakat," kata Karolus Ruku dalam komentarnya tentang alasan menandatangai petisi.

Saat ini warga komunitas adat tiga suku masih tetap menolak pembangunan waduk tersebut. Pemerintah perlu mendengarkan solusi alternatif yang ditawarkan. Presiden Jokowi perlu mendengarkan jeritan warga terdampak, kata Yustinus, agar pembangunan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun