Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Biar Cukup Kau yang Kaya Saja

30 Oktober 2020   13:49 Diperbarui: 31 Oktober 2020   17:47 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga berkerumun di depan kantor Bank BRI Kota Tasikmalaya untuk mencairkan BLT UMKM, Rabu (21/10/2020). Sumber: mediaindonesia.com

Saya menjelajahi laman OJK (Otoritas Jasa Keuangan) ketika dia asyik promosi. Dan, 'eureka'. Saya menemukan jawaban pasti. Saya mengatakan kepadanya, bisnis ini ilegal. Dia kaget. Pembicaraan beralih ke topik lain. Ini soal ketiga, hendaknya perlu mempertimbangkan kualitas produk dan pelayanan keuangan.

OJK merilis indeks inklusi keuangan 2019 meningkat mencapai 76,19% dibandingkan dengan tahun 2016 hanya berada di 67,8%. Artinya, terdapat peningkatan akses terhadap produk dan layanan keuangan. Namun indeks literasi keuangan berada pada 38,03%. 

Artinya, tidak semua masyarakat yang menggunakan produk/pelayanan keuangan memiliki pemahaman yang baik tentang produk/layanan keuangan. (Sumber).

Literasi Keuangan Digital

Lebih rendah lagi indeks literasi keuangan digital. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2019 terhadap 4.536 responden, hanya 31,26 persen yang menggunakan jasa layanan financial technology (teknologi finansial/(tekfin). 

Sebanyak 68,74 persen belum menggunakan layanan tekfin. Masyarakat paling banyak menggunakan tekfin berjenis pembayaran (66,6 persen), pe-er to peer lending/pinjaman daring (27,4 persen), asuransi (9,9 persen), dan agregator (9,1 persen).

Adapun alasan masyarakat yang belum menggunakan tekfin adalah tidak membutuhkan (52,7 persen), tidak paham (39,2 persen), tidak percaya (37,4 persen), dan biayanya mahal (13,6 persen). [Munawar dalam 'Tantangan Inklusi Keuangan Digital' (Kompas, 28/10/2020)].

Data, sebagaimana dilansir Kompas 30/10/2020, transaksi keuangan elektronik di Indonesia hingga Agustus 2020 ada 3,021 milyar transaksi dengan total Rp 126.96 triliun. Sementara, per April 2020, terdapat 161 penyelenggara fintech yang terdaftar dan berizin di OJK. Dan selama 2020 hingga September ini, Satgas Waspada Investasi sudah melarang dan membekukan (tutup) 195 entitas investasi illegal.

Mental Instan

Menurut Saal, dkk (2017), dalam Munawar 'Tantangan Inklusi Keuangan Digital' (Kompas, 28/10/2020), ada empat tantangan pengembangan layanan keuangan digital di negara berkembang. 

Tantangan itu adalah rendahnya penetrasi layanan keuangan formal, rendahnya penghasilah dan literasi keuangan, ekosistem teknologi yang belum berkembang, serta lemahnya infrastruktur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun