The Consultative Group to Assist the Poor (CGAP) mendefinisikan inklusif keuangan adalah suatu kondisi dimana semua orang berusia kerja mampu mendapatkan akses yang efektif terhadap kredit, tabungan, sistem pembayaran dan asuransi dari seluruh penyedia layanan finansial.
Sementara, Reserve Bank of India (RBI) mengatakan, inklusi keuangan adalah akses ke produk dan layanan keuangan yang sesuai dan dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat pada umumnya dan kelompok rentan, seperti kelompok yang lebih lemah dan kelompok berpenghasilan rendah pada khususnya, dengan biaya yang terjangkau, adil dan transparan oleh penyedia layanan keuangan.
Konsep inklusi keuangan muncul setelah konsep eksklusi keuangan. Leyshon dan Thrift (1995) mendefinisikan eksklusi keuangan sebagai sebuah proses untuk mencegah kelompok sosial dan individu untuk memperoleh akses terhadap sistem keuangan formal.
Semestinya, inklusi keuangan diukur dalam tiga dimensi, 1) akses ke layanan keuangan, 2) penggunaan layanan keuangan, dan 3) kualitas produk dan pelayanan keuangan.
Namun, dalam prakteknya, fokus pelayanan keuangan adalah perbankan. Hal ini sejalan dengan Alliance for Financial Inclusion (AFI), yang mengatakan, inklusi keuangan adalah proses memastikan akses penggunaan layanan keuangan perbankan.
Tidak heran, indeks inklusi keuangan nasional kita hanya diukur dari berapa banyak orang memiliki rekening bank. Sebagaimana, Sarma (2011), mengatakan, terdapat tiga dimensi inklusi keuangan, 1) penetrasi perbankan, 2) ketersediaan jasa perbankan, dan 3) penggunaan jasa perbankan.Â
Kuncinya, penetrasi perbankan adalah indikator utama dalam inklusi keuangan. Selebihnya ketersediaan kantor/cabang dan penyebaran ATM, serta kualitas penggunaan rekening bank seperti pembayaran, transfer, kredit dan deposit.
Inklusi Perbankan?
Jika indikator pengukuran indeks inklusi keuangan demikian, apakah masih disebut inklusi keuangan. Sebaiknya, sebut saja inklusi perbankan. Antitesis dari eksklusi perbankan. Sebab, inklusi keuangan dengan berbagai lembaga keuangannya jauh lebih luas daripada perbankan.
Agak tidak adil bila indikator indeks inklusi keuangan hanya diukur dari lembaga keuangan formal bernama bank. Bagaimana dengan lembaga keuangan lain, lembaga keuangan non bank? Yang secara legal diakui di negeri ini. Lengkap dengan nomor badan hukum dan izin operasionalnya.
Koperasi, misalnya, berdasarkan data 31 Desember 2019, memiliki 22 juta lebih dan modal sendiri Rp 70,923 triliun. Sementara, Koperasi Kredit (Kopdit) mempunyai anggota yang tersebar di 37 Puskopdit se-Indonesia, 3,4 juta, dengan total simpanan non saham sebesar Rp 21,105 trilius. (Sumber: Majalah PICU, No 55/Th 10 Edisi Mei-Juni 2020, hal. 7).
Bukan Monopoli Perbankan
Artinya, inklusi keuangan tidak dimonopoli oleh bukti kepemilikan rekening bank, meskipun belum didukung data berapa anggota Koperasi yang belum memiliki buku rekening bank. Namun, beberapa contoh dalam konteks lokal menjadi sumbangsih studi inklusi keuangan lebih lanjut.