Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara adalah nama pena. Tinggal di Kepi, Desa Rapowawo, Kec. Nangapanda, Ende Flores NTT. Mengenyam pendidikan dasar di SDK Kekandere 2 (1995). SMP-SMA di Seminari St. Yoh. Berchmans, Mataloko, Ngada (2001). Pernah menghidu aroma filsafat di STF Driyarkara Jakarta (2005). Lalu meneguk ilmu ekonomi di Universitas Krisnadwipayana-Jakarta (2010), mengecap pendidikan profesi guru pada Universitas Kristen Indonesia (2011). Meraih Magister Akuntansi pada Universitas Widyatama-Bandung (2023). Pernah meraih Juara II Lomba National Blog Competition oleh Kemendikristek RI 2020. Kanal pribadi: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Apa yang Salah dengan Tukang Obat?

18 November 2020   12:32 Diperbarui: 19 November 2020   02:07 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanaman jeruk nipis di pekarangan rumah. Foto: Roman Rendusara

Apotek hidup adalah cara yang tepat, menyediakan kesehatan keluarga dengan tanaman-tanaman herbal, yang tumbuh di sekitar kita.

Makanya, ketika pilek/flu saya sangat menikmati kuah ikan dengan bumbu sereh, untuk menghangatkan dan menjaga daya tahan tubuh. Atau ketika batuk, kami meminum beberapa tetes air jeruk nipis dicampur kecap manis. Juga, saat lambung sedikit kumat, sang istri segera meracik jamu kunyit.

Beberapa hari terakhir ini, sang istri rajin meramu bahan-bahan herbal yang ada di pekarangan rumah kami, menjadi minyak gosok/urut yang menghangatkan badan. Beraroma terapi khas sereh merah ditambah cengkeh-diambil dari kampung sendiri.

Tidak kalah dengan produk yang sudah punya 'nama'. Oleh sebab alasan perizinan, maka ramuan ini tidak diedarkan, hanya untuk kebutuhan kesehatan keluarga.

Tanaman rosela di samping rumah. Foto: Roman Rendusara
Tanaman rosela di samping rumah. Foto: Roman Rendusara
Saya menyebut sang istri sebagai tukang obat. Ia menanam sendiri tanaman obat-obatan herbal, memanen, dan meramunya menjadi obat-obatan yang berkhasiat tinggi bagi keluarga kecil kami, sekaligus mencegah 'bencana keuangan'-biaya pengobatan yang tinggi.

Lumayan, kami jarang sekali pergi ke dokter dan klinik. Kami jarang membeli obat kalau hanya pilek, flu, batuk, nyeri lambung, sakit perut, dan gejala-gejala sakit lainnya. Dengan demikian, kami mengurangi 'out of pocket' kesehatan.

Data Kesehatan 2019 merilis, rata-rata biaya mengobati sendiri per kapita sebulan yang dibayar sendiri Rp 1.447. Terdiri dari biaya obat tradisional untuk mengobati sendiri per kapita sebulan Rp 397 dan rata-rata biaya obat modern untuk mengobati sendiri per kapita sebulan Rp 1.050.

Nah, ketika ada pihak yang tersinggung, justru istri saya bahagia disebut 'tukang obat'. Tukang obat itu dapat menghemat biaya kesehatan, dan menekan biaya obat. Tukang obat itu menyembuhkan. Tukang obat seperti 'habib' (Arab: kekasih) yang membawa kesehatan bagi keluarga: jiwa maupun raga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun