Sejak menikah tiga tahun lalu, istri dan saya sepakat membeli sebidang tanah di pinggir Kota Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) berjarak 2 kilometer dari pusat kota. Lantaran biaya kontrak rumah sebelumnya yang sangat mahal, maka kami sepakat langsung membangun rumah kecil, beratap seng, berdinding bambu anyam, dan lantainya langsung dengan tanah.
Saya seorang karyawan pada sebuah lembaga swasta, sementara sang istri, selain mengurus rumah tangga, juga bertanggung jawab berat: mendidik sang buah hati yang Tuhan berikan kepada kami.
Seiring berjalannya waktu, sang buah hati bertambah usia, ia menjadi anak yang aktif. Ia senang bermain. Ia sangat mandiri. Hal ini membuat tanggung jawab istri mulai berkurang. Hanya tetap memantau ketika ia bermain. Bermain bersama. Sesekali mengajaknya keluar rumah, bermain dengan anak tetangga. Juga, ke pantai dan ke sungai untuk berenang.
Selain ditanami beberapa jenis sayur, juga menanam kebutuhan-kebutuhan bumbu masakan. Ada sereh, tapak kuda, sereh merah, jeruk nipis, jeruk sitrum, kemangi, halia, jahe, kunyit kuning, kunyit putih  dan temulawak. Ditambah marongge, binahong merah, dan rosela.
Beberapa kali sang istri menyediakan bubur tapak kuda kepada putri kami, ketika berusia 6-12 bulan. Tanaman tapak kuda meningkatkan fungsi dan mengasah memori otak balita.
Marongge meningkatkan imun tubuh terhadap serangan virus. Binahong mampu menurunkan kadar gula dalam darah, mencegah kanker, mengurangi kolesterol, menurunkan efek tekanan darah, mengatasi gagal ginjal, asam urat dan menyembuhkan luka. Sementara bunga rosela berkhasiat tinggi, mengandung vitamin, kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, kalium (potasium), dan natrium (sodium).
Terdapat juga miana, lidah buaya, lidah mertua, dan meniran. Miana menyembuhkan diabetes dan mengatasi sakit perut. Lidah buaya biasa kami gunakan untuk mengencangkan kerutan wajah sehingga wajah akan terlihat lebih muda dan bercahaya. Sedangkan lidah mertua, membantu menyediakan udara segar, mengusir bau tidak sedap, mengurangi radiasi dari alat elektronik, dan membangkitkan energi positif.
Suatu sore, hujan baru saja pergi. Kami menghabiskan semangkuk mie kuah rosela yang sedapnya sangat jujur. Di bawah pohon kersen, kami berdiskusi tentang mahalnya biaya obat dan rumah sakit, meskipun kami pemegang kartu KIS (Kartu Indonesia Sehat). Sebagai solusi kesehatan keluarga, apotek hidup adalah salah satu alternatifnya, kata sang istri.
Apotek hidup adalah cara yang tepat, menyediakan kesehatan keluarga dengan tanaman-tanaman herbal, yang tumbuh di sekitar kita.
Makanya, ketika pilek/flu saya sangat menikmati kuah ikan dengan bumbu sereh, untuk menghangatkan dan menjaga daya tahan tubuh. Atau ketika batuk, kami meminum beberapa tetes air jeruk nipis dicampur kecap manis. Juga, saat lambung sedikit kumat, sang istri segera meracik jamu kunyit.
Beberapa hari terakhir ini, sang istri rajin meramu bahan-bahan herbal yang ada di pekarangan rumah kami, menjadi minyak gosok/urut yang menghangatkan badan. Beraroma terapi khas sereh merah ditambah cengkeh-diambil dari kampung sendiri.
Tidak kalah dengan produk yang sudah punya 'nama'. Oleh sebab alasan perizinan, maka ramuan ini tidak diedarkan, hanya untuk kebutuhan kesehatan keluarga.
Lumayan, kami jarang sekali pergi ke dokter dan klinik. Kami jarang membeli obat kalau hanya pilek, flu, batuk, nyeri lambung, sakit perut, dan gejala-gejala sakit lainnya. Dengan demikian, kami mengurangi 'out of pocket' kesehatan.
Data Kesehatan 2019 merilis, rata-rata biaya mengobati sendiri per kapita sebulan yang dibayar sendiri Rp 1.447. Terdiri dari biaya obat tradisional untuk mengobati sendiri per kapita sebulan Rp 397 dan rata-rata biaya obat modern untuk mengobati sendiri per kapita sebulan Rp 1.050.
Nah, ketika ada pihak yang tersinggung, justru istri saya bahagia disebut 'tukang obat'. Tukang obat itu dapat menghemat biaya kesehatan, dan menekan biaya obat. Tukang obat itu menyembuhkan. Tukang obat seperti 'habib' (Arab: kekasih) yang membawa kesehatan bagi keluarga: jiwa maupun raga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H