Apotek hidup adalah cara yang tepat, menyediakan kesehatan keluarga dengan tanaman-tanaman herbal, yang tumbuh di sekitar kita.
Makanya, ketika pilek/flu saya sangat menikmati kuah ikan dengan bumbu sereh, untuk menghangatkan dan menjaga daya tahan tubuh. Atau ketika batuk, kami meminum beberapa tetes air jeruk nipis dicampur kecap manis. Juga, saat lambung sedikit kumat, sang istri segera meracik jamu kunyit.
Beberapa hari terakhir ini, sang istri rajin meramu bahan-bahan herbal yang ada di pekarangan rumah kami, menjadi minyak gosok/urut yang menghangatkan badan. Beraroma terapi khas sereh merah ditambah cengkeh-diambil dari kampung sendiri.
Tidak kalah dengan produk yang sudah punya 'nama'. Oleh sebab alasan perizinan, maka ramuan ini tidak diedarkan, hanya untuk kebutuhan kesehatan keluarga.
Lumayan, kami jarang sekali pergi ke dokter dan klinik. Kami jarang membeli obat kalau hanya pilek, flu, batuk, nyeri lambung, sakit perut, dan gejala-gejala sakit lainnya. Dengan demikian, kami mengurangi 'out of pocket' kesehatan.
Data Kesehatan 2019 merilis, rata-rata biaya mengobati sendiri per kapita sebulan yang dibayar sendiri Rp 1.447. Terdiri dari biaya obat tradisional untuk mengobati sendiri per kapita sebulan Rp 397 dan rata-rata biaya obat modern untuk mengobati sendiri per kapita sebulan Rp 1.050.
Nah, ketika ada pihak yang tersinggung, justru istri saya bahagia disebut 'tukang obat'. Tukang obat itu dapat menghemat biaya kesehatan, dan menekan biaya obat. Tukang obat itu menyembuhkan. Tukang obat seperti 'habib' (Arab: kekasih) yang membawa kesehatan bagi keluarga: jiwa maupun raga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H