Survei Bappenas pada 2017 tentang Akses dan Inklusi Keuangan menemukan hanya 31 persen responden yang memiliki rekening bank dan 23 persen penduduk dewasa menggunakan jasa keuangan koperasi simpan pinjam. Hal ini berelasi erat hingga 2019, indeks inklusi keuangan masyarakat NTT sebesar 60,63 persen.
Ke Mana selebihnya?
Jauh sebelum bank mengepakan sayapnya ke pelosok hingga dikenal masyarakat NTT, wadah keuangan berasas solidaritas dan swadaya sudah tumbuh subur. Kesadaran kolektif akan kesamaan nasib untuk bertahan dalam kelaparan akibat kemarau panjang dan gempa bumi 1992 merupakan spirit yang menguatkan hidup berkoperasi.
Tatkala waktu itu, bank-bank, baik bank berplat merah maupun berplat kuning belum menunjukkan batang hidungnya. Mungkin, NTT masih dipandang sebelah mata dengan segala keterbelakangannya.
Dengan demikian, belum terasa adil jika inklusi keuangan diukur hanya dari indikator penetrasi ke perbankan, ketersediaan jasa perbankan dan penggunaan jasa perbankan. Bagaimana pun, lembaga keuangan non bank punya peran yang sama di tengah masyarakat.
Selebihnya, mungkin penetrasi dan penggunaan jasa keuangan oleh koperasi-koperasi. Sambil, tetap berharap, NTT perlahan keluar dari eksklusi perbankan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H