Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Merawat Komitmen, Menjaga LDR Indonesia-Hong Kong

16 Februari 2021   14:41 Diperbarui: 17 Februari 2021   10:03 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuliah saya kandas pada 2005. Lantaran ketiadaan biaya. Di tengah kota Metropolitan yang tak pernah sepi, saya memutuskan untuk bekerja. Sebuah perusahaan distributor air minum dalam kemasan menerima saya dengan senyum ceria.

Saya ditempatkan sebagai staf marketing. Terdengar keren memang. Meski hari-hari saya dipanggil kenek, sebagai tukang muat dan bongkar galon air minum. Saya melamar dengan ijazah pendidikan terakhir: SMA. Mungkin bagian HRD melihat fisik saya yang kuat. Diharapkan, bisa mengangkat galon dengan aman, agar tidak jatuh pecah/bocor.

Sebagai karyawan dengan status paling rendah, selevel office boy, saya melakukan dengan gembira. Saya tahu, perjalanan seribu kilometer dimulai dengan langkah pertama. Sebagai kenek itulah langkah berkarier mulai ditapak.

Benar, proses tak pernah menghianati hasil. Setahun berikut, saya dipercayakan sebagai staf keuangan. Saya menerima setoran hasil penjualan setiap hari. Setoran berupa uang tunai, cek dan giro. Atas jabatan inilah, kecuali hari Sabtu dan Minggu, ruangan saya dikunjungi teller bank yang cantiknya sungguh istimewa. Saya menikmati kebahagiaan-kebahagian kecil, seperti mendapat curahan pengalaman bekerja sebagai teller bank.

Dari seorang teller banklah saya berkenalan dengan Facebook. Atas sarannya, pada 2007 saya berhasil memiliki akun dengan nama seperti nama saya sekarang. Saya mulai menghabiskan setiap detik luang dengan ber-facebook, sebab saya tidak sesibuk dulu sebagai kenek.  Saya meng-add untuk menambah teman. Juga, sesekali posting status, like dan memberikan komen.

Suatu ketika, saya galau. Lantaran cewek blasteran Jawa-Timor Leste mementalkan seluruh rasa cintaku padanya. Dunia seperti tak berpihak. Saya pun menulis, "jangan biarkan hatimu memperjuangkan rasa cinta yang bertuan, jika pahitnya kekecewaan tak terkira."

Status galau ini bermakna luar biasa dalam bagi penjuru dunia maya Facebook. Terutama yang baru saja merasakan 'cinta ditolak'. Tak terkecuali seorang gadis Flores yang sedang bekerja di Hong Kong. Namanya, Elin-bukan nama samaran.

Ia meng-add saya. Kami saling menyapa di ruang inbox. Ia tak segan membagi kisah cintanya, semirip status galau di atas. Kami pun berteman selayaknya teman facebook. Dia rajin like dan komen setiap kali saya posting status. Saya kadang-kadang like dan komen statusnya seperlunya saja.

Pada pertengahan 2007, saya melanjutkan kuliah yang terputus di kampus berbeda sebelumnya. Saya memilih kampus di wilayah Jatiwaringin, Jakarta Timur. Saya menjalani sebagai mahasiswa non reguler. Khusus untuk karyawan/pekerja. Jadwal kuliah sore hingga malam hari. Jika ada tambahan waktu, dipilih hari Sabtu setengah hari. 

Kesibukan kuliah dan kerja tugas, otomatis tidak ada waktu bersantai-santai lagi. Termasuk bermain facebook. Hari Minggu biasanya digunakan untuk kerja tugas, baik tugas individu maupun kelompok. Berkat-berkat terberi dalam kerja tugas kelompok sangat dirasakan sebagai anak kos. Teman seangkatan sangat paham kondisi saya. Mereka umumnya sudah mapan secara ekonomi. Mereka membawa bekal untuk makan bersama. Juga dinner bersama di rumah makan terdekat. Saya cukup menyiapkan perut dengan kondisi yang belum terisi sejak pagi.

Kuliah sambil bekerja tidak semudah mengedipkan alis mata. Biar saya saja, kamu jangan. Aktivitas berfacebook harus berhenti. Jauh dari dalam hati, terukir niat. Kuliah harus selesai. Empat tahun harus  kelar. Tekad itu ditulis, lalu ditempelkan di dinding kamar kos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun